TBC Tak Kunjung Usai, Kita Perlu Gaya Baru dalam Penyuluhan

Pegiat Pemerhati Anak bercerita tentang TBC kepada siswa SD Inpres Tamamaung 3 Makassar

MAKASSAR– Jumlah Pasien Tuberkulosis (TBC) di Indonesia semakin tahun semakin bertambah. Demikian ditegaskan langsung oleh Kasri Riswadi selaku ketua Yayasan Masyarakat Peduli Tuberkulosis (Yamali TB) Sulawesi Selatan.

Hal tersebut ia sampaikan pada kegiatan Yamali Goes to School dengan Tema Tuberkulosis Bercerita, Generasi Bebas TBC 2030 pada Senin (24/10).

“Saat ini Indonesia menjadi salah satu dengan dengan jumlah kasus TBC yang terus bertambah tiap tahunnya,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), Indonesia berada di urutan Ketiga dengan jumlah pasien TBC terbanyak di Dunia.

“Pada tahun 2022, Indonesia masih menempati urutan ketiga sebagai negara dengan jumlah pasien TBC terbanyak di dunia. Tentunya ini menjadi konsentrasi kita bersama,” ujarnya pada kegiatan yang diselenggarakan di SD Inpres Tamamaung III, Panakkukang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Dengan jumlah kasus yang terus bertambah tersebut, perlu adanya pengenalan mengenai TBC sedini mungkin dengan model penyuluhan yang disesuaikan dengan kesukaan anak-anak.

“Mengingat jumlah yang tinggi tersebut, kita perlu melakukan pengenalan mengenai bahaya penyakit ini pada anak-anak sedini mungkin dengan metode yang bisa disesuaikan seperti pengenalan TBC dengan bercerita,” tambahnya pada kegiatan tersebut.

“Tuberkulosis bercerita” merupakan salah satu terobosan baru untuk mengenalkan penyakit TBC kepada anak-anak dengan konsep bercerita yang digagas oleh Yamali TB yang bekerja sama dengan (Komunitas Pecinta Anak) Kompak.


Penulis: Ahmad Badaruddin

Editor: Winda Eka Pahla Ayuningtyas (Communication Staff)

Pasien TBC RO Mendapatkan Bantuan dari BAZNAS Kabupaten Padang Pariaman

Pengobatan TBC itu GRATIS, karena dibiayai melalui program Global Fund (GF)-TB. Tapi bagaimana dengan pasien yang memiliki komorbid (penyakit penyerta) seperti, jantung, diabetes, ginjal, dll? Apakah juga dibayarkan oleh GF? Itulah pertanyaan yang selalu muncul dalam benak saya setiap mendampingi pasien TBC Resistan obat (RO) dengan komorbid. Pertanyaan itu sudah pernah saya sampaikan ke petugas Rumah Sakit Paru Sumatera Barat dan saya mendapat jawaban untuk “silahkan klaim ke GF”. Tapi saat pasien saya di pindahkan ke RSUD Padang Pariaman,  dari pihak Rumah sakit bertanya “kartu BPJS-nya mana?” Pertanyaan itu yang menggondok di pikiran saya. Sampai saya mencari informasi ke berbagai lini terkait Pengobatan TBC ini, akhirnya saya mendapat jawaban dan saya menyimpulkan bahwa pengobatan TBC gratis, tapi untuk komorbid di tanggung BPJS.

Tapi, pemikiran saya tidak sampai disitu saja. Saat memulai pendampingan pasien terkonfirmasi TBC RO, masalah baru muncul yaitu pasien saya memiliki tunggakan  BPJS lebih dari tiga tahun. Dilihat dari tunggakannya, jumlahnya sangat fantastis yaitu 3,7 jutaan. Dari situlah saya mencoba berfikir panjang bagaimana pasien dampingan saya mendapatkan pengobatan yang sebaik-baiknya tanpa dibebankan dengan tunggakan BPJS tersebut karena pasien saya dengan komorbid jantung dan diabetes yang dalam tanda kutip harus menggunakan BPJS.

Saya baca kembali Surat Perjanjian Kerja (SPK) saya sebagai Manajer Kasus (MK), disitu ada point yang tertulis bahwa MK melakukan rujukan psikososial dan ekonomi ke lembaga lain yang bisa memberi dukungan psikososial dan ekonomi untuk pasien TBC RO, dan bekerja sama dengan lembaga filantrofi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. Lama saya merenungkan inti dari tugas ini dan bergumam “apakah saya bisa akan implementasikan point ini?” . Akhirnya saya hubungi SR Manajer dan PMEL Koordinator saya dan saya sampaikan permasalahan ini. Dengan optimis, mereka mengizinkan saya untuk berkoordinasi dengan instansi terkait bantuan untuk pasien ini yaitu BAZNAS Kabupaten Padang Pariaman.

Dengan dukungan dari Tim SR Sumbar, saya memulai perjuangan dari nol, yaitu ke BAZNAS Kabupaten Padang Pariaman. Saya mencoba mencari informasi prosedur pengajuan bantuan untuk pasien pengobatan TBC RO yang terkendala pada tunggakan BPJS dan dokumen apa saja yang dibutuhkan untuk pengajuan tersebut. Staff BAZNAS Kabupaten Padang Pariaman memberikan saya list dokumen yang dibutuhkan antara lain: Surat Keterangan Tidak Mampu dari Wali Nagari, Surat Keterangan  Penyakit dari Rumah Sakit dan Puskesmas, beberapa surat keterangan pendukung lainnya. Berdasarkan list yang sudah diberikan, estafet saya dimulai. Dengan bantuan Kader, saya melakukan kunjungan ke Nagari Bisati Sungai Sariak sesuai domisili pasien. Kepada Wali Nagari Bisati Sungai Sariak, saya menyampaikan maksud dan tujuan saya datang yaitu membantu salah seorang warga Nagari Bisati Sungai Sariak yang dalam pengobatan TBC RO dengan terkendala pada tunggakkan BPJS untuk pengobatan komorbidnya. Dengan respon positif, Wali Nagari Bisati Sungai Sariak bersedia menyiapkan Surat Keterangan Tidak Mampu untuk pasien dampingan saya.

Butuh 5 hari saya dan kader melengkapi kelengkapan dokumen tersebut. Setelah dokumen untuk pengajuan tersebut sudah lengkap, tepat pada tanggal 10 Oktober 2022, saya memasukkan proposal pengajuan bantuan tersebut ke BAZNAS Kabupaten Padang Pariaman. Setelah kelangkapan dokumen saya di cek dan diverifikasi oleh petugas BAZNAS, saya diminta datang kembali besoknya ke kantor BAZNAS pukul 2 siang, dengan membawa surat kuasa dari yang bersangkutan (pasien saya). Dengan perasaan puas, saya meyakinkan diri saya bahwa proposal tersebut diterima dan mendapatkan pencairan dananya. Hal ini saya sampaikan kepada TIM SR Sumbar, khususnya SR Manajer dan PMEL Koordinator bahwa proposal bantuan pasien saya diterima oleh BAZNAS dan dapat dicairkan.

“Alhamdullilah…, Mantap Ayie, satu sudah jebol dan lanjutkan kepasien lainnya” apresiasi  TIM SR Sumbar kepada saya. Dan ditanggal 11 Oktober 2022, paginya saya ke rumah pasien dan ke kantor Wali Nagari Bisati Sungai Sariak dulu sebelum pencairan dana bantuan tersebut untuk menandatangani surat kuasa pengambilan dana. Dengan membawa Surat Kuasa tersebut saya berangkat ke Kantor BAZNAS Padang Pariaman. Tidak butuh waktu yang lama untuk antrian pencairan. Saat nama pasien saya dipanggil, saya menyerahkan surat kuasa tersebut ke pada Staff BAZNAS dan dana bantuan tersebut saya terima dengan nominal Rp. 1.000.000,00.

Setelah menerima dana tersebut, saya mencoba berdialog dengan staff BAZNAS sesuai dengan pesan dari TIM SR Sumbar dimana saya bertanya apakah bisa dilakukan untuk seluruh pasien TBC RO dampingan saya di Kabupaten Padang Pariaman. Saya mendapat jawaban dari staff yaitu “selagi KTP Kabupaten Padang Pariaman, kami BAZNAS Padang Pariaman akan membantu sesuai kebutuhan yang diajukan”. Jawaban tersebutlah yang membuat saya yakin, bahwa langkah saya sudah tepat dalam menjalankan tugas sesuai SPK saya demi pengobatan Pasien TBC RO sampai tuntas dan dinyatakan SEMBUH.


Penulis : Ayie (Manajer Kasus TBC RO Padang Pariaman)

Editor : Winda Eka Pahla Ayuningtyas (Communication Staff)

PERDANA! Pasien TBC RO di RSUD Padang Pariaman dinyatakan SEMBUH

 

RSUD Padang Pariaman adalah salah satu Rumah Sakit Programmatic Management of Drug resistance TB (RS PMDT) di Provinsi Sumatera Barat semenjak tanggal 1 April 2022. RS PMDT adalah RS rujukan untuk pasien TBC Resistan obat (RO). Saat Pertama dibuka, RSUD langsung menerima pasien terkonfirmasi TBC RO di wilayah Kabupaten Padang pariaman dan menjalani baseline selama 5 hari. Setelah itu berlanjut dengan menerima pasien pindahan dari RS Paru Sumatera Barat sebanyak 7 orang dengan alasan pemindahan sesuai dengan kartu BPJS yang dimiliki pasien, salah satunya pasien bernama Dandi.

Saat dipindahkan, Dandi sudah menyelesaikan fase intensif dalam pengobatannya yaitu 6 bulan pertama dengan lama pengobatan 11 bulan. Semenjak di RS Paru, Dandi sudah didampingi oleh Manajer Kasus (MK) RO dan Pasien Supporter (PS) dari SR Konsorsium Penabulu -STPI Sumatera Barat. Meskipun dipindahkan ke RSUD Padang Pariaman, Dandi tetap didampingi oleh SR Konsorsium Penabulu-STPI. Selain itu, Dandi yang berdomisili di Kecamatan Sungai Garinggiang tepatnya di Koto Bangko rutin dilakukan kunjungan rumah oleh PS, padahal jarak tempuh dari RS PMDT ke Rumah Dandi membutuhkan waktu lebih kurang 2 jam.

Namun, hal tersebut tidak mengurangi semangat PS dalam mendampingi pasien hingga sembuh. Tepat pada tanggal 20 Oktober 2022, Dandi dinyatakan pengobatan lengkap dan sembuh oleh Dokter Paru di RSUD Padang Pariaman.  Kesembuhan Dandi tersebut, menjadi nilai kepuasan dan  kebanggaan untuk Tim Poli DOTS RSUD Padang Pariaman karena Dandi adalah pasien pertama yang dinyatakan sembuh selama RSUD menjadi RS PMDT dan mendapat sertifikat sembuh TBC RO.

Tidak hanya RSUD Padang Pariaman yang merasa puas dengan keberhasilan pengobatan Dandi tersebut, MK RO dan PS SR Konsorsium Penabulu -STPI Sumatera Barat juga merasa bangga bahwa dengan pendampingan pasien yang mereka lakukan mulai dari awal pengobatan, pindah RS PMDT, kunjungan rumah, kunjungan puskesmas dan sampai pasien dinyatakan sembuh merupakan nilai plus bahwa pendampingan psikososial yang dilakukan oleh TBC Komunitas efektif mendampingi pasien dalam pengobatan TBC RO karena semangat pendampingan merupakan semangat juga untuk kesembuhan pasien. TOSS TB!!! Temukan Obati Sampai Sembuh!


Penulis : Ayie (Manajer Kasus TBC RO Padang Pariaman)

Editor : Winda Eka Pahla Ayuningtyas (Communication Staff)

Magang Kampus Merdeka di SR Yamali TB, 24 Mahasiswa Siap Berkontribusi Eliminasi TBC 2030

24 Mahasiswa Siap Berkontribusi Eliminasi TBC 2030 melalui program Magang Kampus Merdeka di SR Yamali TB

MAKASSAR- Kampus Merdeka menjadi salah satu kebijakan dalam Merdeka Belajar yang dicanangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Saat ini, sudah ada tujuh program dalam Kampus Merdeka, salah satunya adalah program Magang dan studi independen bersertifikat yang sedang dijalankan oleh Bakrie Center Foundation (BCF) bermitra dengan Yayasan Masyarakat Peduli Tuberkulosis (Yamali TB) Sulawesi Selatan.

Sebanyak 24 mahasiswa terbaik yang berasal dari berbagai kampus se-Indonesia, tergabung dalam program berlabel magang Campus Leaders Program ini. Mereka akan melakukan magang selama satu semester terhitung sejak 18 Agustus 2022 dan akan berakhir pada 31 Desember 2022 mendatang. Para peserta magang ini dibagi ke dalam lima divisi yaitu divisi perencanaan dan pengembangan program, divisi fundraising, devisi komunikasi, divisi advokasi, dan divisi informasi dan teknologi. Mereka akan saling bersinergi untuk mengerjakan sebuah proyek yang telah ditentukan yaitu upaya eliminasi TBC 2030 di Indonesia, dan Sulawesi Selatan pada khususnya.

bina akrab dan suasana Yamali TB dan mahasiswa di kawasan Puncak Malino, Gowa.

Berinteraksi secara langsung untuk kali pertama bersama 24 mahasiswa magang, Manager SR Yamali TB Sulsel, Wahriyadi menyampaikan rasa terima kasih atas pilihan para mahasiswa untuk mengikuti program magang di Yamali TB. Aie demikian ia disapa, menjelaskan bahwa Yamali TB merupakan sebuah yayasan yang bergerak dan bekerja dalam upaya penanggulangan penyakit Tuberkulosis di Indonesia. Yamali TB bermitra dengan Dinas Kesehatan sebagai representasi komunitas untuk upaya penemuan kasus, pendampingan dan advokasi isu TBC di Sulsel.

“Kami berharap melalui program ini, kita bisa saling belajar dan saling menguatkan satu sama lain. Secara jangka pendek, teman-teman dapat berproses dan belajar tentang isu sosial kesehatan sekaligus memberikan kontribusi nyata dalam upaya eliminasi TBC, dan secara jangka penjang dapat meninggalkan jejak dan desain yang lebih segar untuk kami gunakan dalam melanjutkan kerja-kerja penanggulangan TBC,” terang peraih juara 1 Best Cluster Leadership Experience & Development Program (LEAD Indonesia) tahun 2019 itu, saat menyampaikan sambutan dalam kegiatan bina akrab dan sinkronisasi KPI mahaiswa magang, di Puncak Malino, Sabtu (17/9/2022).

mahasiswa menyusun rencana kerja untuk kontribusi nyata dalam upaya lemininasi tbc 2030

Sementara itu, Ketua Yamali TB Kasri Riswadi juga menyatakan antusiasnya atas kepercayaan BCF dan para mahasiswa. “Yamali TB barangkali tidak sementereng lembaga atau instansi lain, tetapi di sini substansi merdeka belajar semoga dapat betul-betul kita peroleh. Apa yang Yamali TB kerjakan, kelola, dan proyeksikan kami pastikan melibatkan rekan-rekan mahasiswa di dalamnya,” tukasnya.

Sebelumnya, dalam kegiatan onboarding Nasional CLP 5 sebulan sebelumnya, CEO BCF Imbang Jaya Mangkuto, juga menyampaikan hal senada. Ia menegaskan, bahwa tempat magang mahasiswa yang merupakan mitra BCF adalah lembaga-lembaga sosial yang aksinya langsung di masyarakat sehingga peran keterlibatan mahasiswa lebih nyata.

Dalam Hal Berobat TBC, Warga Makassar Cenderung Pilih-pilih Layanan Kesehatan

Pertemuan Komunitas dengan Pemangku kepentingan untuk Penguatan Layanan TBC, yang dihelat Yamali TB, September 2022

MAKASSAR– Masyarakat kota Makassar cenderung masih memilih-milih tempat layanan kesehatan untuk melakukan pemeriksaan maupun berobat ketika mengalami gejala penyakit, khususnya penyakit menular seperti Tuberkulosis (TBC).

Hal tersebut mengemuka dalam kegiatan pertemuan periodik komunitas dengan pemangku kepentingan untuk peningkatan layanan TBC dalam jejaring DPPM di kota Makassar, yang dilaksanakan oleh SSR Yayasan Masyarakat Peduli (Yamali) TB kota Makassar pada Kamis (15/9/2022).

Kegiatan sebagai monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan jejaring DPPM, khususnya untuk peningkatan kualitas layanan TBC ini diikuti oleh unsur Dinas Kesehatan kota Makassar, Koalisi Organisasi Profesi untuk Penanggulangan Tuberkulosis (KOPI TB), Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKTRL), dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Wasor TB Dinkes Makassar, Diyah menyatakan bahwa strategi DPPM merupakan strategi baru pemerintah dalam upaya penemuan kasus TBC di Indonesia. “Jika beberapa tahun sebelumnya, penemuan kasus hanya banyak bergelut di layanan kesehatan pemerintah puskesmas dan rumah sakit, maka melalui strategi ini kita juga menyasar sektor swasta baik rumah sakit, klinik maupun dokter praktik mandiri,” terangnya.

Koordinator Program TB Komunitas SR Yamali TB Sulsel, Kasri Riswadi, menimpali bahwa terdapat 74% masyarakat dengan gejala TBC dalam hal mencari pengobatan awal lebih memilih fasyankes swasta pada hasil Patient Pathway Analysis. Sedangkan persentase pencarian pengobatan di fasyankes swasta paling besar ada di farmasi/apotek (52%), DPM (19%) dan RS (3%). “Ini saya kira sudah menjadi dasar yang kuat bahwa menyasar kasus TB di sektor swasta memang sangat relevan saat ini, dan hal itu nyambung dengan apa yang dikemukakan oleh petugas layanan yang hadir dalam kesempatan pertemuan ini,” tuturnya.

Manager Kasus DPPM Yamali TB Kota Makassar, Muh Fajar Parhrir, menambahkan bahwa melalui pertemuan tersebut pihaknya telah merumuskan alur dan mekanisme untuk penguatan strategi DPPM serta peningkatan kualitas layanan yang berpihak pasien. “Kami juga melakukan sejumlah pelacakan untuk pasien mangkir di layanan, hasilnya dari tiga bulan terakhir sudah ada tiga orang pasien yang kembali melakukan pengobatan setelah sebelumnya dinyatakan putus berobat,” tambahnya.

Fantastis, Segini Biaya Pengobatan Satu Pasien TBC-MDR

Mahasiswa Magang Mardeka Belajar BCF-Yamali TB bersama Manager Kasus dan Petugas Poli TB-MDR RSUP Wahidin Sudorhoso Makassar

MAKASSAR– Kebutuhan biaya pengobatan bagi satu pasien tuberculosis (TB) multi-drug resistance (MDR) atau TB kebal obat dari awal hingga sembuh diperkirakan mencapai Rp. 222,36 juta. Demikian diungkapkan petugas Poli TB-MDR Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Wahidin Sudirohosodo, Harianti Lara, saat dijumpai oleh mahasiswa program magang Kampus Merdeka BCF-Yamali TB, di ruang kerjanya, Jumat (9/9).

Harianti menegaskan bahwa hal itu sudah seharusnya menjadi peringatan kepada kita semua akan dampak besar dari penyakit TB resisten obat. “Kita bersyukur bahwa saat ini semua biaya itu masih ditanggung oleh pemerintah melalui program GF-TB, akan tetapi bantuan ini ke depan tentu akan ada akhirnya sehingga kesiapan pemerintah daerah dan kesadaran masyarakat diperlukan dalam hal pencegahan dan deteksi dini penyakit TB,” katanya.

Ia melanjutkan bahwa pasien TB MDR dapat menularkan kuman TB kepada masyarakat di sekitarnya. “Penularan kuman TB resisten obat sama seperti penularan kuman TB tidak resisten obat pada umumnya. Orang yang terinfeksi atau tertular kuman TB resisten obat dapat berkembang mengalami sakit TB MDR. Selain itu, penyebabnya juga umum terjadi akibat pasien yang putus berobat pada kasus TB biasa,” tuturnya.

RS Wahidin Sudiorhusodo saat ini sedang mengobati 18 pasien TBC-RO. Jumlah tersebut adalah bagian dari 393 kasus terkonfirmasi TBC-MDR di Provinsi Sulawesi Selatan.

Meski pengobatan pasien TBC-MDR terbilang gratis atau ditanggung oleh pemerintah, namun kenyataannya hal itu belum berbanding lurus dengan tingginya angka berobat dan kesembuhan pasien. Data Dinas kesehatan Sulsel tahun 2021 lalu menyebutkan bahwa dari 393 kasus yang terkonfirmasi, hanya 307 yang memulai pengobatan. Artinya, masih ada 86 pasien yang tidak melakukan pengobatan sementara penularannya juga terus bergulir di masyarakat.

Dikonfirmasi secara terpisah, Koordinator Program TBC Komunitas SR Yamali TB Sulsel, Kasri Riswadi menyebut bahwa di sinilah peran komunitas diperlukan dalam persoalan TBC. “Pemerintah memang butuh support dari berbagai pihak karena ini persoalan bersama. Jadi jika pemerintah berperan dalam menyiapkan fasilitas dan pelayanan medisnya, maka peran komunitas adalah giat melakukan edukasi penyadaran di masyarakat serta melacak pasien yang belum memulai pengobatan agar segera berobat,” tuturnya.

Ia menambahkan, bahwa di Sulsel melalui Yamali TB peran komunitas tidak hanya dalam edukasi dan pelacakan kasus mangkir dan putus obat, tetapi juga pendampingan pasien dan upaya penemuan kasus baru TBC. Aktivitas itu dilakukan melalui kader-kader TB, Manager kasus dan Pasisen Supporter.

Semangat Kader Komunitas Tuberkulosis Dampingi Balita Kontak Erat Mendapatkan TPT

Banjarnegara, Jawa Tengah – Kita ketahui bersama bahwa pada tahun 2021 kasus tuberkulosis anak mencapai 42.187 kasus, 22/10.000 merupakan usia balita dan 12/10.000 usia 5-14 tahun. Pada tahun 2020, Jawa Tengah memperkirakan adanya kasus TBC anak sebanyak 4.180 kasus. Sedangkan di Kabupaten Banjarnegara, pada tahun 2021 diperkirakan TBC anak menyentuh angka 145 kasus. Sehingga, sebagai respon untuk menekan kasus TBC Anak di Banjarnegara, Dinas Kabupaten Banjarnegara menggencarkan kegiatan edukasi dan pelaksanaan pemberian terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) bagi kontak erat pasien tuberkulosis khususnya pada balita.

Pada Selasa 06 September 2022 lalu, Ibu Salimah selaku Kader Mentari Sehat Indonesia melakukan pendampingan 5 balita di Wilayah Puskesmas Punggelan I untuk menerima terapi pencegahan tuberkulosis (TPT). Sebelum diberikan TPT, keluarga pasien dan balita penerima TPT sudah dilakukan pendataan, skrinning dan edukasi secara lengkap oleh Pengelola Program Tuberkulosis Puskesmas Punggelan I beserta kader. Tidak hanya pendampingan pengambilan TPT saja, Kader Mentari Sehat Indonesia juga melakukan pemantauan balita yang tengah konsumsi TPT untuk dapat di koordinasikan dan dievaluasi oleh Pengelola Program Tuberkulosis Puskesmas setempat.

Kita pahami bersama bahwa pemberian TPT sangat disarankan untuk kontak serumah meliputi anak, remaja, dewasa yang tinggal dengan pasien TBC BTA (+), orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), orang dengan imunokopromais, pengobatan kanker, cuci darah, persiapan transplantasi organ, dll. TPT juga diberikan kepada kelompok dengan faktor resiko penularan seperti warga binaan pemasyarakatan, asrama, pengguna narkoba dll untuk mencegah terjadinya sakit TBC. Pencegahan ini mampu mengurangi sumber penularan selanjutnya sehingga mampu menekan angka sakit TBC. Bahkan, pemberian TPT dapat mengurangi risiko sakit TBC hingga 90%.

Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara, Puskesmas dan Sub- Sub Recipient Mentari Sehat Indonesia Kab. Banjarnegara terus mengajak masyarakat Banjarnegara yang mengalami gejala batuk terus menerus berdahak maupun tidak berdahak, demam atau meriang dalam jangka waktu yang panjang, sesak nafas di sertai nyeri dada, berat badan menurun, nafsu makan menurun serta berkeringan di malam hari mesti tanpa melakukan aktifitas untuk segera periksa ke layanan kesehatan terdekat.


Penulis : Saroh, S. Kep

Editor : Winda Eka Pahla Ayuningtyas

Penyegaran Kader Komunitas dalam Penemuan dan Pendampingan Kasus TBC di Lingkungan Sekitar (PART 4)

“Perkuat Kapasitas Kader Komunitas, SSR PERDHAKI TTS Gelar Kegiatan Penyegaran”

Timor Tengah Selatan-Nusa Tenggara Timur. SR PERDHAKI TBC Timor Tengah Selatan (TTS) menyelenggarakan kegiatan Penyegaran Kader dalam rangka memperkuat kapasitas Kader TBC yang dilaksanakan sejak Senin (22/08/2022) sampai Rabu (24/08/2022).

Kegiatan  yang dilaksanakan di Kota SoE, Ibukota Kabupaten TTS diikuti oleh 30 kader baik yang lama maupun yang baru dari Puskesmas yang merupakan wilayah intervensi PERDHAKI TTS.

Kegiatan dibuka oleh Penanggungjawab SSR PERDHAKI TBC TTS, Romo Blasius T. Udjan. Dalam sambutannya, Romo Ade, demikian sapaannya, mengatakan bahwa kegiatan penyegaran kader yang dilaksanakan sejatinya merupakan sebuah momentum evaluasi sekaligus penyegaran kembali dan penguatan kembali kapasitas baik itu tugas maupun peran kader dalam kerja-kerja nyata.

Romo Ade pada kesempatan tersebut kembali mengingatkan terkait dengan slogan “TOSS TB” (Temukan Obat Sampai Sembuh). Menurutnya, kader-kader komunitas yang merupakan ujung tombak penanggulangan Tuberkulosis di TTS memiliki tanggungjawab yang bukan saja menemukan namun yang jauh lebih penting adalah melakukan pendampingan hingga sembuh.

“TOSS TB sebetulnya bukan sekadar slogan belaka namun disitulah letak semangat kader dalam penanggulangan Tuberkulosis di wilayah TTS. Disitulah letak tanggungjawab kemanusiaan kita untuk membantu sesama maupun pemerintah dalam upaya eliminasi TBC di daerah. Saya berharap dengan dilaksanakan kegiatan ini, bisa menambah wawasan kader komunitas sehingga outputnya adalah kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja tulus,” tutup Romo Ade dalam sambutannya.

Usai pembukaan kegiatan, panitia membagikan soal pre test untuk diisi oleh peserta sebelum pemaparan materi yang dibawakan oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, Elisabeth Pah, M.Kes.

Dalam paparannya terkait Kebijakan Pemerintah Menuju Eliminasi TB 2030,  Elisabet Pah, mementahkan pandangan masyarakat dalam konteks budaya TTS bahwa TB adalah penyakit turunan, kutukan atau karena guna-guna.

“Banyak masyarakat di pedalaman TTS  yang masih memiliki kecenderungan paradigma berpikir yang keliru dan salah paham bahwa TB merupakan penyakit turunan, guna-guna atau penyakit turunan. Maka tugas kita, khususnya sebagai kader adalah terus melakukan edukasi, memberikan informasi yang benar terkait dengan penyakir menular ini. Memang tidak mudah, namun tugas kita adalah terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait bahaya penyakit TB dan bagaimana memiliki pola hidup yang sehat,” ujar Kabid P2P Dinkes TTS ini.

Selanjutnya, Elis Pah, memaparkan kepada kader terkait dengan gejala-gejala penyakit TB yang bisa diindetifikasi oleh kader. “Tuberkulosis memiliki gejala utama yakni batuk secara terus-menerus  dan berdahak selama dua minggu atau lebih. Gejala lain yang bisa diketahui kader adalah batuk bercampur darah, sesak napas dan nyeri dada, napsu makan berkurang, berat badan turun, lemas, demam/meriang berkepanjang serta berkeringat di malam hari meski tidak melakukan kegiatan,” sebutnya.

Dijelaskan lebih lanjut, kuman TB keluar ke udara saat pasien batuk, bersin atau berbicara. Saat itulah kuman bisa dihirup orang lain melalui saluran pernapasan menuju paru-paru. “Saat kuman sudah di dalam tubuh maka kuman dilawan oleh daya tahan tubuh. Bila daya tahan tubuh lemah maka orang tersebut akan sakit TBC. Namun, jika daya tahan tubuh kuat maka orang tersebut akan tetap sehat,” paparnya.

Selain menjelaskan kembali pengetahuan dasar tentang Tuberkulosis, Elis Pah juga mengingatkan bahwa akibat COVID-19 yang terjadi beberapa tahun terakhir ini, teridentifikasi banyak pasien yang putus berobat. Bukan hanya itu, pelacakan di tingkatan paling bawah pun tidak maksimal. “Oleh karena itu dengan kondisi sekarang dimana situasi COVID-19 mulai membaik maka kader dan petugas Puskemas diharapkan kembali melakukan pelacakan terhadap pasien putus berobat maupun pelacakan terhadap kontak indeks di wilayah Puskesmas masing,” pintanya.

Ia berharap dengan kehadiran kader-kader komunitas akan membantu Dinas Kesehatan TTS dalam upaya pelacakan dan pendampingan hingga sembuh bagi masyarakat yang menderita Tuberkulosis. “Semoga kehadiran kader komunitas ini akan semakin membantu untuk menemukan para terduga dengan yang belum dilakukan pelacakan. Mengapa pelacakan dengan investigasi kontak sangat penting? Karena kita coba membanyangkan satu orang yang sakit lalu begitu banyak kontak erat dalam rumah maupun sekitar. Oleh karena itu dengan adanya IK nanti diharapkan akan ditemukan  dan dilanjutkan pendampingan hingga bisa sembuh,” ujarnya.

Diakhir paparannya, Elis Pah, meminta agar 15 wilayah Puskesmas yang sudah menjadi intervensi dari PERDHAKI TTS, benar-benar akan semakin mengurangi tingkat resiko masyarakat terhadap penyakit TBC. Sekadar diketahui, untuk periode semester I (Januari sampai Juni 2022 ) ditemukan ada 76 kasus Tuberkolisis baru di 15 wilayah intervensi PERDHAKI.

Selain menghadirkan narasumber, kegiatan hari pertama ini juga difasilitasi Remigius Mello yang merupakan Wasor TB Kabupaten TTS dan Longginus Ulan, Staff Program SSR TTS.

Setelah menerima pelatihan, kader-kader langsung turun kelapangan untuk melakukan kegiatan penemuan kasus. Kader-kader yang mengikuti refreshment kader ini sudah diberikan indeks untuk dilakukan investigasi kontak sesuai dengan wilayah kerja mereka yang merupakan wilayah sekitar tempat tinggal mereka juga. Dalam praktiknya, kader-kader dibekali dengan Media KIE yang diberikan oleh PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI seperti lembar balik dan brosur sehingga bisa digunakan saat melakukan investigasi kontak dan juga penyuluhan.

Saat melakukan investigasi kontak, kader-kader dibekali dengan pot dahak untuk diberikan kepada kontak yang memiliki gejala TBC yang akan dirujuk atau dibantu pengambilan dahaknya untuk melakukan pemeriksaan ke puskesmas.

Semoga dengan adanya kegiatan refreshment kader ini, keaktifan kader akan semakin tinggi dengan ilmu-ilmu tambahan yang mereka dapatkan lewat pemaparan materi dan praktik langsung dilapangan. Dan semoga penemuan dan pendampingan kasus TBC di Timor Tengah Selatan semakin lebih baik dan dapat dilakukan dengan maksimal oleh para kader yang menjadi ujung tombak komunitas di lapangan.

Penyegaran Kader Komunitas dalam Penemuan dan Pendampingan Kasus TBC di Lingkungan Sekitar (PART 3)

SIKKA – Nusa Tenggara Timur. Seorang kader kesehatan adalah warga tenaga sukarela dalam bidang kesehatan yang langsung dipilih oleh dan dari para masyarakat yang untuk bertugas membantu dalam pengembangan kesehatan masyarakat. Kader kesehatan disebut juga sebagai promotor kesehatan desa atau disingkat prokes. Kehadiran kader TBC ditengah masyarakat juga sangat membantu dalam penemuan dan pendampingan kasus TBC di lingkungan tempat tinggal mereka sendiri. Penambahan kader juga bertambah seiring berjalannya waktu. Namun kader-kader juga perlu dilakukan refreshment demi menambah dan memperbaharui pengetahuan mereka untuk keberlangsungan kegiatan di lapangan dalam proses penemuan dan pendampingan kasus TBC di wilayah tempat tinggal mereka.

Menggunakan dana dari Global Fund melalui PR Konsorsium Komunitas Penabulu STPI, SSR PERDHAKI TBC Kabupaten Sikka bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka menyelenggarakan Pelatihan Penyegaran Kader TBC dalam Penemuan dan Pendampingan Pasien Tuberkulosis pada hari Senin – Rabu tanggal 22 – 24 Agustus 2022. Kegiatan ini diikuti oleh 39 orang dengan rincian Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Wasor TB Kabupaten, Pengelola Program TB Puskesmas, kader, koordinator kader, Patient Supporter serta staf SSR Perdhaki Sikka yaitu staf program,  staf FA dan data entry.

Dalam kegiatan ini terlibat 4 Puskesmas wilayah intervensi lama (PKM Waipare, PKM Wolomarang, PKM Beru, PKM Nita) dan 2 Puskesmas wilayah intervensi baru yaitu : PKM Magepanda dan PKM Tanarawa.

Di hari pertama, kegiatan dimulai dengan Pre-Test yang diikuti oleh semua peserta kegiatan untuk melihat seberapa banyak pemahaman mereka mengenai kegiatan Penemuan dan Pendampingan kasus TBC.

Selanjutnya peserta diberikan pembekalan materi Kebijakan Penanggulangan Program TBC oleh Kabid P2P drg. Harlin Hutahuruk. Beliau menyampaikan bahwa besar harapan dari Dinas Kesehatan bahwa program TBC lebih baik lagi, dalam penemuan kasus yang selama ini petugas kesehatan belum maksimal. “Banyak hal dan kegiatan yang bisa kita temukan dan kami berterima kasih atas bantuan Perdhaki selama ini dalam membantu program TBC dinas Kesehatan,” ucapnya.

TBC merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia sehingga diperlukan komitmen dari pemerintah dan juga dukungan masyarakat. Angka penemuan kasus TBC di Kabupaten Sikka menurun dalam kurun waktu 2018 – 2020. Pengobatan TBC juga harus diawasi dengan baik karena ada  bayang-bayang TBC kebal obat yang memerlukan penanganan lebih sulit. Tahun 2022 belum ada penambahan kasus TBC kebal obat namun pandemi COVID-19 berdampak pada program TBC karena kurangnya kunjungan pasien ke PKM, keterbatasan gerak petugas kesehatan yang rangkap tugas, kunjungan penyelidikan kontak yang belum maksimal dan tidak ada dana untuk pelatihan kader dari Pemda, terkecuali untuk PKM wilayah binaan Perdhaki. Sehingga diharapkan setelah pelatihan ini, para kader dapat bergerak di wilayah masing-masing untuk membantu penemuan kasus, memberikan edukasi untuk menurunkan stigma TBC di masyarakat serta menyukseskan pengobatan TBC pasien di sekitarnya.

Fasilitator dalam kegiatan ini adalah Wasor TB Sikka dan staf program SSR yang ikut dalam memberikan materi sebagai bekal para kader dilapangan nantinya. Wasor TB Sikka menyampaikan beberapa materi antara lain Informasi Dasar TB, Prosedur Pengambilan Dahak, TPT hingga melakukan role play sebagai bagian dari materi komunikasi efektif serta simulasi sebelum diberikan penugasan praktek lapangan esok hari. Selanjutnya, Koordinator Program SSR juga ikut memaparkan beberapa materi antara lain, profil penemuan kasus dan peran kader, IK RT,IK Non RT dan pencatatan dan pelaporan untuk kegiatan IK.

 

Pada hari kedua, setelah mendapatkan materi pembelanjaran mengenai TBC serta materi komunikasi efektif, kader-kader melakukan praktik dengan turun langsung berhadapan bersama orang-orang di lingkungan mereka untuk melakukan investigasi kontak, skrining dan penyuluhan .

Para kader bersama dengan fasilitator pengelola program TB Puskesmas melakukan praktek lapangan IK Rumah Tangga terhadap 30 indeks yang sebelumnya telah disepakati bersama antara pengelola program TB Puskesmas dan SSR.

Selanjutnya data yang didapat dari kegiatan IK tersebut dilaporkan dalam form 16K secara bersama-sama di hari terakhir untuk dilaporkan sebagai capaian bulanan SSR. Form-form kader yang sudah diisi langsung direview pada hari terakhir kegiatan untuk memastikan pengisian apakah sudah sesuai dengan instruksi agar kedepannya pengisian form oleh kader tidak ada yang keliru.

Pada hari terakhir, kader-kader bersama dengan SSR PERDHAKI TBC Kab. Sikka dan juga Wasor TB selaku fasilitator melakukan refleksi kegiatan praktek lapangan. Beberapa hambatan disampaikan oleh para kader mulai dari : lokasi indeks yang berjauhan dan data yang tidak lengkap, terdapat beberapa indeks yang berbeda dengan register di puskesmas bahkan ada juga alamat palsu serta kader-kader bekerja dalam tim sehingga waktu untuk IK memakan waktu lama. Selain itu, penerimaan masyarakat juga sangat beragam mulai dari penerimaan dengan baik hingga adanya penolakan, beberapa kader-kader yang melakukan kegiatan IK secara mandiri tanpa didampingi, bahkan kader yang merupakan tenaga kesehatan ada yang memakai seragamnya sehingga semakin dipercaya kader yang dilatih adalah kader desa yang sudah dikenal di lokasi indeks sehingga penerimaan masyarakat baik.

Kader-kader baru juga menyampaikan masukan agar mendapatkan kelengkapan identitas kader seperti seragam, sehingga bisa dikenali dan dipercayai oleh masyarakat yang mereka kunjungi.

Diakhir kegiatan, kader melakukan post test dan mengisi evaluasi penyelenggaran pelatihan dan evaluasi fasilitator. Setelah mengikuti Post Test, Kegiatan ditutup oleh dr. Joan selaku Koordinator Program SSR PERDHAKI TBC Kab. Sikka.

Semoga dengan adanya kegiatan refreshment kader ini, kegiatan penemuan dan pendampingan kasus TBC di lingkungan masyarakat semakin baik dan semakin maksimal.

 

Praktik Baik Kader dalam Penemuan dan Pendampingan Kasus TBC di Sumba Barat Daya

Sumba Barat Daya – Nusa Tenggara Timur. Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan masyarakat. Keberadaan kader di lingkungan masyarakat sangat membantu dalam beberapa jenis program kesehatan. Salah satu program yang membutuhkan kader adalah Program Eliminasi TBC. Kader-kader TBC dipilih dan dilatih dalam penemuan dan pendampingan kasus TBC di lingkungan tempat tinggal mereka sendiri. Kader-kader TBC yang telah dilatih akan melakukan beberapa kegiatan yakni mulai dari Penemuan kasus TBC, Investigasi Kontak, Pemberian TPT untuk Balita hingga pendampingan pasien TBC dalam proses pengobatan.

Namun, berbagai kendala juga dialami oleh kader-kader selama berproses di lapangan, mulai dari penolakan saat melakukan investigasi kontak, kendala pada proses pemeriksaan karena ketersediaan alat pemeriksaan yang terbatas, jarak tempuh perjalanan dengan medan yang sulit, hingga kendala pada biaya transportasi yang harus dikeluarkan oleh kader.

Pada 23-25 Agustus 2022, SSR PERDHAKI TBC Kab. Sumba Barat Daya menerima kunjungan Spot Check oleh Ibu Henny Akhmad selaku National Program Director dari PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI dan Pak Aris Subakti selaku MEL Manager PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI. Kunjungan ini dilakukan karena beberapa alasan yakni berdasarkan hasil laporan capaian SSR PERDHAKI TBC Kab. Sumba Barat Daya memiliki capaian implementasi program yang sangat baik mulai dari angka penemuan kasus, investigasi kontak hingga pemberian TPT, sehingga kunjungan ini dilaksanakan untuk mendengar langsung praktik baik yang telah dilakukan, walaupun ada beberapa hal lain juga yang menjadi catatan yaitu Pencatatan dan Pelaporan SSR PERDHAKI TBC Kab. Sumba Barat Daya yang dinilai kurang baik sehingga kunjungan ini juga sekaligus untuk melihat kembali proses pencatatan dan pelaporan agar diseimbangkan dengan capaian implementasi program yang tinggi dan justifikasi atas capaian yang dilaporkan oleh kader.

Pembahasan mengenai rencana tindak lanjut mengenai keberlangsungan program juga langsung dibahas bersama dengan Ronaldus Asto Dadut selaku Koordinator Program SSR PERDHAKI TBC Kab. Sumba Barat Daya, beserta perwakilan dari SR PERDHAKI TBC NTT yakni Maria F. D. Dellu  selaku Program & MEL Coordinator dan Juga Andre L. Stenly Seran selaku Staff MEL.

Dalam kunjungannya, Ibu Heny Akhmad dan Pak Aris Subakti berkesempatan mengunjungi rumah salah satu kader yang ada di sumba barat daya yakni Ibu Yuliana Kaka Ndaha. Kunjungan ini merupakan bentuk apresiasi terhadap kader yang paling aktif dengan capaian tertinggi di daerah tersebut. Ibu Henny dan Pak Aris juga mendengar langsung bagaimana proses yang dihadapi oleh kader baik kendala maupun kemudahan yang mereka rasakan selama berproses dilapangan.

Ibu Yuliana Kaka Ndaha menceritakan bagaimana praktik baik yang ia lakukan dalam proses penemuan dan pendampingan kasus TBC di wilayah kerjanya. Beliau menceritakan bahwa proses dimulai dengan masuk langsung lewat perangkat desa untuk didampingi bertemu langsung dengan terduga TBC agar bisa dampingi untuk melakukan pemeriksaan salah satunya dengan menggunakan layanan pengantaran spesimen dahak untuk diantarkan ke puskesmas untuk melakukan pemeriksaan. Hal menarik yang terjadi adalah masyarakat di wilayah kerja Ibu Yuliana mengira bahwa Ibu Yuliana merupakan salah satu petugas puskesmas sehingga mereka juga percaya dan lebih terbuka dalam memberitahukan gejala TBC yang mereka rasakan.

Berdasarkan materi atau pembelajaran yang telah dapatkan saat pelatihan kader, para kader di prospek untuk memberikan edukasi mengenai TBC dan melakukan skrining untuk mengetahui apakah orang yang mereka kunjungi ini bisa dirujuk pemeriksaan atau tidak. Ketika menemukan yang layak untuk dirujuk maka Ibu Yuliana langsung merujuk pasien tersebut dengan memberikan beberapa pilihan, mulai dari membiarkan mereka melakukan pemeriksaan sendiri, mengantarkan untuk pemeriksaan di puskesmas dan yang terakhir mengambil spesimen dahak untuk diantarkan ke puskesmas untuk melakukan pemeriksaan.

Perjuangan ibu Yuliana Kaka Ndaha yang akrab disapa dengan panggilan Mama Eklin ini sungguh luar biasa, 9 desa dengan jarak antar desa yang berjauhan tidak mematahkan semangat Mama Eklin untuk tetap mengabdikan dirinya dalam penanggulangan TBC di sekitarnya. Penjemputan sputum dan mengantarkannya ke Puskesmas untuk pemeriksaan dilakukan sendiri oleh beliau, bahkan terkadang beliau menjemput orang dengan gejala TBC untuk dibawa ke Puskesmas dan melakukan pemeriksaan langsung di puskesmas.

Mama Eklin sendiri langsung menyampaikan sedikit keluhan mengenai beberapa kendala yang ia hadapi selama berada di lapangan, mulai dari penolakan yang ia terima dari warga yang akan dilakukan investigasi kontak, bertengkar dengan perangkat desa yang tidak bisa diajak kerja sama, pemahaman masyarakat yang masih menganggap TBC sebagai penyakit kutukan atau guna-guna, kepercayaan masyarakat akan obat tradisional yang masih kental hingga saat ini, bahkan adanya prasangka buruk terhadap kader-kader yang akan menyalahgunakan data pribadi orang bergejala TBC tersebut. Mama Eklin juga menyampaikan akan kesulitan ekonomi yang ia rasakan yakni reward yang beliau dapat bahkan jauh dari pengeluaran yang ia sediakan untuk melakukan kegiatan penemuan dan penemuan kasus TBC di lingkunganya, mulai dari kesulitan dengan ketersediaan BBM dan harga BBM yang tinggi. Namun dibalik itu semua, dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, beliau tetap melakukan kegiatan di lapangan demi menyelamatkan lebih banyak jiwa.

Selain kendala di lapangan, terdapat juga beberapa kendala yang para kader rasakan dalam proses pemeriksaan dan pemberian pengobatan. Terkadang terjadi penumpukan sampel di puskesmas karena ketersediaan alat TCM yang masih terbatas di Sumba Barat Daya sehingga membutuhkan beberapa hari untuk menerima hasil pemeriksaan. Hebatnya adalah ketika terdapat hasil pemeriksaan yang positif, Mama Eklin langsung mengunjungi rumah pasien baru tersebut untuk memberikan pemahaman baik ke keluarga pasien dan pasien serta mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan mulai dari alat makan, tempat tidur, kondisi rumah hingga apa saja yang harus dilakukan pasien sehari-hari agar tidak membahayakan keluarga dan kerabat di sekitarnya. Selanjutnya mengenai pemberian TPT terhadap balita dengan kontak serumah maupun erat juga masih sangat sulit diberikan karena ketersediaan logistik yang sampai saat ini belum stabil padahal sudah banyak ditemukan balita yang kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC.

Cerita lain juga disampaikan oleh Rafael Radu Kanda salah satu koordinator kader yang juga hadir dalam pertemuan bersama ibu Henny dan Pak Aris di rumah Ibu Yuliana Kaka Ndaha. Beliau menceritakan pengalamnya dalam melakukan penemuan dan pendampingan kasus TBC dilingkungan tempat tinggalnya, mulai dari penolakan karena adanya stigma terkait COVID-19, takut untuk melakukan pemeriksaan, serta kurangnya pengetahuan masyarakat terkait TBC. Bahkan, beliau pun pernah mendapatkan pasien positif TBC saat beliau sedang jalan dan melihat langsung seorang Bapak yang sedang batuk parah kemudian memberikan pot dahak untuk diperiksa dan ternyata hasilnya positif TBC. Maka segeralah Bapak tersebut dibawa ke Puskesmas untuk dilakukan skrining lebih lanjut untuk menentukan pengobatan yang akan ia terima.

Masih banyaknya orang yang belum paham akan bahayanya kuman TBC, bagaimana pencegahan serta pengobatan yang baik dan benar, mengharuskan kita sebagai komunitas untuk meningkatkan pemahaman tentang TBC kepada masyarakat luas.

Hingga saat ini, sudah banyak pasien TBC yang sembuh dan bersyukur karena adanya kader-kader TBC dilingkungan mereka. Para mantan pasien juga banyak mengucapkan banyak terima kasih karena kehadiran para kader dapat membuat mereka sadar akan pentingnya menjaga kesehatan dan bisa menjauhkan keluarga dan kerabat mereka dari kuman TBC. Hingga akhirnya, para mantan pasien TBC yang sudah sembuh bisa kembali beraktifitas kembali dengan normal.