Seperti yang kita ketahui bersama, Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit yang dapat menular melalui udara, dari pasien TBC ke orang-orang disekitarnya. Dalam 1 tahun, jika pasien TBC yang terkonfirmasi bakteriologis tidak diobati secara cepat, tepat dan sesuai standar, maka ia berpotensi menularkan kepada 10-15 orang di sekitarnya. Dengan kondisi tersebut, diperlukan penemuan kasus secara aktif untuk mendeteksi secara dini dan akurat terhadap orang yang berkontak dengan sumber infeksi TBC. Investigasi Kontak (IK) merupakan kegiatan pelacakan dan investigasi yang ditujukan pada orang-orang yang kontak dengan pasien TBC (indeks kasus) untuk menemukan terduga TBC. Kontak yang memiliki gejala TBC akan dirujuk ke layanan kesehatan untuk pemeriksaan lanjutan dan bila hasil diagnosanya positif TBC, akan segera diberikan pengobatan sesuai standar. Sejak tahun 2021, Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI (PB-STPI) turut aktif dalam melakukan kegiatan IK di 190 kabupaten/kota wilayah intervensi. Sehingga dari tahun 2021-2022, melalui kader-kader komunitas yang turun langsung untuk melakukan IK, berhasil menjaring 15.894 kasus TBC.
Pak Sugeng melakukan kunjungan ke rumah indeks kasus (pasien) untuk skrining dan edukasi TBC
Dari seluruh wilayah intervensi Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI, wilayah Banyumas, Jawa Tengah merupakan salah satu penyumbang capaian terbesar kegiatan IK. Banyumas memiliki capaian notifikasi kasus tertinggi di Jawa Tengah yaitu sebesar 1.001 (184%) dan berkontribusi 20% dari total capaian Jawa Tengah (6.661). Praktik baik dari Banyumas ini, adalah kerjasama antar kader yang aktif dalam melakukan IK di masyarakat, salah satunya adalah Bapak Muhammad Sugeng. Pak Sugeng, merupakan salah satu kader komunitas di wilayah Purwokerto Barat. Di wilayahnya, beliau dikenal sebagai kader yang cermat dalam melakukan pendekatan kepada pasiennya. Beliau sangat runtut dalam memberikan edukasi dengan menjelaskan apa itu TBC, faktor penyebab TBC, gejala TBC dan pengobatan terkait TBC. Beliau juga selalu memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien dengan juga memberikan edukasi TBC kepada lingkungan sosial pasien. “Saya pernah mendapat laporan bahwa orang yang terkena TBC berjualan dan masyarakat sekitarnya tahu sehingga menyebabkan jualannya tidak laku. Maka dari itu, ketika melakukan IK saya juga memberikan pengetahuan kepada masyarakat sekitarnya agar pasien TBC tidak diasingkan,” ucap Pak Sugeng.
Pemberian pot dahak dari kader komunitas kepada pasien TBC
Pak Sugeng mengatakan bahwa terdapat suka duka menjadi kader komunitas. Baginya, bentuk suka yang beliau rasakan adalah proses silaturahmi yang terjalin di lingkungan pasien TBC, bahkan sampai tingkat kecamatan, kelurahan, dan RT/RW. “Saya sangat senang ketika harus bersilaturahmi dengan banyak orang. Karena yang awalnya ngga kenal lalu jadi akrab, otomatis jadinya kita tambah keluarga baru,” jelas Pak Sugeng. Dukanya pun beliau rasakan ketika melakukan kunjungan pasien namun alamat yang dikunjungi tidak jelas. “Saya sering bingung kalau kunjungan tapi ternyata alamatnya kurang tepat. Terkadang kasus seperti ini terjadi karena domisili atau pasien pindah rumah namun tidak lapor kepada RT/RW setempat. Tapi alhamdulillah banyak senangnya daripada dukanya karena yang selalu saya rasakan adalah bahagia ketika menjalankan tugas,” tutur beliau.
Kerjasama yang baik antara Puskesmas Purwokerto Barat dengan Pak Sugeng dan rekan kader lainnya dinilai menjadi faktor pendukung utama dalam kesuksesan eliminasi TBC ini. “Alhamdulillah koordinasi antara kader komunitas dengan Puskesmas Purwokerto Barat sangat luar biasa. Kami mendapatkan suspek dan pot dahak dari Puskesmas, kemudian kalau hasilnya positif, kami langsung memberitahu kepada Puskesmas sehingga cepat untuk ditangani. Kemudian masalah data-data kami juga tidak pernah ada hambatan,” jelas Pak Sugeng.
Koordinasi Pak Sugeng dengan Mba Dini (PJ-TB) terkait pemberian data indeks kasus
Hal ini didukung oleh pendapat dari Mba Qiam Dwi Ramdhani sebagai Penanggung Jawab Program TBC di Puskesmas terkait. Menurutnya, kader komunitas sangat membantu untuk penemuan indeks kasus di Purwokerto Barat. “Selain mereka berpengalaman, mereka juga dapat membantu kami mengajak kader-kader kelurahan untuk lebih aktif lagi, sehingga kasus indeks di Puskesmas Purwokerto barat bisa di temukan lebih maksimal.” Beliau juga menambahkan bahwa setiap tersedianya kasus indeks, pihak Puskesmas selalu mengkomunikasikan dengan kader komunitas agar dapat di kunjungi dan di laporkan ke pihak Puskesmas untuk progressnya. Mereka juga memiliki grup Whatsapp yang di dalamnya terdapat kader komunitas sehingga komunikasi yang dijalin lebih terjaga.
Dari pelajaran cerita di atas tersebut, terlihat jelas bahwa dengan adanya koordinasi yang dijalin secara baik, maka akan memberikan dampak yang baik pula terhadap capaian eliminasi TBC. Semoga adanya kader komunitas di tengah-tengah masyarakat dapat membuat masyarakat lebih ter-edukasi dan terduga kasus TBC lebih maksimal untuk di temukan di Puskesmas Purwokerto Barat.
Penulis: Winda Eka Pahla