Tanggap Digitalisasi oleh Komunitas, PR PB-STPI Meluncurkan Program Pencatatan Pelaporan Kasus TBC dengan SITK Mobile

Dalam upaya menanggulangi TBC, Indonesia mendapatkan dukungan dana dari The Global Fund. Dukungan ini disalurkan kepada pemerintah Indonesia beserta komunitas untuk saling berkolaborasi. Salah satu prioritas program dari Pemerintah adalah dengan mengupayakan ketersediaan obat dan fasilitas serta pelayanan kesehatan yang ramah, berkualitas dan berpusat pada pasien TBC. Selain itu, dukungan komitmen politik pemerintah juga dituangkan dalam ketersediaan kebijakan dan anggaran yang berfokus untuk penanggulangan TBC. Sejalan dengan hal tersebut, pihak komunitas turut berperan dalam upaya menanggulangi TBC melalui proses pencegahan, penemuan dan pendampingan kasus TBC hingga sembuh. 

Bimbingan Teknis SITK Mobile di Garut, Jawa Barat

Salah satu upaya penanggulangan TBC adalah dengan cara melakukan Investigasi Kontak (IK). IK merupakan strategi dalam penemuan kasus TBC dengan cara mendeteksi secara dini dan sistematis terhadap orang yang kontak dengan sumber yang terinfeksi TBC. Untuk memaksimalkan strategi serta cara penemuan kasus, proses IK perlu mengedepankan prinsip pendekatan pemberdayaan dari akar rumput. Pendekatan yang mendorong peran aktif masyarakat untuk dapat memanfaatkan sumberdaya lokal potensial, dalam menemukan kasus TBC dengan potensi yang dimiliki oleh masyarakat lokal, yakni dengan melakukan edukasi tentang TBC sesuai tingkat pemahaman masyarakat setempat.

Elemen penting dalam melaksanakan IK adalah pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan yang baik memainkan peran kunci dalam memastikan efektivitas dan kesuksesan program pengendalian TBC serta mengidentifikasi dan mengurangi penyebaran infeksi lebih lanjut. Selain itu, pencatatan dan pelaporan dapat membantu para tenaga kesehatan dalam mengidentifikasi dan memberikan perawatan tepat pada kontak yang berisiko tinggi terinfeksi TBC. 

Praktik kegiatan Investigasi Kontak menggunakan SITK Mobile di Makassar, Sulawesi Selatan

Untuk melakukan percepatan dan peningkatan kualitas pencatatan dan pelaporan, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI telah mengembangkan Sistem Informasi Tuberkulosis (SITK) Mobile. SITK Mobile ini telah diuji coba secara langsung di lapangan dalam pelaksanaan kegiatan IK, dengan melibatkan kader-kader dan juga para Patient Supporter (PS) serta Manajer Kasus (MK) di wilayah provinsi DKI Jakarta (11-12 Januari 2023), Banten (12-13 Januari 2023) dan Jawa Barat (16-17 Januari 2023). Dengan adanya SITK Mobile, diharapkan dapat menjadi media yang mendukung proses akselerasi dalam pelaksanaan IK berbasis indeks kasus yang didapatkan dari Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB). SITK mobile juga diharapkan dapat meningkatkan proses capaian pendampingan pasien TB RO sampai sembuh.

Melalui SITK Mobile, para kader sebagai ujung tombak pelaksana IK di lapangan, bisa melakukan proses IK dengan lebih cepat. Karena kader-kader tersebut telah didaftarkan sebagai  user SITK Mobile yang dapat mengakses secara langsung data indeks kasus melalui Smartphone nya masing-masing. Melalui berbagai menu dan sub menu yang terintegrasi dengan baik dalam SITK Mobile, para kader bisa melaporkan secara cepat proses pelacakan dan pendampingan kasus, bahkan secara real-time. Begitu juga dengan teman-teman PS dan MK dalam melakukan pendampingan kasus TB RO. 

Bimbingan Teknis SITK Mobile di Bekasi, Jawa Barat

Guna mendukung akselerasi pelaksanaan IK dalam rumah tangga (IK-RT) dan pendampingan pasien TB RO berbasis data SITB, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI melaksanakan kegiatan “Bimbingan Teknis Akselerasi IK RT dan Pendampingan Pasien TB RO Berbasis Data SITB dan Pencatatan Pelaporan SITK Mobile”. Kegiatan bimtek ini ditujukan bagi para kader, MK dan PS dan dilakukan di tingkat Kota/Kab (SSR). Adapun SSR yang terlibat dalam kegiatan uji coba ini adalah Provinsi Jawa Tengah (19 SSR), Jawa Timur (5 SSR), Jawa Barat (17 SSR), Sumatera Utara (2 SSR), Sulawesi Selatan (2 SSR),  Lampung (2 SSR), DKI Jakarta (4 SSR), dan Banten (3 SSR). Wilayah-wilayah tersebut dipilih karena memiliki kontribusi capaian indeks kasus tertinggi dengan rentang sekitar 300-4000 kasus.

Kegiatan bimbingan teknis dilakukan secara paralel oleh tim Data Management (DM) PR PB-STPI pada periode waktu 15 Mei hingga 28 Juni 2023 dengan melibatkan 1 orang Staf SR, 1 orang Pengelola Program SSR, 9 orang Kader, 3 orang Koordinator Kader, 2 orang MK dan 9 orang PS di SSR di masing-masing wilayah. Kegiatan ini dilaksanakan dengan dua tahapan, yang pertama yaitu proses diskusi dan koordinasi, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan praktik penggunaan SITK Mobile. Proses diskusi difasilitasi oleh tim PR, SR dan SSR untuk mendapatkan gambaran utuh pemahaman dan implementasi dalam pencatatan, pelaporan serta pendokumentasian berbasis aplikasi di tingkat SR dan SSR/IU/MK. Dengan tujuan untuk menggali solusi serta sebagai penguatan kapasitas Kader dan PS terkait SITK Mobile. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan praktek penggunaan SITK Mobile yang dilakukan oleh tim SR, SSR/IU, Kader dan PS untuk secara bersama-sama melihat hal apa yang sudah baik, dan apa saja yang perlu ditingkatkan agar penggunaan SITK Mobile dapat optimal untuk menunjang kegiatan bagi Kader, PS, dan MK di lapangan. 

Praktik kegiatan Investigasi Kontak menggunakan SITK Mobile di Pekalongan, Jawa Tengah

Setelah adanya kegiatan ini, harapannya seluruh wilayah yang telah dilakukan bimbingan teknis tersebut dapat segera memaksimalkan penggunaan SITK Mobile. Kedepannya, wilayah lain yang belum mendapatkan bimtek juga akan disasar untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Proses pembuatan SITK Mobile ini merupakan sebuah pendekatan digitalisasi untuk memudahkan dan meningkatkan dukungan kegiatan penemuan kasus di kalangan kader, PS dan MK. Sehingga seluruh sumber daya akan lebih mudah untuk menginput data pencatatan dan pelaporan kasus, serta dapat meminimalisir penggunaan form-form pencatatan dan pelaporan dalam bentuk cetakan (hardfile). 


Penulis: Winda Eka Pahla

Editor: Dangan Prasetya

Knowledge Management Specialist untuk Program Eliminasi TB – Konsorsium Komunitas Penabulu STPI

Latar Belakang

PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI adalah Principal Recipient (PR) Komunitas TBC, berdampingan dengan PR Kementerian Kesehatan dan Program Nasional Penanggulangan TBC yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML). Dalam kerja sama dengan para mitra, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI bertujuan mengakselerasi eliminasi TBC 2030 di 30 provinsi dan 190 kota/kabupaten yang meliputi: 1) Penemuan dan pendampingan pasien TBC sensitif obat, 2) Penemuan dan pendampingan pasien TBC resisten obat, 3) Penguatan sistem komunitas, dan 4) Upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi pasien dalam mengakses pelayanan TBC berkualitas sampai sembuh.

Untuk kebutuhan pengelolaan program sebagaimana disebutkan di atas, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI sedang membutuhkan staff untuk posisi Knowledge Management Specialist. Dibawah supervisi National Program Director (NPD) dan Authorized Signatory (AS), Knowledge Management Specialist melalui keahliannya bertanggung jawab untuk mengembangkan, mengelola, dan mengoptimalkan pengetahuan dan informasi di PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI. KMS memastikan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI digunakan secara efektif untuk mencapai tujuan program..

Tugas & Tanggung Jawab Utama

  1. Mengembangkan dan mengelola sistem manajemen pengetahuan: KMS bertanggung jawab untuk mengembangkan dan mengelola sistem atau platform yang memungkinkan organisasi untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengakses pengetahuan dan informasi yang relevan melalui proses perancangan struktur pengetahuan, memastikan keakuratan dan kualitas informasi, serta memperbarui dan meningkatkan sistem sesuai kebutuhan.
  2. Mendorong kolaborasi dan berbagi pengetahuan: KMS bekerja dengan tim dan individu di seluruh organisasi untuk mendorong kolaborasi dan berbagi pengetahuan. KMS akan mengidentifikasi pengetahuan yang bernilai dan mengembangkan strategi untuk membagikannya secara efektif melalui pelatihan, pertemuan, forum diskusi, atau platform kolaboratif lainnya. Selain itu juga mendorong budaya yang mendukung berbagi pengetahuan di antara anggota tim.
  3. Menganalisis dan memperbarui pengetahuan: KMS melakukan analisis terhadap pengetahuan yang ada untuk mengidentifikasi celah atau kekurangan dalam informasi yang tersedia. KMS akan memperbarui dan meningkatkan pengetahuan yang ada dengan menambahkan informasi baru, menghapus informasi yang tidak relevan, dan memastikan bahwa pengetahuan yang tersedia terus diperbarui sesuai dengan perubahan bisnis atau teknologi, termasuk di dalamnya menyusun materi presentasi sesuai arahan atasan langsung maupun Authorized Signatory.
  4. Melakukan pelatihan dan pendidikan: KMS akan bertanggung jawab untuk melatih anggota tim atau karyawan tentang sistem manajemen pengetahuan yang digunakan dalam organisasi. KMS akan mengadakan pelatihan untuk mengajarkan cara menggunakan sistem, mengakses informasi, dan berbagi pengetahuan secara efektif. KMS juga dapat menyediakan bahan pendidikan dan panduan untuk membantu karyawan dalam memanfaatkan pengetahuan yang tersedia.
  5. Menerapkan teknologi dan alat bantu: KMS akan bekerja dengan teknologi dan alat bantu untuk memfasilitasi manajemen pengetahuan. KMS akan mengidentifikasi dan menerapkan perangkat lunak atau sistem yang relevan, seperti sistem manajemen pengetahuan, basis data, atau platform kolaboratif. KMS akan memastikan bahwa alat-alat ini mendukung kebutuhan organisasi dan mempermudah akses dan berbagi pengetahuan.
  6. Memonitor dan mengevaluasi efektivitas pengetahuan: KMS melacak dan memonitor penggunaan pengetahuan serta mengukur dampaknya terhadap kinerja organisasi. KMS melakukan evaluasi terhadap sistem manajemen pengetahuan, mengumpulkan umpan balik dari pengguna, dan membuat rekomendasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengetahuan yang ada.
  7. Membantu kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan pengetahuan dan upaya untuk memperkuat kinerja PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI sesuai arahan atasan langsung atau Authorized Signatory (AS).

Kualifikasi & Keahlian

  1. Pendidikan: diutamakan memiliki latar belakang pendidikan S2 dengan jurusan Informatika, Komunikasi, Kesehatan Masyarakat, Kesejahteran Sosial atau jurusan lain yang terkait dengan kesehatan.
  2. Pengetahuan tentang Manajemen Pengetahuan: Memiliki pemahaman tentang konsep dan prinsip-prinsip manajemen pengetahuan, termasuk strategi, metodologi, dan alat yang digunakan untuk mengelola, menyimpan, dan membagikan pengetahuan dalam suatu organisasi.
  3. Keterampilan Teknis: Kemampuan dalam menggunakan perangkat lunak dan alat bantu yang terkait dengan manajemen pengetahuan, seperti sistem manajemen pengetahuan, basis data, teknologi kolaboratif, dan perangkat lunak analitik. Keterampilan dalam pemodelan data, analisis informasi, penyusunan presentasi, dan pemahaman tentang teknologi digital. Memiliki pemahaman dasar tentang manajemen keuangan, program, sumber daya manusia, dan monitoring evaluasi sebagai basis untuk melakukan manajemen pengetahuan juga menjadi nilai tambah.
  4. Kemampuan Komunikasi dan Kolaborasi: Keahlian dalam berkomunikasi dengan jelas dan efektif dengan berbagai pihak, termasuk anggota tim, manajemen, dan pengguna pengetahuan. Kemampuan untuk bekerja secara kolaboratif, memfasilitasi pertemuan dan pelatihan, serta mendorong kolaborasi dan berbagi pengetahuan di antara anggota organisasi.
  5. Analisis dan Pemecahan Masalah: Kemampuan untuk menganalisis kebutuhan pengetahuan organisasi, mengidentifikasi celah dalam pengetahuan yang ada, dan merancang solusi yang efektif untuk mengelola pengetahuan. Kemampuan untuk menganalisis data sebagai basis untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang kompleks juga sangat penting.
  6. Keterampilan Manajemen Proyek: Kemampuan untuk merencanakan, mengorganisir, dan mengelola proyek manajemen pengetahuan dengan baik. Keterampilan dalam pengelolaan waktu, pengawasan anggaran, pengendalian risiko, dan manajemen perubahan juga diperlukan.
  7. Kepemimpinan dan Pengaruh: Kemampuan untuk menjadi pemimpin dan pengaruh yang efektif dalam memperkenalkan dan mempromosikan praktik manajemen pengetahuan di organisasi. Kemampuan untuk memotivasi dan mempengaruhi orang lain untuk berbagi pengetahuan dan mengadopsi praktik manajemen pengetahuan yang baik.
  8. Pengalaman dalam manajemen pengetahuan, pengelolaan proyek di bidang kesehatan masyarakat atau khususnya tuberkulosis dapat dianggap sebagai nilai tambah.
  9. Fleksibilitas, kreativitas, ketekunan, dan kemampuan untuk belajar dan beradaptasi dengan cepat juga merupakan atribut yang berharga dalam peran ini.
  10. Menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman, anti korupsi, siap bekerja dalam lingkungan kerja yang beragam untuk menciptakan lingkungan kerja yang bermartabat.
  11. Memiliki pemahaman kesetaraan gender, hak asasi manusia, perawatan kesehatan yang berpusat pada manusia, dan pemberdayaan masyarakat.

Durasi Waktu

Periode penugasan: Agustus s/d Desember 2023

Kirimkan CV dan pernyataan minat ke email:

hr@penabulu-stpi.id dengan subject email: Knowledge Management Specialist (KMS)

Batas Waktu : 04 Agustus 2023 pukul 12.00 WIB

Implementasi Workshop Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sebagai Usaha Menghentikan Laju Penularan TBC di Congregate Setting

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang diakibatkan oleh infeksi bakteri. TBC umumnya menyerang paru-paru, tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lain, seperti ginjal, tulang belakang, otak dan organ vital lainnya. Dilansir dari website Yayasan KNCV Indonesia, berdasarkan laporan Global TB Report dari World Health Organization (WHO) tahun 2022, di tahun 2021 menjadikan TBC sebagai penyakit menular paling mematikan kedua di dunia setelah COVID-19. Yang mana angka kematian akibat TBC di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 150.000 kasus (satu orang setiap 4 menit), naik 60% dari tahun 2020 yang sebanyak 93.000 kasus kematian akibat TBC, dengan tingkat kematian sebesar 55 per 100.000 penduduk. Dengan contoh kasus tersebut, diperlukan upaya untuk mencegah dan mengendalikan penularan penyakit infeksi TBC di fasilitas kesehatan maupun dalam konteks masyarakat umum atau komunitas (non-fasilitas kesehatan) agar menekan laju angka kematian dan penularan TBC. 

Implementasi Workshop PPI di Pondok Pesantren Darussalam Pipitan, wilayah Banten

Pada hakikatnya, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi. Pada tahun 2009, WHO menerbitkan pedoman pengendalian infeksi untuk TBC pada berbagai setting, termasuk salah satunya berfokus pada congregate settings. Congregate Setting adalah suatu lingkungan dimana sejumlah orang bertemu dan berbagi ruangan sosial dalam jangka waktu tertentu. Berbagai contoh congregate setting yaitu sekolah, penitipan anak, tempat kerja, shelter (rumah singgah atau lokasi hunian pasca bencana), fasilitas rehabilitasi, asrama, dan lainnya. Situasi dalam congregate setting tersebut dapat meningkatkan risiko infeksi penyakit menular. Potensi dan peningkatan risiko penularan terjadi karena adanya kepadatan sosial dalam jangka waktu tertentu yang terbilang lama, sehingga penularan dapat lebih mudah terjadi. Dari lokasi congregate setting tersebut dapat berpotensi menjadi penyebab penularan kepada kontak dekat atau orang dalam satu rumah. 

Skrining dan edukasi TBC di Balai Disabilitas Sentra Phala Martha Sukabumi

Berdasarkan landasan di atas, Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI mengembangkan model pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di congregate setting sebagai upaya promotif dan preventif terhadap infeksi penyakit TBC. Implementasi sosialisasi dan diseminasi uji coba Panduan PPI TBC di congregate settings dilaksanakan selama bulan Oktober – Desember 2022. Kemudian kegiatan implementasi Workshop PPI dibagi menjadi dua tahap, tahap 1 pada bulan Februari – April 2023, dan tahap 2 pada bulan Mei – Juni 2023.

Pada periode tersebut, workshop implementasi PPI dilaksanakan pada beberapa area congregate setting yang dipilih, seperti Sekolah Berasrama, Pondok Pesantren, Panti Asuhan, Panti Jompo, Panti Rehabilitasi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), Panti Rehabilitasi Narkoba, Perusahaan/Pabrik, Perkantoran, Barak Militer dan Universitas. Workshop PPI juga melibatkan beberapa komponen pemangku kebijakan lintas program-lintas sektor baik di level nasional, level provinsi, dan level kabupaten/kota. Pada level nasional, Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI, lewat tim Program bekerjasama dengan Tenaga Ahli PPI (IPCD/IPCN atau Dokter dan Perawat pelaksanaan PPI di Rumah Sakit). Di level provinsi program PPI menggaet beberapa mitra yaitu Tim SR Konsorsium dan Biro Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Wasnaker), dan pada level kabupaten/kota berbagai pihak seperti Tim SSR/IU, Narasumber PPI Rumah Sakit (IPCD/IPCN), Manajemen/Pengurus/Pegawai/Penghuni Congregate Settings (Pondok Pesantren, Panti Asuhan, Panti Jompo, Panti Rehabilitasi ODGJ, Panti Rehabilitasi Narkoba, Perusahaan/Pabrik, Perkantoran, Sekolah Berasrama, Barak Militer, Universitas. Ada juga Perwakilan dari Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Kementerian Agama, Serikat Buruh/Pekerjaan, KOPI TB, IBI/IDI, Rumah Sakit, Puskesmas dan Kader turut mensukseskan kegiatan PPI yang diimplementasikan di 100 kabupaten/kota wilayah intervensi program kerja Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI.

Visitasi ke ruangan fasilitas berasrama di PT. Ikan Dorang, Surabaya

Dalam prosesnya, implementasi PPI di setiap kab/kota dilakukan selama 3 hari. Di hari pertama, kegiatan yang dilaksanakan meliputi perkenalan dan informasi tujuan pertemuan, paparan informasi dasar TBC dan penjelasan situasi TBC terkini di Kab/Kota yang disampaikan oleh Wasor TB Dinkes kab/kota. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab peserta, pemaparan panduan PPI TBC di congregate setting, diskusi dan curah pendapat, dan diakhiri dengan setting lokasi untuk pelaksanaan hari kedua. Pada hari kedua, kegiatan dimulai dengan visitasi/kunjungan ke ruangan fasilitas berasrama/pabrik/kantor untuk mengukur Air Change/Hour (ACH), relative humidity (RH), temperatur, dan kualitas udara dalam ruangan. Setelahnya, kegiatan diakhiri dengan diskusi pembuatan paparan kegiatan yang meliputi hasil visitasi/kunjungan, rekomendasi prosedur PPI dan alur mekanisme rujukan pasien TBC. 

Untuk peningkatan penemuan kasus aktif, kader di sekitar lokasi PPI juga melakukan skrining dan edukasi kepada beberapa penghuni dari tempat congregate setting tersebut. Kemudian di hari terakhir, kegiatan PPI di tutup dengan penyampaian paparan hasil workshop PPI, diskusi lanjutan dan feedback prosedur pengendalian dan pencegahan penularan TBC, serta penyampaian kesimpulan akhir prosedur pencegahan dan pengendalian penularan TBC. Implementasi workshop PPI di beberapa setting lokasi tersebut mempunyai tujuan:

  1. Memberikan pemahaman mengenai Panduan PPI TBC di area congregate settings
  2. Melakukan asesmen dan rekomendasi ke institusi terkait upaya pencegahan dan pengendalian infeksi TBC
  3. Menyusun, mengembangkan, dan menyepakati prosedur standar institusi dalam upaya pencegahan penularan TBC dan COVID-19, termasuk sistem rujukan dan integrasi institusi dengan surveilans kepada fasyankes setempat
  4. Mendapatkan input perbaikan terhadap dokumen PPI di congregate setting dengan pengalaman dan pembelajaran implementasi yang sudah berjalan
  5. Mendapatkan input untuk pengembangan dan penyusunan Pedoman PPI TBC pada komunitas

Dengan tujuan-tujuan diatas, besar harapan seluruh elemen pemegang kebijakan dan pelaku program kegiatan dari congregate setting dapat menjalankan rekomendasi-rekomendasi yang disepakati pada setiap akhir kegiatan workshop PPI sesuai settings lokasi. 

 

Dikenal sebagai Ikon TBC, Ibu Siti Setiyani menyumbangkan angka TPT tertinggi di wilayahnya

Tuberkulosis merupakan kasus penyakit menular yang membutuhkan perhatian dari berbagai sektor baik pemerintah, pihak swasta, dan seluruh masyarakat. Dilansir dari Global TB Report 2022, estimasi kasus TBC di Indonesia diperkirakan sebanyak 969.000 kasus (satu orang setiap 33 detik). Angka ini naik 17% dari tahun 2020, yaitu sebanyak 824.000 kasus. Dengan kondisi tersebut, diperlukan adanya strategi dan target untuk menurunkan estimasi kasus sehingga kasus kematian akibat TBC juga akan berkurang.

Ibu Siti Setiyani memberikan edukasi TPT kepada orangtua anak penerima TBC

Salah satu langkah yang dapat diterapkan untuk menghentikan laju kasus TBC adalah dengan program Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) di masyarakat. Terapi pencegahan tuberkulosis adalah serangkaian pengobatan untuk mencegah perkembangan penyakit TBC sehingga dapat menurunkan beban kasus TBC. Secara spesifik, TPT diberikan kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA), kontak serumah dengan pasien TBC paru yang terkonfirmasi bakteriologis, dan  kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif. Namun sayangnya, masih banyak masyarakat yang enggan mengkonsumsi TPT dikarenakan kurangnya pemahaman fungsi dari TPT itu sendiri. 

Dengan fakta tersebut, Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI menjadikan pemberian  TPT sebagai salah satu fokus implementasi program. Bekerja di 30 provinsi dan 190 kabupaten/kota, Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI memberdayakan seluruh kader untuk memberikan edukasi terkait TPT kepada seluruh masyarakat yang mereka temui selama kegiatan penemuan kasus secara aktif di lapangan. 

Ibu Siti Setiyani melakukan skrining kepada keluarga pasien TBC

Ibu Siti Setiyani (43 tahun), kader TBC Komunitas dari Puskesmas Sedati, Sidoarjo adalah contoh sukses dari usaha kader dalam menyampaikan ilmunya kepada masyarakat. Beliau sudah bergabung menjadi kader TBC Komunitas sejak tahun 2019. Selama 3 tahun ini, beliau berhasil membawa Puskesmas Sedati menjadi penyumbang terbesar capaian TPT di Sidoarjo. Menurutnya, hal ini tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak, diantaranya Puskesmas, pemangku kebijakan dan kader lainnya di lapangan. “Saya selalu berkomunikasi dengan PJ-TB Puskesmas Sedati jika ada orang tua yang berkenan untuk anaknya diberikan TPT. Stok obatnya pun tersedia di Puskesmas ya, jadi saya merasa tidak kesulitan untuk membujuk orangtua agar anaknya mendapatkan TPT karena dari berbagai pihak semua sudah siap,” ucapnya. 

Namun, kendala yang beliau sering dihadapi di lapangan pun tidak sedikit, diantaranya penolakan dari sisi orang tua anak, stigma negatif dari masyarakat dan keterjangkauan akses fasilitas kesehatan. Tetapi hal ini dilalui oleh Ibu Siti Setiyani dengan berbagai strategi antara lain adalah:

  1. Koordinasi dan sinergitas yang baik dengan puskesmas dan perangkat desa sebagai bentuk advokasi program TPT kepada pemangku kepentingan
  2. Edukasi TPT kepada masyarakat secara menyeluruh (pengajian, pertemuan RT/RW dan pertemuan PKK) serta menggunakan media promkes yang mudah difahami oleh masyarakat seperti poster, leaflet dan media sosial
  3. Sosialisasi TPT pada Balita fokus kepada orang tuanya. Hal ini untuk meningkatkan kesadaran orang tua terkait pentingnya TPT pada balita sehingga mengurangi adanya penolakan dari orang tua
  4. Menjalin kemitraan dengan kader kesehatan lainnya (kader posyandu dan kader lingkungan) dan ormas (kelompok pengajian, karang taruna, PKK) dalam hal perluasan informasi kesehatan, khususnya TBC dan TPT
  5. Kerjasama lintas program dengan program UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat) lainnya. Seperti penyuluhan TPT yang dilakukan pada kegiatan Posyandu Balita, Pos Gizi Desa, Posyandu Lansia dan Posyandu Remaja

Dengan ketekunan komunikasi beliau pada masyarakat, Ibu Siti Setiyani sering dijuluki sebagai ikon TBC di wilayahnya. Proses edukasi hingga pendampingan pengobatan yang beliau lakoni dengan telaten membuatnya dicari oleh warga ketika mereka mempunyai gejala TBC. “Sekarang malah ada warga yang ngadu ke saya ingin anaknya mendapatkan TPT karena kontak serumah dengan pasien TBC. Nggih langsung saya dampingi minum obat sampai sekarang,” jelas beliau. Menurutnya, berbagai cara tersebut dapat berjalan baik tentunya didukung dengan kemampuan komunikasi yang baik oleh kader. “Kita harus tau dengan siapa kita berbicara, intinya ya pintar menempatkan diri dan berbaur Mbak,” tambahnya. 

Ibu dari sang anak memberikan obat TPT

Selain itu, orangtua dari anak penerima TPT merasa sangat terbantu dengan kehadiran kader TBC Komunitas di wilayah Sidoarjo. Bagi mereka, adanya kader memberikan mereka pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui. Proses pendampingan dan pengobatan pun berjalan lancar dengan dukungan dan bantuan dari kader TBC Komunitas. ”Alhamdulillah untuk penerimaan TPT ini, untuk pertama kalinya anak saya tanpa efek samping apapun, bahkan dia untuk asupan makannya banyak, makannya semakin banyak, energik dan tidak gampang sakit dari obat yang dia terima. Terima kasih kepada Ibu Siti Setiyani, pastinya karena sudah memberikan perlindungan kepada anak saya dari penyakit TBC,” ucap orangtua anak penerima TPT tersebut. Semoga, adanya kader TBC Komunitas memberikan kesadaran akan pentingnya pemberian TPT di masyarakat sehingga laju kasus dapat terhenti dan TBC dapat tereliminasi sesegera mungkin. 


Penulis: Winda Eka Pahla