Skip to content

Praktik Baik Kader dalam Penemuan dan Pendampingan Kasus TBC di Sumba Barat Daya

IMG_9378

Sumba Barat Daya – Nusa Tenggara Timur. Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan masyarakat. Keberadaan kader di lingkungan masyarakat sangat membantu dalam beberapa jenis program kesehatan. Salah satu program yang membutuhkan kader adalah Program Eliminasi TBC. Kader-kader TBC dipilih dan dilatih dalam penemuan dan pendampingan kasus TBC di lingkungan tempat tinggal mereka sendiri. Kader-kader TBC yang telah dilatih akan melakukan beberapa kegiatan yakni mulai dari Penemuan kasus TBC, Investigasi Kontak, Pemberian TPT untuk Balita hingga pendampingan pasien TBC dalam proses pengobatan.

Namun, berbagai kendala juga dialami oleh kader-kader selama berproses di lapangan, mulai dari penolakan saat melakukan investigasi kontak, kendala pada proses pemeriksaan karena ketersediaan alat pemeriksaan yang terbatas, jarak tempuh perjalanan dengan medan yang sulit, hingga kendala pada biaya transportasi yang harus dikeluarkan oleh kader.

Pada 23-25 Agustus 2022, SSR PERDHAKI TBC Kab. Sumba Barat Daya menerima kunjungan Spot Check oleh Ibu Henny Akhmad selaku National Program Director dari PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI dan Pak Aris Subakti selaku MEL Manager PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI. Kunjungan ini dilakukan karena beberapa alasan yakni berdasarkan hasil laporan capaian SSR PERDHAKI TBC Kab. Sumba Barat Daya memiliki capaian implementasi program yang sangat baik mulai dari angka penemuan kasus, investigasi kontak hingga pemberian TPT, sehingga kunjungan ini dilaksanakan untuk mendengar langsung praktik baik yang telah dilakukan, walaupun ada beberapa hal lain juga yang menjadi catatan yaitu Pencatatan dan Pelaporan SSR PERDHAKI TBC Kab. Sumba Barat Daya yang dinilai kurang baik sehingga kunjungan ini juga sekaligus untuk melihat kembali proses pencatatan dan pelaporan agar diseimbangkan dengan capaian implementasi program yang tinggi dan justifikasi atas capaian yang dilaporkan oleh kader.

Pembahasan mengenai rencana tindak lanjut mengenai keberlangsungan program juga langsung dibahas bersama dengan Ronaldus Asto Dadut selaku Koordinator Program SSR PERDHAKI TBC Kab. Sumba Barat Daya, beserta perwakilan dari SR PERDHAKI TBC NTT yakni Maria F. D. Dellu  selaku Program & MEL Coordinator dan Juga Andre L. Stenly Seran selaku Staff MEL.

Dalam kunjungannya, Ibu Heny Akhmad dan Pak Aris Subakti berkesempatan mengunjungi rumah salah satu kader yang ada di sumba barat daya yakni Ibu Yuliana Kaka Ndaha. Kunjungan ini merupakan bentuk apresiasi terhadap kader yang paling aktif dengan capaian tertinggi di daerah tersebut. Ibu Henny dan Pak Aris juga mendengar langsung bagaimana proses yang dihadapi oleh kader baik kendala maupun kemudahan yang mereka rasakan selama berproses dilapangan.

Ibu Yuliana Kaka Ndaha menceritakan bagaimana praktik baik yang ia lakukan dalam proses penemuan dan pendampingan kasus TBC di wilayah kerjanya. Beliau menceritakan bahwa proses dimulai dengan masuk langsung lewat perangkat desa untuk didampingi bertemu langsung dengan terduga TBC agar bisa dampingi untuk melakukan pemeriksaan salah satunya dengan menggunakan layanan pengantaran spesimen dahak untuk diantarkan ke puskesmas untuk melakukan pemeriksaan. Hal menarik yang terjadi adalah masyarakat di wilayah kerja Ibu Yuliana mengira bahwa Ibu Yuliana merupakan salah satu petugas puskesmas sehingga mereka juga percaya dan lebih terbuka dalam memberitahukan gejala TBC yang mereka rasakan.

Berdasarkan materi atau pembelajaran yang telah dapatkan saat pelatihan kader, para kader di prospek untuk memberikan edukasi mengenai TBC dan melakukan skrining untuk mengetahui apakah orang yang mereka kunjungi ini bisa dirujuk pemeriksaan atau tidak. Ketika menemukan yang layak untuk dirujuk maka Ibu Yuliana langsung merujuk pasien tersebut dengan memberikan beberapa pilihan, mulai dari membiarkan mereka melakukan pemeriksaan sendiri, mengantarkan untuk pemeriksaan di puskesmas dan yang terakhir mengambil spesimen dahak untuk diantarkan ke puskesmas untuk melakukan pemeriksaan.

Perjuangan ibu Yuliana Kaka Ndaha yang akrab disapa dengan panggilan Mama Eklin ini sungguh luar biasa, 9 desa dengan jarak antar desa yang berjauhan tidak mematahkan semangat Mama Eklin untuk tetap mengabdikan dirinya dalam penanggulangan TBC di sekitarnya. Penjemputan sputum dan mengantarkannya ke Puskesmas untuk pemeriksaan dilakukan sendiri oleh beliau, bahkan terkadang beliau menjemput orang dengan gejala TBC untuk dibawa ke Puskesmas dan melakukan pemeriksaan langsung di puskesmas.

Mama Eklin sendiri langsung menyampaikan sedikit keluhan mengenai beberapa kendala yang ia hadapi selama berada di lapangan, mulai dari penolakan yang ia terima dari warga yang akan dilakukan investigasi kontak, bertengkar dengan perangkat desa yang tidak bisa diajak kerja sama, pemahaman masyarakat yang masih menganggap TBC sebagai penyakit kutukan atau guna-guna, kepercayaan masyarakat akan obat tradisional yang masih kental hingga saat ini, bahkan adanya prasangka buruk terhadap kader-kader yang akan menyalahgunakan data pribadi orang bergejala TBC tersebut. Mama Eklin juga menyampaikan akan kesulitan ekonomi yang ia rasakan yakni reward yang beliau dapat bahkan jauh dari pengeluaran yang ia sediakan untuk melakukan kegiatan penemuan dan penemuan kasus TBC di lingkunganya, mulai dari kesulitan dengan ketersediaan BBM dan harga BBM yang tinggi. Namun dibalik itu semua, dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, beliau tetap melakukan kegiatan di lapangan demi menyelamatkan lebih banyak jiwa.

Selain kendala di lapangan, terdapat juga beberapa kendala yang para kader rasakan dalam proses pemeriksaan dan pemberian pengobatan. Terkadang terjadi penumpukan sampel di puskesmas karena ketersediaan alat TCM yang masih terbatas di Sumba Barat Daya sehingga membutuhkan beberapa hari untuk menerima hasil pemeriksaan. Hebatnya adalah ketika terdapat hasil pemeriksaan yang positif, Mama Eklin langsung mengunjungi rumah pasien baru tersebut untuk memberikan pemahaman baik ke keluarga pasien dan pasien serta mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan mulai dari alat makan, tempat tidur, kondisi rumah hingga apa saja yang harus dilakukan pasien sehari-hari agar tidak membahayakan keluarga dan kerabat di sekitarnya. Selanjutnya mengenai pemberian TPT terhadap balita dengan kontak serumah maupun erat juga masih sangat sulit diberikan karena ketersediaan logistik yang sampai saat ini belum stabil padahal sudah banyak ditemukan balita yang kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC.

Cerita lain juga disampaikan oleh Rafael Radu Kanda salah satu koordinator kader yang juga hadir dalam pertemuan bersama ibu Henny dan Pak Aris di rumah Ibu Yuliana Kaka Ndaha. Beliau menceritakan pengalamnya dalam melakukan penemuan dan pendampingan kasus TBC dilingkungan tempat tinggalnya, mulai dari penolakan karena adanya stigma terkait COVID-19, takut untuk melakukan pemeriksaan, serta kurangnya pengetahuan masyarakat terkait TBC. Bahkan, beliau pun pernah mendapatkan pasien positif TBC saat beliau sedang jalan dan melihat langsung seorang Bapak yang sedang batuk parah kemudian memberikan pot dahak untuk diperiksa dan ternyata hasilnya positif TBC. Maka segeralah Bapak tersebut dibawa ke Puskesmas untuk dilakukan skrining lebih lanjut untuk menentukan pengobatan yang akan ia terima.

Masih banyaknya orang yang belum paham akan bahayanya kuman TBC, bagaimana pencegahan serta pengobatan yang baik dan benar, mengharuskan kita sebagai komunitas untuk meningkatkan pemahaman tentang TBC kepada masyarakat luas.

Hingga saat ini, sudah banyak pasien TBC yang sembuh dan bersyukur karena adanya kader-kader TBC dilingkungan mereka. Para mantan pasien juga banyak mengucapkan banyak terima kasih karena kehadiran para kader dapat membuat mereka sadar akan pentingnya menjaga kesehatan dan bisa menjauhkan keluarga dan kerabat mereka dari kuman TBC. Hingga akhirnya, para mantan pasien TBC yang sudah sembuh bisa kembali beraktifitas kembali dengan normal.

 

 

Bagikan Artikel

Cermati Juga