Kolaborasi Penanggulangan TBC PR Konsorsium Komunitas bersama dengan Civitas Akademis dalam Talkshow: Upaya Peningkatan Literasi Mahasiswa terhadap Isu Tuberkulosis

Foto bersama seluruh pembicara, moderator dan master of ceremony (MC) yang berperan dalam  kegiatan talkshow

Tuberkulosis (TBC) hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia. Menurut WHO dalam Global TB Report (GTR) tahun 2022, Indonesia berada di peringkat kedua di dunia dengan kasus TBC terbanyak. Dengan estimasi insiden sebesar 969.000 kasus pada tahun 2022 dan notifikasi kasus TBC sebesar 443.235 kasus, masih ada sekitar 55% kasus masih belum ditemukan dan diobati (un-reach) atau sudah ditemukan dan diobati tetapi belum tercatat oleh program (detected, un-notified). Kondisi ini membuat negara Indonesia masih berjuang dalam menuju eliminasi TBC 2030. Salah satu tantangan terbesar dalam penanggulangan TBC di Indonesia salah satunya adalah pengetahuan masyarakat yang masih rendah terhadap kasus TBC.

Literasi masyarakat yang masih rendah terkait TBC, dapat memiliki dampak pada upaya pencegahan, pengobatan, dan penanggulangan penyakit TBC, terlebih menuju program Eliminasi TBC tahun 2030. Hal tersebut menyebabkan masyarakat kurang mampu memahami informasi yang tepat dan akurat tentang gejala, penyebaran, pencegahan, dan pengobatan TBC. Kondisi tersebut dapat berkontribusi pada peningkatan kasus TBC yang tidak terdiagnosis atau tidak terobati, serta penyebaran informasi yang salah atau mitos terkait TBC (stigma). Sekitar 500 ribuan kasus yang belum ditemukan dan diobati bisa menjadi rantai penularan aktif yang bukan tidak mungkin akan menjangkau kita dan keluarga kita. Apalagi 1 orang sakit TBC yang tidak diobati sampai sembuh dalam 1 tahun, mengakibatkan penularan ke 10-15 orang di sekitarnya.

Proses sesi tanya jawab talkshow. Seluruh peserta sangat aktif untuk bertanya terhadap materi yang sudah disampaikan

Beberapa efek dari pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap TBC adalah kurangnya pengetahuan tentang gejala awal TBC yang dapat menyebabkan masyarakat mengabaikan tanda-tanda TBC yang muncul pada diri mereka atau anggota keluarga. Hal tersebut dapat mengakibatkan penundaan dalam pemeriksaan medis dan diagnosis yang tepat waktu. Selain itu, masyarakat yang tidak memahami cara penularan TBC tentu tidak mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan untuk menghindari penyebaran penyakit kepada orang lain seperti tidak melakukan vaksinasi atau menghindari paparan.

Merespon kondisi tersebut, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI berkolaborasi dengan Fakulas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia melakukan kampanye Tuberkulosis secara masif kepada masyarakat luas secara umum dan juga civitas akademik FKM Universitas Indonesia melalui kegiatan SPARE XVII (Sport and Art Event). SPARE Merupakan program kerja unggulan di bawah Bidang Pengembangan Minat dan Bakat BEM IM FKM UI, yang mana, harapan dari kolaborasi ini dapat menjadikan TBC sebagai isu prioritas (top of mind) dalam berbagai kebijakan di segala lapisan masyarakat dan kalangan anak muda.

Salah satu rangkaian kegiatan SPARE XVII adalah pelaksanaan Talkshow pada tanggal 15 September 2023, bertempat di Aula A Gedung FKM Universitas Indonesia. Talkshow bertajuk “TBC Awareness Starts with You” merupakan kegiatan Grand Opening SPARE XVII yang bertujuan untuk sharing pengetahuan terkait penyakit TBC dengan berbagai narasumber ahli, diantaranya adalah dr.Ugiadam Farhan (Dokter Ahli), Dr.Dian Ayubi, S.KM, M.QIH (Dosen FKM UI), Heny Prabaningrum M.PA, M.Sc yang diwakilkan oleh Dangan Prasetya (PR TBC Komunitas), dan Budi Hermawan (Ketua POP TB Indonesia dan penyintas TB). Talkshow dimulai pada pukul 15.00 WIB dengan dihadiri oleh 100 peserta baik dari masyarakat umum maupun mahasiswa UI. Masing-masing pembicara menyampaikan informasi yang sangat komprehensif serta faktual terhadap isu, program, dan progress eliminasi TBC di Indonesia saat ini.

dr. Ugiadam Farhan dan Dr.Dian Ayubi, S.KM, M.QIH sebagai narasumber menjelaskan isu klinis TBC dan usaha preventif yang dapat dilakukan untuk mencegah TBC

Ugiadam Farhan sebagai praktisi ahli menyampaikan secara klinis terkait faktor resiko terjadinya TBC, keadaan paru-paru saat mengalami TBC, dan pola penyakit TBC. dr. Farhan juga menegaskan kepada peserta talkshow bahwa banyak sekali fakta dan mitos yang beredar di masyarakat terhadap informasi TBC. Ia pun berharap bahwa masyarakat dapat lebih bijak dalam mengolah informasi yang diperoleh agar tidak terjadi penyebaran ilmu yang salah terhadap penyakit TBC. “Mungkin beberapa peserta disini percaya bahwa TBC dapat menular melalui alat makan dan sebagainya, namun itulah contoh pendistribusian informasi yang kurang tepat. Carilah sumber terpercaya agar meyakinkan info yang didapat adalah mitos/fakta,” ujarnya.

Selanjutnya, Dr.Dian Ayubi, S.KM, M.QIH (Dosen FKM UI) turut menyampaikan materi terkait model penyebaran penyakit TBC, epidemologi TBC di Indonesia, cara mencegah penyebarluasan penyakit TBC dan preventif serta promosi informasi TBC kepada khalayak luas. Dr. Dian Ayubi menggarisbawahi bahwa peran anak muda terutama mahasiswa menjadi ujung tombak yang penting untuk bertanggungjawab dalam penyebaran informasi di masyarakat. Menurutnya, dengan era teknologi media sosial yang banyak dikelola oleh anak muda dapat menjadi salah satu media untuk memperluas informasi selain mengandalkan kader TBC dilapangan yang memberikan informasi dari rumah ke rumah. “Saat ini semua dalam hitungan detik dapat mengakses beribu ribu informasi di internet. Nah anak-anak muda, Gen-Z seperti kalian dapat berperan aktif untuk memperluas informasi TBC melalui platform media sosial,” tambahnya.

Dangan Prasetya dan Budi Hermawan turut memaparkan materi terkait peran komunitas dalam eliminasi TBC di Indonesia dan perjuangan pasien saat terdiagnosa hingga proses penyembuhan

Kemudian dari sisi implementasi eliminasi TBC dari sudut pandang komunitas, Dangan Prasetya selaku pembicara dari PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI membagikan ilmu dengan topik implementasi kebijakan program komunitas mengenai TBC, peran komunitas dan pemerintah dalam mendukung eliminasi TBC di Indonesia, dan program-program yang saat ini dilakukan oleh komunitas untuk mengurangi angka kasus TBC di Indonesia. “Saat ini, kami bekerja di 30 provinsi wilayah, mendukung pemerintah mencapai eliminasi TBC 2030 melalui kegiatan investigasi kontak, Terapi Pencegahan TBC dan pemberian enabler. Dengan sumber daya di lapangan seperti Kader, Pasien Supporter (PS), dan Manajer Kasus (MK) kami terus berusaha untuk menemukan banyak kasus dan mengajak pasien untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan hingga sembuh,” sambungnya.

Pembicara terakhir yaitu Pak Budi Hermawan sebagai penyintas TBC pun turut membagikan kisahnya terhadap hambatan pengobatan, suka duka dan perjuangan ia untuk sembuh dari penyakit TBC. Baginya, kesembuhan dari penyakit TBC yang ia alami merupakan titik balik untuk memulai hidup dengan semangat baru. Ia pun mengatakan bahwa saat ini ia ingin mendukung seluruh pasien TBC RO agar semangat dan dimudahkan perjuangannya dalam menjalani pengobatan. Sehingga ia dan rekan-rekan POP TB Indonesia saat ini menciptakan kanal Lapor TBC dan Hotline Kesehatan Mental untuk pasien TBC RO sebagai fasilitas bagi para pasien TBC RO yang dapat diakses secara gratis.

Tentunya, informasi dari masing-masing narasumber memberikan banyak manfaat dan ilmu bagi kita untuk lebih peduli dan masif menyebarkan informasi TBC kepada keluarga, saudara, teman sejawat dan seluruh masyarakat. Semoga ilmu dari talkshow yang telah dilaksanakan dapat ditindaklanjuti oleh seluruh peserta agar peningkatan literasi masyarakat terhadap TBC dapat meningkat dan mendukung indonesia bebas TBC 2030.


Penulis: Winda Eka Pahla

Editor: Dangan Prasetya

 

Tanggap Digitalisasi oleh Komunitas, PR PB-STPI Meluncurkan Program Pencatatan Pelaporan Kasus TBC dengan SITK Mobile

Dalam upaya menanggulangi TBC, Indonesia mendapatkan dukungan dana dari The Global Fund. Dukungan ini disalurkan kepada pemerintah Indonesia beserta komunitas untuk saling berkolaborasi. Salah satu prioritas program dari Pemerintah adalah dengan mengupayakan ketersediaan obat dan fasilitas serta pelayanan kesehatan yang ramah, berkualitas dan berpusat pada pasien TBC. Selain itu, dukungan komitmen politik pemerintah juga dituangkan dalam ketersediaan kebijakan dan anggaran yang berfokus untuk penanggulangan TBC. Sejalan dengan hal tersebut, pihak komunitas turut berperan dalam upaya menanggulangi TBC melalui proses pencegahan, penemuan dan pendampingan kasus TBC hingga sembuh. 

Bimbingan Teknis SITK Mobile di Garut, Jawa Barat

Salah satu upaya penanggulangan TBC adalah dengan cara melakukan Investigasi Kontak (IK). IK merupakan strategi dalam penemuan kasus TBC dengan cara mendeteksi secara dini dan sistematis terhadap orang yang kontak dengan sumber yang terinfeksi TBC. Untuk memaksimalkan strategi serta cara penemuan kasus, proses IK perlu mengedepankan prinsip pendekatan pemberdayaan dari akar rumput. Pendekatan yang mendorong peran aktif masyarakat untuk dapat memanfaatkan sumberdaya lokal potensial, dalam menemukan kasus TBC dengan potensi yang dimiliki oleh masyarakat lokal, yakni dengan melakukan edukasi tentang TBC sesuai tingkat pemahaman masyarakat setempat.

Elemen penting dalam melaksanakan IK adalah pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan yang baik memainkan peran kunci dalam memastikan efektivitas dan kesuksesan program pengendalian TBC serta mengidentifikasi dan mengurangi penyebaran infeksi lebih lanjut. Selain itu, pencatatan dan pelaporan dapat membantu para tenaga kesehatan dalam mengidentifikasi dan memberikan perawatan tepat pada kontak yang berisiko tinggi terinfeksi TBC. 

Praktik kegiatan Investigasi Kontak menggunakan SITK Mobile di Makassar, Sulawesi Selatan

Untuk melakukan percepatan dan peningkatan kualitas pencatatan dan pelaporan, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI telah mengembangkan Sistem Informasi Tuberkulosis (SITK) Mobile. SITK Mobile ini telah diuji coba secara langsung di lapangan dalam pelaksanaan kegiatan IK, dengan melibatkan kader-kader dan juga para Patient Supporter (PS) serta Manajer Kasus (MK) di wilayah provinsi DKI Jakarta (11-12 Januari 2023), Banten (12-13 Januari 2023) dan Jawa Barat (16-17 Januari 2023). Dengan adanya SITK Mobile, diharapkan dapat menjadi media yang mendukung proses akselerasi dalam pelaksanaan IK berbasis indeks kasus yang didapatkan dari Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB). SITK mobile juga diharapkan dapat meningkatkan proses capaian pendampingan pasien TB RO sampai sembuh.

Melalui SITK Mobile, para kader sebagai ujung tombak pelaksana IK di lapangan, bisa melakukan proses IK dengan lebih cepat. Karena kader-kader tersebut telah didaftarkan sebagai  user SITK Mobile yang dapat mengakses secara langsung data indeks kasus melalui Smartphone nya masing-masing. Melalui berbagai menu dan sub menu yang terintegrasi dengan baik dalam SITK Mobile, para kader bisa melaporkan secara cepat proses pelacakan dan pendampingan kasus, bahkan secara real-time. Begitu juga dengan teman-teman PS dan MK dalam melakukan pendampingan kasus TB RO. 

Bimbingan Teknis SITK Mobile di Bekasi, Jawa Barat

Guna mendukung akselerasi pelaksanaan IK dalam rumah tangga (IK-RT) dan pendampingan pasien TB RO berbasis data SITB, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI melaksanakan kegiatan “Bimbingan Teknis Akselerasi IK RT dan Pendampingan Pasien TB RO Berbasis Data SITB dan Pencatatan Pelaporan SITK Mobile”. Kegiatan bimtek ini ditujukan bagi para kader, MK dan PS dan dilakukan di tingkat Kota/Kab (SSR). Adapun SSR yang terlibat dalam kegiatan uji coba ini adalah Provinsi Jawa Tengah (19 SSR), Jawa Timur (5 SSR), Jawa Barat (17 SSR), Sumatera Utara (2 SSR), Sulawesi Selatan (2 SSR),  Lampung (2 SSR), DKI Jakarta (4 SSR), dan Banten (3 SSR). Wilayah-wilayah tersebut dipilih karena memiliki kontribusi capaian indeks kasus tertinggi dengan rentang sekitar 300-4000 kasus.

Kegiatan bimbingan teknis dilakukan secara paralel oleh tim Data Management (DM) PR PB-STPI pada periode waktu 15 Mei hingga 28 Juni 2023 dengan melibatkan 1 orang Staf SR, 1 orang Pengelola Program SSR, 9 orang Kader, 3 orang Koordinator Kader, 2 orang MK dan 9 orang PS di SSR di masing-masing wilayah. Kegiatan ini dilaksanakan dengan dua tahapan, yang pertama yaitu proses diskusi dan koordinasi, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan praktik penggunaan SITK Mobile. Proses diskusi difasilitasi oleh tim PR, SR dan SSR untuk mendapatkan gambaran utuh pemahaman dan implementasi dalam pencatatan, pelaporan serta pendokumentasian berbasis aplikasi di tingkat SR dan SSR/IU/MK. Dengan tujuan untuk menggali solusi serta sebagai penguatan kapasitas Kader dan PS terkait SITK Mobile. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan praktek penggunaan SITK Mobile yang dilakukan oleh tim SR, SSR/IU, Kader dan PS untuk secara bersama-sama melihat hal apa yang sudah baik, dan apa saja yang perlu ditingkatkan agar penggunaan SITK Mobile dapat optimal untuk menunjang kegiatan bagi Kader, PS, dan MK di lapangan. 

Praktik kegiatan Investigasi Kontak menggunakan SITK Mobile di Pekalongan, Jawa Tengah

Setelah adanya kegiatan ini, harapannya seluruh wilayah yang telah dilakukan bimbingan teknis tersebut dapat segera memaksimalkan penggunaan SITK Mobile. Kedepannya, wilayah lain yang belum mendapatkan bimtek juga akan disasar untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Proses pembuatan SITK Mobile ini merupakan sebuah pendekatan digitalisasi untuk memudahkan dan meningkatkan dukungan kegiatan penemuan kasus di kalangan kader, PS dan MK. Sehingga seluruh sumber daya akan lebih mudah untuk menginput data pencatatan dan pelaporan kasus, serta dapat meminimalisir penggunaan form-form pencatatan dan pelaporan dalam bentuk cetakan (hardfile). 


Penulis: Winda Eka Pahla

Editor: Dangan Prasetya

Implementasi Workshop Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sebagai Usaha Menghentikan Laju Penularan TBC di Congregate Setting

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang diakibatkan oleh infeksi bakteri. TBC umumnya menyerang paru-paru, tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lain, seperti ginjal, tulang belakang, otak dan organ vital lainnya. Dilansir dari website Yayasan KNCV Indonesia, berdasarkan laporan Global TB Report dari World Health Organization (WHO) tahun 2022, di tahun 2021 menjadikan TBC sebagai penyakit menular paling mematikan kedua di dunia setelah COVID-19. Yang mana angka kematian akibat TBC di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 150.000 kasus (satu orang setiap 4 menit), naik 60% dari tahun 2020 yang sebanyak 93.000 kasus kematian akibat TBC, dengan tingkat kematian sebesar 55 per 100.000 penduduk. Dengan contoh kasus tersebut, diperlukan upaya untuk mencegah dan mengendalikan penularan penyakit infeksi TBC di fasilitas kesehatan maupun dalam konteks masyarakat umum atau komunitas (non-fasilitas kesehatan) agar menekan laju angka kematian dan penularan TBC. 

Implementasi Workshop PPI di Pondok Pesantren Darussalam Pipitan, wilayah Banten

Pada hakikatnya, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi. Pada tahun 2009, WHO menerbitkan pedoman pengendalian infeksi untuk TBC pada berbagai setting, termasuk salah satunya berfokus pada congregate settings. Congregate Setting adalah suatu lingkungan dimana sejumlah orang bertemu dan berbagi ruangan sosial dalam jangka waktu tertentu. Berbagai contoh congregate setting yaitu sekolah, penitipan anak, tempat kerja, shelter (rumah singgah atau lokasi hunian pasca bencana), fasilitas rehabilitasi, asrama, dan lainnya. Situasi dalam congregate setting tersebut dapat meningkatkan risiko infeksi penyakit menular. Potensi dan peningkatan risiko penularan terjadi karena adanya kepadatan sosial dalam jangka waktu tertentu yang terbilang lama, sehingga penularan dapat lebih mudah terjadi. Dari lokasi congregate setting tersebut dapat berpotensi menjadi penyebab penularan kepada kontak dekat atau orang dalam satu rumah. 

Skrining dan edukasi TBC di Balai Disabilitas Sentra Phala Martha Sukabumi

Berdasarkan landasan di atas, Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI mengembangkan model pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di congregate setting sebagai upaya promotif dan preventif terhadap infeksi penyakit TBC. Implementasi sosialisasi dan diseminasi uji coba Panduan PPI TBC di congregate settings dilaksanakan selama bulan Oktober – Desember 2022. Kemudian kegiatan implementasi Workshop PPI dibagi menjadi dua tahap, tahap 1 pada bulan Februari – April 2023, dan tahap 2 pada bulan Mei – Juni 2023.

Pada periode tersebut, workshop implementasi PPI dilaksanakan pada beberapa area congregate setting yang dipilih, seperti Sekolah Berasrama, Pondok Pesantren, Panti Asuhan, Panti Jompo, Panti Rehabilitasi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), Panti Rehabilitasi Narkoba, Perusahaan/Pabrik, Perkantoran, Barak Militer dan Universitas. Workshop PPI juga melibatkan beberapa komponen pemangku kebijakan lintas program-lintas sektor baik di level nasional, level provinsi, dan level kabupaten/kota. Pada level nasional, Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI, lewat tim Program bekerjasama dengan Tenaga Ahli PPI (IPCD/IPCN atau Dokter dan Perawat pelaksanaan PPI di Rumah Sakit). Di level provinsi program PPI menggaet beberapa mitra yaitu Tim SR Konsorsium dan Biro Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Wasnaker), dan pada level kabupaten/kota berbagai pihak seperti Tim SSR/IU, Narasumber PPI Rumah Sakit (IPCD/IPCN), Manajemen/Pengurus/Pegawai/Penghuni Congregate Settings (Pondok Pesantren, Panti Asuhan, Panti Jompo, Panti Rehabilitasi ODGJ, Panti Rehabilitasi Narkoba, Perusahaan/Pabrik, Perkantoran, Sekolah Berasrama, Barak Militer, Universitas. Ada juga Perwakilan dari Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Kementerian Agama, Serikat Buruh/Pekerjaan, KOPI TB, IBI/IDI, Rumah Sakit, Puskesmas dan Kader turut mensukseskan kegiatan PPI yang diimplementasikan di 100 kabupaten/kota wilayah intervensi program kerja Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI.

Visitasi ke ruangan fasilitas berasrama di PT. Ikan Dorang, Surabaya

Dalam prosesnya, implementasi PPI di setiap kab/kota dilakukan selama 3 hari. Di hari pertama, kegiatan yang dilaksanakan meliputi perkenalan dan informasi tujuan pertemuan, paparan informasi dasar TBC dan penjelasan situasi TBC terkini di Kab/Kota yang disampaikan oleh Wasor TB Dinkes kab/kota. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab peserta, pemaparan panduan PPI TBC di congregate setting, diskusi dan curah pendapat, dan diakhiri dengan setting lokasi untuk pelaksanaan hari kedua. Pada hari kedua, kegiatan dimulai dengan visitasi/kunjungan ke ruangan fasilitas berasrama/pabrik/kantor untuk mengukur Air Change/Hour (ACH), relative humidity (RH), temperatur, dan kualitas udara dalam ruangan. Setelahnya, kegiatan diakhiri dengan diskusi pembuatan paparan kegiatan yang meliputi hasil visitasi/kunjungan, rekomendasi prosedur PPI dan alur mekanisme rujukan pasien TBC. 

Untuk peningkatan penemuan kasus aktif, kader di sekitar lokasi PPI juga melakukan skrining dan edukasi kepada beberapa penghuni dari tempat congregate setting tersebut. Kemudian di hari terakhir, kegiatan PPI di tutup dengan penyampaian paparan hasil workshop PPI, diskusi lanjutan dan feedback prosedur pengendalian dan pencegahan penularan TBC, serta penyampaian kesimpulan akhir prosedur pencegahan dan pengendalian penularan TBC. Implementasi workshop PPI di beberapa setting lokasi tersebut mempunyai tujuan:

  1. Memberikan pemahaman mengenai Panduan PPI TBC di area congregate settings
  2. Melakukan asesmen dan rekomendasi ke institusi terkait upaya pencegahan dan pengendalian infeksi TBC
  3. Menyusun, mengembangkan, dan menyepakati prosedur standar institusi dalam upaya pencegahan penularan TBC dan COVID-19, termasuk sistem rujukan dan integrasi institusi dengan surveilans kepada fasyankes setempat
  4. Mendapatkan input perbaikan terhadap dokumen PPI di congregate setting dengan pengalaman dan pembelajaran implementasi yang sudah berjalan
  5. Mendapatkan input untuk pengembangan dan penyusunan Pedoman PPI TBC pada komunitas

Dengan tujuan-tujuan diatas, besar harapan seluruh elemen pemegang kebijakan dan pelaku program kegiatan dari congregate setting dapat menjalankan rekomendasi-rekomendasi yang disepakati pada setiap akhir kegiatan workshop PPI sesuai settings lokasi. 

 

Hari Tuberkulosis Sedunia 2023: Momentum Peningkatan Literasi Masyarakat terhadap Tuberkulosis

Minggu, 21 Mei 2023, Tim Komunitas Konsorsium Penabulu – STPI yang diwakili oleh PR, SR, SSR dan tentunya Kader Komunitas dari beberapa sudut penjuru DKI Jakarta, Banten (Tangerang dan Tangerang Selatan), Jawa Barat (Bekasi dan Depok) berkumpul bersama di Bundaran HI untuk melakukan kampanye TOSS TBC, BOSS! “Temukan, Obati Sampai Sembuh Tuberkulosis, Bersama Kolaborasi Komunitas! dalam rangka peringatan Hari Tuberkulosis Seduania (HTBS) pada sekitaran Jalanan Sudirman – Thamrin. Terdapat kurang lebih 200 orang yang dibagi ke dalam 10 kelompok kampanye untuk memberikan edukasi dan pemahaman pengetahuan yang komprehensif tentang TBC dan TPT. Selain juga proses edukasi organik kepada masyarakat yang berkegiatan di sekitaran Sudirman – Thamrin dilakukan secara langsung, kegiatan kampanye ini juga terintegrasi secara paralel ke dalam akun-akun media sosial konsorsium komunitas dan gimmick Game Tuberculosis Warrior by Johnson and Johnson.

Tim mobilisasi sosial foto bersama dengan pengunjung Car Free Day, Jakarta

Kegiatan #HTBSdiCFD memberikan dampak signifikan terhadap engagement media sosial terutama untuk Instagram/IG @tbc.komunitas. Penuansaan kampanye #HTBSdiCFD melalui media sosial berhasil meningkatkan traffic IG pada hari itu dengan total akun users IG yang menjangkau @tbc.komunitas sebanyak 1.026 (meningkat 123%) dan jumlah 141 (meningkat 1.075%) untuk akun users yang berinteraksi dengan IG @tbc.komunitas. Hal lain dapat terlihat dari penambahan pengikut (followers) IG @tbc.komunitas dengan total tambahan 124 users yang kebanyakan berada pada usia produktif yaitu 25-34 tahun. Selain dilihat dari jangkauan dan penambahan pengikut, kenaikan engagement juga muncul pada hasil infografis aktivitas profil IG. Sebanyak 5 akun mengunjungi IG @tbc.komunitas melalui tautan eksternal dan 404 akun mengunjungi melalui platform IG yang notabene semua pengikut berasal dari Jakarta. Hasil traffic kenaikan engagement kampanye #HTBSdiCFD tentunya dapat menjadi referensi yang kuat untuk pengembangan konsep kampanye mendatang baik dari segi konten, sasaran konten, dan implementasinya agar menunjukkan grafik peningkatan yang baik di kemudian hari.

Tim mobilisasi sosial mengajak pengunjung Car Free Day bermain game TB Warrior untuk mendapatkan merchandise menarik

Berikutnya dari segi kunjungan website, terdapat 203 pengakses dan total 218 jumlah kunjungan pada hari tersebut. Hal ini merupakan sebuah keuntungan dan sesuai dengan tujuan kegiatan kampanye TOSS TBC, BOSS!, mengingat masih kurangnya pemahaman masyarakat terkait dengan TBC dan PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI itu sendiri. Sementara, untuk akses dalam permainan TBC Warrior, beberapa catatan yang berhasil terekam antara lain: terdapat 111 users yang mengakses game TBC Warrior yang merupakan salah satu gimmick kampanye TOSS TBC, BOSS!. Dengan rata-rata 5x dari 111 users mengakses game TB Warrior pada pagi hari itu. Serta diperkirakan jumlah screening time rata-rata yang dihasilkan, mencapai hampir 1 menit, atau 47 detik.

Seluruh peserta berkumpul bersama untuk persiapan mobilisasi sosial

Country Team The Global Fund Menilik Implementasi Program TBC di Indonesia

The Global Fund adalah sebuah mekanisme yang dibentuk oleh PBB untuk menghimpun dana bantuan global dengan tujuan memerangi tiga penyakit yaitu AIDS, TBC dan Malaria. Sejak tahun 2003 hingga 2023, Indonesia mendapat alokasi hibah The Global Fund sebesar USD 1,45 Miliar (Rp 20,89 Triliun) yang diberikan kepada Principal Recipient (PR) yaitu Kementerian Kesehatan dan komunitas. Hingga saat ini investasi The Global Fund untuk Indonesia merupakan yang terbesar ke-2 di Asia setelah India. 

Foto bersama tim The Global Fund dengan kader komunitas

PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI merupakan salah satu penerima hibah dari The Global Fund dengan fokus untuk eliminasi TBC. Program yang dilaksanakan selama tiga tahun ini menjadikan komunitas harus bekerja keras di 30 provinsi wilayah intervensi untuk meningkatkan literasi masyarakat terkait TBC dan memastikan bahwa pasien yang sakit TBC dapat dirujuk dan diobati sampai sembuh.

Sehingga, untuk menilik lebih jauh tentang implementasi pelaksanaan program eliminasi TBC, dua supervisor dari The Global Fund yaitu Thuy-Co Caroline Hoang dengan Bryce Cleborne mengunjungi beberapa fasyankes di Indonesia selama dua hari pada tanggal 27-28  Mei 2023.

Tim The Global Fund melihat proses dampingan untuk pasien TBC di Klinik Asisi

Di hari pertama, Thuy-Co dan Bryce mengunjungi Klinik Asisi di Tebet, Jakarta Selatan didampingi beberapa tim dari CCM Indonesia, Kementerian Kesehatan, USAID Star dan PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI. Kegiatan kunjungan diawali dengan melihat kondisi dari ruang dan alur pemeriksaan yang diterapkan di Klinik Asisi. Ibu Wiwin sebagai salah satu penanggung jawab dari program TBC di Klinik tersebut pun menjelaskan secara detail proses pemeriksaan pasien TBC, stok obat, fasilitas laboratorium dan unsur terkait TBC lainnya. Perlu diketahui bahwa Klinik Asisi merupakan salah satu klinik swasta yang telah ber-MoU untuk kerjasama dalam penemuan terduga dan penatalaksanaan kasus TBC. Setelah menilik alur pemeriksaan beserta dengan fasilitasnya, tim The Global Fund menuju ke aula untuk mendengarkan bagaimana proses eliminasi TBC di Klinik Asisi berjalan. Sesi presentasi dimulai dari Ibu Wiwin yang menyampaikan progress capaian dan bentuk kerjasama yang dijalankan selama ini bersama dengan fasyankes lainnya di wilayah tersebut. Kemudian, acara dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab. Ibu Halimah, sebagai wakil dari kader komunitas pun berkesempatan untuk menyampaikan alur investigasi kontak di wilayahnya serta beberapa isu dilapangan baik dari segi hambatan, capaian, serta penerimaan masyarakat terhadap peran kader itu sendiri. 

Pasien TBC RO mendapatkan kesempatan untuk berbincang dengan tim dari The Global Fund
Pemeriksaan stok obat untuk pasien TBC di RSIJ Cempaka Putih

Melanjutkan kegiatan di hari kedua, tim The Global Fund melakukan kunjungan menuju ke Puskesmas Sawah Besar dan Rumah Sakit Islam Jakarta, Jakarta Pusat. Di kedua fasyankes tersebut, tim  The Global Fund diajak untuk melihat laboratorium, poli TBC, stok obat, dan fasilitas lainnya untuk pasien TBC. Selain itu, tim The Global Fund juga berkesempatan untuk berbincang dengan salah satu pasien TBC RO di masing-masing fasyankes. Dengan kesempatan itu, pasien diberikan ruang untuk menyampaikan bagaimana proses pengobatan yang dilakukannya selama ini, progress penyembuhan, dampingan dari komunitas, dan bantuan-bantuan yang diterima baik dari Puskesmas/Rumah Sakit maupun komunitas selama ini.

Ibu Ambar (kader komunitas) menceritakan implementasi eliminasi TBC di lapangan

Selanjutnya, di kedua fasyankes tersebut juga terdapat sesi diskusi, yang mana masing-masing fasyankes menyampaikan progress capaian, implementasi serta kerjasama yang dijalin terutama perihal dengan data indeks. Di kedua sesi tersebut, komunitas khususnya Ibu Ambar sebagai salah satu wakil dari kader komunitas mengucapkan terima kasih kepada The Global Fund atas bantuan yang diberikan. Ibu Ambar sebagai kader sangat senang karena bisa membantu pasien hingga sembuh. 

Foto bersama dengan seluruh stakeholder di Puskesmas Sawah Besar

Dengan kunjungan tersebut, besar harapan bahwa The Global Fund dapat menampung semua informasi dan aspirasi sebagai salah satu referensi dalam keputusan pembuatan kebijakan nantinya. Komunitas juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh stakeholder terkait atas bantuan dan kerjasama yang dijalin selama ini sehingga dapat mengoptimalkan proses eliminasi TBC yang dijalankan.

 

Biar Saya Saja yang Sakit (TBC), Anak Saya Jangan (Harus Tetap Sehat)

Foto bersama seluruh narasumber dengan seluruh peserta Diskusi Publik TPT 2022

Sleman, 2 September 2022 – Indonesia merupakan negara ketiga dengan beban Tuberkulosis (TBC) tertinggi di dunia (GTR 2021). Tidak semua orang yang terinfeksi kuman TBC akan mengalami gejala sakit TBC, kondisi ini dikenal dengan infeksi laten TBC (ILTB). Untuk dapat mengatasi kondisi tersebut diupayakan pemberian obat Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) kepada kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC yang sehat dan yang berisiko tinggi terkena TBC. Pada semester pertama Tahun 2022, capaian TPT di Indonesia mencapai 3.420 orang, angka ini walaupun masih rendah namun perlu diapresiasi semua pihak, mengingat cakupan pasien TBC bakteriologis baru yang ditemukan pada periode Januari-Juni 2022 sebanyak 91.869 orang. Sehingga dibutuhkan penguatan kolaborasi dan usaha lebih masif untuk memberikan TPT.

Rendahnya cakupan pemberian TPT masih terkendala beberapa hal, antara lain: (a) masih rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai ILTB dan TPT, termasuk keamanan pemberian TPT; (b) sehingga masih terjadi penolakan yang datang dari orang tua/wali/keluarga anak dengan faktor risiko TBC yang kontak erat atau tinggal serumah dengan pasien TBC serta (c) pemahaman pada tenaga kesehatan yang masih bervariasi terhadap perlu atau tidaknya Pemberian TPT, serta (d) ketersediaan  dan jaminan keberlanjutan logistik TPT di fasilitas kesehatan. Untuk menjawab hal-hal tersebut, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI bersama SR TBC Siklus Indonesia DIY sebagai Perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil Penanggulangan TBC menggelar kegiatan Diskusi Publik bertajuk “Tanpa Tuberkulosis, Anak dan Keluarga Sehat, Indonesia Kuat!” di Sekretariat Daerah Kab. Sleman, DIY pada Jumat, 2 September 2022.

Penyampaian Presentasi oleh Country Officer WHO Indonesia, dr. Setiawan Jati Laksono

Menurut Country Officer WHO Indonesia, dr. Setiawan Jati Laksono, Terapi Pencegahan TBC adalah pengobatan yang ditawarkan kepada perseorangan yang diperkirakan memiliki risiko sakit TBC dalam rangka mengurangi risiko sakit TBC tersebut. TPT diperlukan karena mayoritas orang yang terinfeksi TBC tidak memiliki gejala atau tanda TBC, tetapi memiliki risiko untuk mendapatkan sakit TBC. dr. Setiawan juga menegaskan bukti ilmiah dari TPT “TPT sudah terbukti sebagai intervensi yang efektif untuk menghindarkan individu dari sakit TB, bahkan mengurangi risiko mengalami TB sebesar 60-90% dibandingkan dengan individu lain yang memiliki karakteristik yang sama tetapi tidak mendapatkan TPT.” Hal ini juga diperkuat dengan informasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) diwakili oleh DR. dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K), bahwa balita sehat yang kontak dengan pasien TBC harus mendapatkan TPT, TPT terbukti efektif mencegah sakit TBC dan memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Efek samping yang timbul hanya sedikit dan sebagian besar ringan serta dapat sembuh secara sempurna”. Dr. Nastiti juga memberikan penekanan pentingnya memberikan perhatian pada TBC anak, untuk mencegah kasus TBC di masa dewasa, yang berpotensi menjadi sumber penularan baru.

(Diskusi Panel 1 dengan topik “Kebijakan dan Strategi Mendukung TPT di DIY”)

Kekuatan pemerintah dalam pemberian TPT tentu menjadi modal dasar. Menurut Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Dinkes DIY, dr. Ari Kurniawati, MPH, telah dibentuk Tim Percepatan Penanggulangan TBC yang disahkan dengan Surat Keputusan Gubernur DIY nomor 55/TIM/2022 sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden 67/2021. Salah satu rekomendasi Dinkes DIY untuk melibatkan Tim Percepatan dan kolaborasi dalam Pemberian TPT adalah “seluruh organisasi profesi dapat mensosialisasikan TPT kepada semua anggota profesi; sedangkan untuk fasyankes dapat berperan untuk menyiapkan SDM pelaksana TPT”. Hal ini dikuatkan oleh Ketua KOPI (Koalisi Organisasi Profesi Indonesia) TB DIY, yang merekomendasikan tiga strategi, “untuk peningkatan TPT balita dan kontak serumah kita dapat bersama-sama (1) mengadvokasikan memberikan tanggung jawab keberhasilan TPT pada kepala pemerintahan sehingga menjadikan TPT sebagai sebuah Gerakan bersama; (2) maksimalkan IK dan deteksi ILTB di populasi rentan (3) serta komunitas dapat mengaktifkan peran dasawisma untuk pendampingan anggota yang menerima TPT maupun pengobatan TBC”.  Advokasi kepada pemerintah juga disambut baik oleh H. Koeswanto, S.IP selaku Ketua Komisi D DPRD DIY yang menyatakan dukungannya untuk Pemberian TPT dan upaya penanggulangan TBC di DIY. Menurut Ketua Komisi D DPRD DIY, pemerintah daerah harus yakin dengan upaya penanggulangan TBC dan bersama-sama bertanggung jawab dalam menanggulangi TBC.

(Diskusi Panel 2 dengan topik “Dukungan Organisasi Profesi, Dukungan Komunitas dan Pengalaman Puskesmas dalam Pemberian TPT”)

Bagaimana peran komunitas dan fasilitas layanan kesehatan? Rekomendasi lain dari Dinkes DIY juga membicarakan peningkatan peran komunitas dalam investigasi kontak untuk menemukan kontak yang berhak mendapatkan TPT, memotivasi untuk memulai TPT dan menjadi pengawas menelan obat TPT. Peran komunitas dalam konteks pelaksana dana hibah The Global Fund untuk TBC diwakili Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI, juga telah mengembangkan beberapa strategi peningkatan cakupan TPT melalui video partisipatif oleh kader dan Tim Kerja Komunitas mengenai TPT dan implementasi pengawasan menelan obat TBC bersamaan dengan pemberian TPT berbasis keluarga menggunakan lembar edukasi khusus TPT. Rakhmawati selaku PMELC SR Siklus DIY menyampaikan bahwa pihak komunitas mengelola kader-kader TBC untuk dapat melakukan komunikasi persuasif kepada keluarga dengan balita yang kontak serumah dengan pasien TBC. Peran dari komunitas tentu sebagai pendukung dari peran utama fasilitas kesehatan (Puskesmas) yang melakukan skrining pada keluarga (kontak serumah) pasien baru TBC terutama balita dan anak untuk mengetahui status TBC dan segera diberikan TPT jika tidak terkonfirmasi TBC, sebagaimana diungkapkan dr. Cahyo Susilowati selaku dokter fungsional Puskesmas Cangkringan. Beliau juga menyampaikan perlunya pendampingan dengan konseling serta pemantauan efek samping dari TPT.

Diskusi Publik ditutup dengan Closing Remarks dari Dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc selaku Ketua Technical Working Group (TWG) TB – CCM Indonesia yang menyatakan bahwa “Asumsinya, ILTB dan pemberian TPT adalah kunci sukes untuk dapat eliminasi TBC. Untuk dapat mengimplementasikan TPT diperlukan kepemimpinan yang kolaboratif dengan budaya kerja berbasis bukti”.  

Selanjutnya Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI akan terus mengupayakan kolaborasi untuk memperkuat dukungan sistem untuk Pemberian TPT sekaligus “demand creation” sehingga gerakan bebas TBC dapat diwujudkan untuk mewujudkan eliminasi TBC 2030. Sebagaimana diungkapkan salah satu pasien TBC yang bersedia memberikan TPT kepada Tim Kerja Komunitas yang mendampingi “Biar saya saja yang sakit (TBC), anak saya jangan (harus tetap sehat)”.

 Komunitas Berdaya, Akhiri TBC di Indonesia!

Rapat Koordinasi Nasional Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI 2022: Evaluasi dan Penyusunan Strategi sebagai Upaya Peningkatan Implementasi Program Eliminasi Tuberkulosis

(Ibu Heny didampingi oleh para manajer menyampaikan arahan kepada 30 SR Provinsi dan 1 SR Tematik dalam acara Rakornas 2022)

Jakarta, 26 Maret 2022 Principal Recipient (PR) Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dengan tema “Komunitas Berdaya, Akhiri TBC di Indonesia” di Bogor.  Acara dimulai pada hari Senin (18/7/2022) hingga Jumat (22/7/2022). Pertemuan Rakornas tahun 2022 menjadi agenda penting bersama untuk melakukan pembaharuan informasi, strategi implementasi sesuai dengan perkembangan dan capaian kontribusi komunitas dalam penanggulangan Tuberkulosis (TBC) di Indonesia . Selain itu, Rakornas digunakan sebagai ruang untuk memperkuat kemampuan pengelola program dalam menggunakan tools perencanaan, monitoring dan evaluasi dari aspek program, keuangan, pengelolaan pengetahuan dan manajemen data.

Dalam acara pembukaan, Bapak Muhammad Hanif selaku Authorized Signatory PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI menyampaikan bahwa penanganan eliminasi TBC  adalah tantangan yang luar biasa menantang banyak sekali hambatannya, namun beliau yakin bahwa setiap elemen komunitas mempunyai peran pentingnya masing-masing. ”Kita sudah mencapai sesuatu, tapi masih ada tantangan dan waktu untuk memanfaatkan sisa waktu.  Kader, Patient Supporter (PS) dan Manager Kasus (MK) TBC  adalah ujung tombak melakukan Investigasi Kontak, rujukan dan meyakinkan warga dan masyarakat serta membantu memastikan pengobatan TBC sampai selesai. Dan Rakornas ini adalah suatu upaya untuk menemukan solusi dan jalan keluar atas segala hambatan yang terjadi di lapangan,” ucap beliau.

(Ibu Heny Prabaningrum sebagai National Program Director menyampaikan sambutannya di Rakornas)

Dilanjutkan oleh Ibu Henny selaku National Program Director dari PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI, beliau menambahkan bahwa “Rapat Koordinasi adalah momentum untuk melakukan refleksi terkait segala pembelajaran yang sudah dilakukan di semester lalu. Kita juga harus mencari dan memutuskan strategi seperti apa yang akan kita ambil dalam upaya peningkatan implementasi program sehingga capaian yang diperoleh juga maksimal,” tambahnya. 

Setelah sambutan dari Authorized Signatory dan National Program Director acara dilanjutkan dengan pemaparan situasi Konsorsium Q5 2022 yang disampaikan oleh para manager. Dwi Aris Subakti (Monitoring Evaluation and Learning (MEL) Manager PR PB-STPI) menjelaskan terkait Capaian Indikator Utama Wilayah Kerja Konsorsium Komunitas Q5 2022, dilanjutkan dengan pemaparan  Kontribusi Pelaksanaan Kegiatan serta Pengelolaan Kader dalam Capaian Indikator Utama yang disampaikan oleh Barry Adhitya (Program Manager PR PB-STPI), kemudian update Perkembangan Serapan Anggaran yang dijelaskan oleh Farhan (Finance and Operation Manager PR PB-STPI), dan yang terakhir yaitu pemaparan Perkembangan Kemitraan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Konsorsium Komunitas yang disampaikan oleh Sugeng (Human Resources and Administration  Manager PR PB-STPI).

 

(Bapak Setiawan Jati Laksono dari WHO Indonesia menjadi moderator  Diskusi Panel 1 dengan tema : Kemitraan Komunitas dengan Pemerintah Menuju Eliminasi TBC di Indonesia)

Selanjutnya di hari kedua, acara dilaksanakan dengan pemberian materi dan diskusi yang disampaikan oleh para narasumber ahli. Diskusi panel 1 di moderatori oleh Setiawan Jati Laksono dari WHO Indonesia dengan mengusung tema “Kemitraan Komunitas dengan Pemerintah Menuju Eliminasi TBC di Indonesia”. Diskusi ini dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia yaitu drg. Agus Suprapto, M.Kes. yang menjelaskan tentang Program Terpadu Kemitraan Penanggulangan Tuberkulosis (PROTEKSI) dan Pelibatan Konsorsium Komunitas untuk Percepatan Eliminasi TBC, kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari dr. Tiffany Tiara Pakasi selaku Direktur P2PM Kementerian Kesehatan RI yang memaparkan terkait Strategi Kolaborasi Active Case Finding (ACF) Pemerintah dan Konsorsium Komunitas untuk Percepatan Eliminasi TBC, disambung dengan pemaparan dari Ketua Umum PP Asosiasi Dinas Kesehatan, dr. M. Subuh, MPPM dengan materi Strategi Kolaborasi Adinkes dan Konsorsium Komunitas dalam Pencapaian dan Pemantauan Standar Pelayanan Minimal (SPM) TBC, dan diakhiri dengan penjelasan dari TWG TB,  Adang Bachtiar, MPH, DSc. dengan materi Harmonisasi Target, Capaian, Strategi Implementasi GF TB Pemerintah, Adinkes dan Komunitas.

Setelah diskusi panel 1 berakhir, acara disambung dengan diskusi panel 2 yang dipimpin oleh Meirinda Sebayang dari Jaringan Indonesia Positif. Narasumber yang hadir yaitu Zero TB yang menjelaskan terkait Pembelajaran dan Kolaborasi Zero TB dengan Komunitas dalam ACF Menggunakan Chest X-Ray di DIY, dilanjutkan pemaparan dari USAID TB Private Sector (TBPS) dengan materi  Peluang Kolaborasi USAID TBPS dengan Komunitas dalam Pendekatan Public Private Mix dan diakhiri dengan penyampaian materi dari SWG TB-HIV dengan tema Strategi Kolaboratif Implementasi RAN TB HIV. Selanjutnya, acara dilanjutkan dengan pemberian Tanggapan Kolaborasi Konsorsium dan Program Eliminasi di Indonesia yang disampaikan oleh dr. Carmelia Basri, M.Epid (Ahli Tuberkulosis).

Kemudian di hari kedua, pemaparan materi dan update juga disampaikan kembali oleh para manajer dan SR Tematik. Dwi Aris Subakti (MEL Manager PR PB-STPI) menjelaskan terkait Hasil Kajian dan Pembelajaran Konsorsium, Farhan (FO Manager PR PB-STPI) memaparkan Hasil Temuan dan Rekomendasi Auditor, Budi Hermawan (Sub-Recipient Manager  Tematik POP TB) mempresentasikan Peran Strategis SR Tematik dalam Community System Strengthening TBC (CRG, CBMF, Paralegal, Hotline), dan yang terakhir Barry Adhitya (Program Manager PR PB-STPI) menyampaikan terkait Sinkronisasi Program Konsorsium terhadap Strategi Nasional Konsorsium Komunitas dalam Eliminasi TB. Setelah semua presentasi telah selesai disampaikan, peserta diarahkan untuk saling mengelompok per grup dengan fasilitator masing-masing di wilayahnya. Dalam grup tersebut, peserta diwajibkan untuk melakukan forum diskusi terkait status situasi Konsorsium, berdasarkan anvar, hasil monthly meeting SR 2022 terkait dengan indikator utama dan proses Konsorsium Komunitas PB-STPI serta tantangan dan peluang implementasi program Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI, antara lain: pencatatan dan pelaporan, managemen, kapasitas dan sumber daya internal SR dan faktor pihak eksternal.

(Anton dari SR Riau mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusi)

Berlanjut di hari ketiga, seluruh peserta melanjutkan forum diskusi sesuai dengan pertanyaan yang telah diberikan sebelumnya. Setelah sesi diskusi berakhir, Barry Adhitya sebagai Program Manager memoderatori jalannya presentasi untuk menyampaikan hasil diskusi dari setiap grup. Terdapat empat perwakilan yang mempresentasikan hasil diskusi dari setiap grup yaitu Hidayat SRM NTB, Lukman SRM Banten, Anton SRM Riau dan Beni SRM Jambi. Setelah pemaparan presentasi dari peserta selesai, dr. Carmelia Basri, M.Epid , Authorized Signatory  & Management Advisory Team, National Program Director, serta para Manajer menanggapi hasil presentasi yang disampaikan oleh peserta.

(Thoriq Hendrotomo dari DM Coordinator menyampaikan materi terkait dengan situasi dan kebijakan enabler)

Mengakhiri lokakarya ini, acara masih dilanjutkan dengan pemberian materi dari beberapa narasumber. Pemaparan yang pertama yaitu tentang Refreshment Kader yang disampaikan oleh Field Program Coordinator, Rahmat Hidayat. Kemudian disusul dengan penjelasan tentang situasi dan kebijakan enabler oleh Raisa Afni Afifah (MDR-TB Coordinator), Thoriq Hendrotomo (DM Coordinator) dan Subhan (IC Coordinator),  dan diakhiri oleh penjelasan tentang update Strategi dan Produk Komunikasi Konsorsium oleh Permata Silitonga (KM Coordinator) dan Winda Eka Pahla (Communication Staff).

Di akhir kegiatan rakornas, dr. Carmelia Basri, M.Epid juga memberikan nasihat dan petuah kepada seluruh peserta agar terus bekerja dengan semangat dalam mencapai tujuan. Dan setelah sesi tanggapan berakhir, Eko Komara selaku Authorized Signatory juga menyampaikan bahwa pemberdayaan komunitas akan dapat terus tercipta jika terdapat kesinambungan dan keselarasan bekerja baik antara pemerintah, organisasi masyarakat dan lainnya. Oleh sebab itu, setelah acara Rakornas berakhir, beliau berharap bahwa seluruh elemen dapat berkoordinasi secara harmonis untuk mencapai tujuan bersama. Kemudian, Direktur Program Nasional, Ibu Heny, didampingi para manajer menutup acara rakornas 2022 dengan meminta seluruh peserta untuk bekerja secara kompak. Beliau juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta yang telah hadir untuk bersama-sama mengevaluasi dan menentukan strategi yang akan dilakukan di semester selanjutnya agar mendapat capaian yang lebih baik kedepannya. 

TALKSHOW “TALK x BINCANG TBC 2022” : Mari Cegah TBC Anak Dengan Pemberian TPT pada Balita

(Foto bersama dengan narasumber-narasumber talkshow yaitu Dokter Hetty, Ibu Khadijah, Ibu Julaeha dan Kak Rinaldi)

Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit infeksi yang  banyak menyebabkan kematian. Tidak hanya menyerang orang dewasa, TBC juga dapat terjadi pada anak-anak. Global TB Report 2021 memperkirakan bahwa terdapat 4 juta anak usia di bawah 5 tahun terkena TBC akibat kontak serumah dengan pasien TBC. Sehingga pada kasus ini, pemberian obat TPT (Terapi Pencegahan TBC) menjadi langkah penting untuk dilakukan kepada orang-orang yang melakukan kontak erat dengan pasien terutama bagi balita.

Perlu diketahui, TPT adalah serangkaian program pemberian pengobatan dengan satu atau lebih jenis obat antituberkulosis yang diberikan untuk mencegah berkembangnya penyakit TBC di tubuh seseorang. Pemberian obat TPT dapat diberikan dalam jangka waktu 3-6 bulan secara rutin sesuai dengan pertimbangan dokter. Upaya pemberian TPT ini merupakan usaha untuk mengurangi jumlah balita yang menjadi sakit TBC. Namun, sayangnya, literasi dan pengetahuan masyarakat terkait dengan TPT masih sangat kurang. Bahkan, beberapa keluarga yang kontak erat dengan pasien pun menolak untuk mendapatkan TPT.

Menanggapi kurangnya informasi tentang TPT di masyarakat, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI bersama dengan Stop TB Partnership Indonesia mengadakan acara Talkshow TALK x BINCANG TBC sebagai upaya kolaborasi  untuk mengajak  dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan  informasi TPT kepada anak.

Acara ini menyuguhkan talkshow komunikatif spesial Hari Anak Nasional 2022 dengan mengundang 4 narasumber yaitu Ibu Khadijah (Orangtua Anak Penerima TPT), Ibu Julaeha (Kader TPT Banten), dr. Hetty Wati Napitupulu, SpA (Dokter Spesialis Anak) dan Apt. Rinaldi Nur Ibrahim, S.Farm (Duta TBC) yang diselenggarakan pada tanggal 23 Juli 2022 di kantor PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI.

Acara talkshow dibuka oleh pemaparan dari Apt. Rinaldi Nur Ibrahim yang menjelaskan kondisi TBC di Indonesia. “Indonesia ini berada pada posisi ke-3 di dunia untuk kasus TBC. Sebenarnya kalau dibandingkan dengan tahun 2020, kasus TBC di Indonesia ini mengalami penurunan, namun bukan karena banyak yang sembuh tapi karena angka notifikasi kasusnya menurun akibat dampak pandemi COVID-19,” ucapnya.  Notifikasi yang rendah tersebut juga menunjukkan bahwa kemungkinan penularan TBC masih banyak terjadi. Sehingga, pemberian TPT merupakan langkah yang baik untuk mencegah terjadinya sakit TBC dan menurunkan beban TBC di Indonesia.

(Ibu Julaeha, Kader dari SR Banten menceritakan usahanya dalam memberikan edukasi TPT kepada masyarakat di wilayahnya)

Banyaknya kasus TBC juga dialami oleh provinsi-provinsi di daerah contohnya yaitu Banten. Ibu Julaeha selaku kader TBC mengatakan bahwa wilayah kerjanya yaitu Banten menduduki peringkat ke-3 dengan kasus TBC tertinggi di Indonesia.”Kasus di wilayah kami masih tinggi. Sehingga butuh adanya sosialisasi terhadap masyarakat. Karena eliminasi TBC tidak hanya dapat bertumpu kepada tenaga kesehatan, namun juga para pemangku kepentingan lainnya seperti pemerintah baik dari tingkat desa hingga nasional,” tuturnya. 

Sehubungan dengan situasi tersebut, dr. Hetty sebagai dokter spesialis anak memberikan tanggapan terkait dengan kondisi genting yang terjadi saat ini. Beliau menyampaikan bahwa pemberian TPT adalah langkah yang baik sebagai upaya eliminasi TBC terutama pada anak-anak.”TBC ini merupakan penyakit infeksi yang dapat terjadi dalam jangka panjang di tubuh kita. Sehingga, semua anak terutama balita yang kontak dengan pasien TBC Paru harus diberikan TPT. Karena daya tahan tubuh anak-anak belum cukup kuat sehingga ada kemungkinan resiko terinfeksi kuman TBC yang nanti didalam tubuhnya dapat terjadi infeksi TBC Laten bahkan TBC,” jelasnya. 

Walaupun sudah kita pahami bahwa pemberian TPT sangat penting untuk mencegah TBC, namun adanya pro kontra opini di masyarakat terkait dengan TPT yang masih sering dijumpai oleh Ibu Julaeha. “Saat melakukan Investigasi Kontak, kami masih sering menemui beberapa orangtua yang menolak untuk kita kunjungi apalagi untuk mendapatkan TPT. Maka saya sebagai kader berharap semua pemangku kepentingan dapat turun tangan untuk membantu mensosialisasikan informasi terkait TPT kepada seluruh masyarakat,” ucapnya.

(Ibu Khadijah selaku orang tua dari anak yang menerima TPT menyampaikan pendapatnya terkait dengan TPT)

Dibalik banyaknya orang tua yang menolak untuk anaknya mendapatkan TPT, Ibu Khadijah sebagai orang tua anak yang menerima TPT mempunyai pandangan lain. Beliau sangat yakin bahwa TPT dapat membantu anaknya untuk terhindar dari TBC. “Kondisi anak saya setelah mendapatkan TPT kondisinya sehat dan baik. Saya menginformasikan keluarga saya bahwa TPT ini sangat baik untuk kesehatan keluarga. Jadi anak saya, bahkan kami sekeluarga juga memutuskan untuk melakukan TPT,” jelas beliau. 

Di akhir dialog, seluruh narasumber mengajak seluruh masyarakat untuk bertekad melakukan eliminasi TBC 2030. Mari kita lindungi generasi Indonesia dari kuman TBC dengan melakukan TPT. Semoga, kegiatan Talkshow TALKS x BINCANG TBC ini, dapat membantu meningkatkan literasi masyarakat terkait dengan TPT dan membantu Indonesia bebas TBC tahun 2030. 

 

BAZNAS dan Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI Luncurkan Gerakan Kampanye dan Galang Dana “24/3” untuk Pasien Tuberkulosis

JAKARTA – Dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI (PB-STPI) berkolaborasi dalam meluncurkan Gerakan Kampanye dan Galang Dana “24/3” untuk pasien tuberkulosis (TBC). Setiap tahunnya HTBS diperingati pada 24 Maret, yang mana tahun 2022 bertema “invest to End TB, Save Lives”. Konsorsium PB-STPI memaknai tema tersebut dengan mengupayakan dukungan finansial melalui kolaborasi penggalangan dana untuk pasien TBC bersama BAZNAS.

Berlokasi di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, peluncuran galang dana diisi dengan webinar bertema “Investasi Filantropi dalam Eliminasi Tuberkulosis; Bumi Kita, Sehat Bersama, Bebas dari TBC”. Kegiatan dibuka oleh Pimpinan BAZNAS, Direktur Utama RSIJ dan Authorized Signatories PB-STPI. RSIJ sebagai RS swasta pertama di Jakarta yang merintis layanan TBC sangat mengapresiasi upaya kolaborasi BAZNAS dan PB-STPI.

“Masalah kesehatan saling berkelindan, khususnya berkaitan dengan masalah sosial dan ekonomi. Sangat mengapresiasi terlibatnya BAZNAS.Jika kita bisa melakukan upaya secara kolektif, maka akan semakin kuat dalam menanggulangi TBC.” ujar dr Pradono selaku Dirut RSIJ CP.

Sementara itu Pimpinan BAZNAS RI, Saidah Sakwan MA menyebut sinergi yang terjalin merupakan bentuk dukungan BAZNAS dalam mengentaskan penyakit TBC.

“Melalui kolaborasi ini BAZNAS berupaya meningkatkan pemahaman terhadap pendekatan filantropi sebagai upaya investasi yang berkelanjutan dalam mendukung Gerakan eliminasi TBC,” ujar Saidah.

Menurut Saidah, sebagai langkah awal penggalangan dana akan dimulai pada April-Juni 2022, dengan membuat sebuah sistem untuk fundraising dari BAZNAS yang diperuntukkan kepada pasien TBC.

Turut hadir sebagai pembicara Pimpinan BAZNAS RI Rizaludin Kurniawan M.Si pada talkshow BAZNAS dan Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI dengan tema “Investasi Filantropi dalam Eliminasi Tuberkulosis; Bumi Kita, Sehat Bersama, Bebas dari TBC”.

Konsorsium Penabulu-STPI menjelaskan, kegiatan kampanye dan galang dana untuk pasien TBC ini sangat diperlukan karena dana yang tersedia dari The Global Fund saat ini fokus pada pengobatan, penemuan kasus, serta pendampingan pasien. Namun, pasien dan keluarga pasien TBC memerlukan dukungan lain selama masa pengobatan, seperti bahan pangan, vitamin, dan dana kebutuhan harian.

Sejalan dengan pengalaman sebagai penyitas TBC, yakni Budi, Ketua POP TB. “Terdapat beragam hambatan dalam menuju jalur kesembuhan yang dihadapi oleh pasien TBC. Agar dapat menjalankan proses pengonbatan dan sembuh, maka pasien TBC membutuhkan dukungan mulai dari gejala muncul, mengakses perawatan, diagnosis, mulai pengobatan, menjalani pengobatan dan rehabilitasi. Penting untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi, rumah sehat, bantuan sosial dan pendampingan psikososial”, jelasnya.

dr. Cut Yulia selaku PJ Poli TB MDR RSIJ menyampaikan bahwa durasi pengobatan yang lama dan kompleksitas pengobatan menyebabkan dampak ekonomi karena masih banyak perusahaan yang belum bisa menerima pegawai dengan TB sehingga menyebabkan pasien kehilangan pekerjaan. Keadaan seperti ini mempengaruhi kepatuhan dan akses pasien terhadap pengobatan, efek samping obat (ESO) yang beragam juga seringkali menyebabkan turunnya motivasi berobat.

“Untuk itu, kami bersama BAZNAS berupaya dalam mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat TBC di Indonesia dengan memenuhi kebutuhan gizi pasien TBC melalui penggalangan dana ini,” ujar dr Nurul Nadia.

Authorized Signatory Konsorsium Penabulu-STPI, dr Nurul Nadia mengucapkan terima kasih kepada BAZNAS yang telah memfasilitasi penggalangan dana ini dengan baik.”Semoga Gerakan Kampanye dan Galang Dana “24/3″ dapat berjalan dengan sukses dan bermanfaat bagi para pasien TBC.”

dr. Erlina Burhan, selaku Ketua Organsiasi Profesi Tuberkulosis (KOPI TB) menyampaikan perlu adanya kolaborasi seluas-luasnya dan mengapresiasi upaya BAZNAS dan PB-STPI. “Jika kita tetap mempertahankan “business as usual”, maka kita tidak akan bisa mencapai target eliminasi TB pada 2030,” jelasnya.

Penggalangan Dana 24/3 dengan tema “Dukung Sembuh; Sehat Bersama” merupakan program Konsorsium Penabulu-STPI dan BAZNAS untuk pasien TBC berupa pemberian PMT atau santunan untuk 30 provinsi di seluruh Indonesia. “Upaya ini diharapkan dapat mendukung pasien untuk sembuh dan bisa sehat bersama, ” ujar Barry Adithya, Program Manager PB-STPI.

Bertepatan dengan hari Kesehatan sedunia, peluncuran galang dana juga mengangkat tema terkait Bumi Kita, Sehat Bersama, Bebas dari TBC. Dengan menyelamatkan bumi, maka dapat berkontribusi pada tingkat kesehatan manusia secara luas, termasuk untuk dapat Sehat Bersama dalam upaya penanggulangan TBC.

Kondisi rumah menjadi salah satu prioritas yang perlu diupayakan dalam eliminasi TBC. “Saat pasien menjalani pengobatan dan tinggal di rumah yang tidak sehat, keadaan ini bisa meningkatkan risiko penularan dalam rumah yang sangat tinggi.” Ujar Ruli Oktavian, ketua YAHINTARA. Oleh karena itu, YAHINTARA selalu mengembangkan pembangunan rumah yang mudah dan murah.

“Pada kesempatan kali ini, BAZNAS juga memberikan bantuan awal kepada 20 pasien dan keluarga pasien TBC sebagai simbolisasi peluncuran penggalangan dana “24/3”. Kami berharap penggalangan dana ini dapat dilakukan di 30 provinsi dan berjalan secara berkelanjutan,” jelasnya.

Untuk melihat peluang pendekatan filantropi sebagai alternatif co-financing eliminasi TBC, Dr. Adang Bachtiar selaku Ketua TWG TB Indonesia menyampaikan bahwa perlu adanya komitmen politis dari berbagai pihak dalam meningkatkan sumber daya dalam menanggulangi TBC. Komitmen ini bisa menjadi salah satu strategi transisi jika pendanaan dari GF sudah selesai di Indonesia.

Bilangan Komitmen Penanggulangan TBC dan Pelibatan Komunitas untuk Optimalisasi Investasi Selamatkan Jiwa

Jakarta, 23 Maret 2022 – Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasus Tuberkulosis (TBC) terbanyak di dunia (2021), dan hal ini menjadikan beban ekonomi bagi Negara. Pada tingkat global, terdapat kebutuhan mendesak untuk menginvestasikan sumber daya agar dapat mengakhiri TBC. Dalam konteks penanggulangan TBC di Indonesia, telah terjalin kerjasama antar pihak pemerintah, organisasi masyarakat sipil (OMS), akademisi dan swasta. Sebagai OMS, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI (PR PB-STPI) memaknai HTBS dengan melakukan advokasi melalui kegiatan Outlook Tuberculosis 2022: Optimalisasi Investasi untuk Akselerasi Eliminasi TBC, Selamatkan Indonesia dari TBC. Berlangsung melalui Webinar pada 23 Maret, Outlook TBC 2022 menjadi ruang aspirasi bagi komunitas untuk mendapatkan acuan perkembangan strategi pemerintah dalam menanggulangi TBC serta mempersiapkan strategi untuk bermitra dan mengadvokasikannya kepada jejaring lintas sektor.

Diawali dengan keynote speaker dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), oleh Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS (Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit) menyampaikan bahwa penanggulangan TBC berkaitan erat dengan arah transformasi kesehatan dalam G20. Pemerintah berupaya untuk melibatkan semua pihak agar dapat berperan dalam upaya skrining dan deteksi serta mengalokasikan anggaran dalam memenuhi kebutuhan pasien TBC. Lebih lanjut, beliau menjelaskan pentingnya penguatan kemitraan bersama komunitas untuk dapat bersama mengoptimalkan akselerasi dan pemenuhan tujuan, “pendampingan dari komunitas sangat berdampak pada keberhasilan pengobatan,” tegasnya.

Pernyataan yang disampaikan oleh Dirjen P2P Kemenkes menjadi pemicu diskusi untuk panel pertama yakni “Peluang Indonesia untuk Berkolaborasi dalam Memenuhi Komitmen UNHLM TBC 2022”. Diskusi tersebut dipimpin oleh dr. Nurul Nadia Luntungan, MPH (Authorized Signatory PR Konsorsium Penabulu-STPI) dan menghadirkan 5 narasumber ahli. Sejalan dengan hal tersebut, dr. Donald Pardede, MPPM (Dewan Penasehat STPI) menekankan kembali bahwa terdapat rekognisi peran komunitas dalam mengoptimalkan strategi kunci dan peta jalan mencapai tujuan eliminasi TBC. Bapak Donald kembali mengingatkan bahwa target Indonesia untuk eliminasi TBC bukan hal yang mudah, namun tetap harus optimis dalam mengurangi penularan TBC. Khususnya pada 7 komitmen UNHLM yang menjadi acuan eliminasi TBC, diantaranya (1) negara harus memenuhi dalam diagnosis dan pengobatan; (2) negara harus hadir dalam pengobatan TBC; (3) negara harus hadir dalam mendukung pendanaan yang berkesinambungan; (4) negara harus hadir dalam mengakhiri stigma TBC; (5) negara memastikan ketersediaan vaksin; (6) negara memfasilitasi pengembangan kerangka multisektoral dan (7) Negara melaporkan kemajuan penanganan TBC.

Sejalan dengan hal tersebut, dr. Donald Pardede, MPPM (Dewan Penasehat STPI) menekankan kembali bahwa terdapat rekognisi peran komunitas dalam mengoptimalkan strategi kunci dan peta jalan mencapai tujuan eliminasi TBC. Bapak Donald kembali mengingatkan bahwa target Indonesia untuk eliminasi TBC bukan hal yang mudah, namun tetap harus optimis dalam mengurangi penularan TBC. Khususnya pada 7 komitmen UNHLM yang menjadi acuan eliminasi TBC, diantaranya (1) negara harus memenuhi dalam diagnosis dan pengobatan; (2) negara harus hadir dalam pengobatan TBC; (3) negara harus hadir dalam mendukung pendanaan yang berkesinambungan; (4) negara harus hadir dalam mengakhiri stigma TBC; (5) negara memastikan ketersediaan vaksin; (6) negara memfasilitasi pengembangan kerangka multisektoral dan (7) Negara melaporkan kemajuan penanganan TBC.

Di lain sisi, berdasarkan Global TB Report (2021) diketahui bahwa target TB Global masih dibawah capaian, khususnya pada rendahnya angka orang yang didiagnosis dan dilaporkan. Oleh karena itu, pada penyampaiian paparannya, Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama mengatakan bahwa pemimpin Negara perlu melakukan langkah pendanaan triple dan quadruple untuk dapat menyelamatkan jiwa dan mengakhiri TBC. Jika merujuk pada target tujuan pembangunan berkelanjutan dan target UNHLM, maka Indonesia perlu melakukan peninjauan target serta peningkatan upaya. Lebih lanjut, Prof Tjandra menyampaikan adanya peluang momentum presidensi G20 dalam upaya penanggulangan TBC di Indonesia. “Pada G20, TBC perlu dilihat sebagai investasi geopolitik dimana negara-negara yang tergabung di G20 merepresentasikan dari 50% kasus TBC di dunia.” Ujar Prof Tjandra.

Dengan begitu, tahun 2022 di tataran global, Indonesia memiliki bilangan komitmen UNHLM yang perlu dipenuhi dan peluang pembaharuan komitmen politis pada G20. Selanjutnya Pemerintah Indonesia juga perlu mengoperasionalisasikan serta merealisasikan bilangan komitmen yang tercantum pada mandat Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2021 (Perpres 67/2021) tentang penanggulangan TBC.

Outlook TBC 2022 menghadirkan 3 Kementerian yang menjadi penanggung jawab pemenuhan bilangan komitmen di tahun 2022, diantaranya adalah Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri. Mewakili Kemenko PMK, dr Nancy D Anggraeni M. Epid (Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit, Kemenko PMK) menyampaikan bahwa amanat Perpres 67/2021 telah diupayakan melalui pembentukan wadah kemitraan di tingkat nasional yang disahkan dengan Keputusan Menteri Kemenko PMK nomor 40/2021. Tujuannya adalah untuk meningkatkan peran masyarakat dan mitra dalam percepatan penanggulangan TBC dengan fokus utama pada upaya promotif, preventif dan rehabilitatif. Wadah kemitraan tersebut telah menyusun rancangan konsep Program Terpadu Kemitraan Penanggulangan TBC untuk Masyarakat Indonesia (PROTEKSI). Pada konsep ini terlihat peluang besar keterlibatan OMS dalam menjalankan perannya sebagai komunitas. Tidak hanya itu, pasal 28 Perpres 67/2021 juga menyebutkan bahwa secara taktis perlu dibentuk Tim Percepatan TBC di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dengan begitu, pihak komunitas dapat ikut serta secara bermakna dalam tim percepatan tersebut. Hal ini sejalan dengan penyampaian informasi dari Bapak Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kemenkes) “Kemenkes mengharapkan agar komunitas dapat terlibat aktif menjadi salah satu unsur dalam tim percepatan penanggulangan TBC dan dapat berkoordinasi dengan Dinkes untuk meningkatkan keterlibatan pasien TBC, mantan pasien dan melakukan pendampingan pengobatan pasien TBC.”

Hal ini didukung dengan adanya peran sentral Kemendagri dalam Perpres 67/2021 untuk memastikan implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan. Bapak R. Budiono Subambang, ST, MPM (Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III, Kementerian Dalam Negeri) menyampaikan bahwa Kemendagri telah menerbitkan Permendagri No.59 tahun 2021 tentang penerapan SPM dimana didalamnya disebutkan bahwa penemuan kasus menjadi kewajiban minimal pemerintah daerah yang harus 100% dicapai. Permendagri tersebut menjadi instrumen yang akan digunakan untuk pelaksanaan tugas sesuai amanat Perpres 67/2021. Selain itu, Kemendagri juga telah menyetujui adanya penambahan nomeklatur baru untuk TBC yang diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan penganggaran kegiatan pembiayaan rujukan orang terinfeksi TBC. Pelaksanaan SPM Kesehatan wajib dilaporkan kepada Kemendagri berkenaan dengan Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD).

Diskusi pada panel pertama memberikan asupan informasi peluang keterlibatan komunitas dengan mengupayakan advokasi serta kemitraan untuk mendukung penuh bilangan komitmen penanggulangan TBC. Agar dapat memberikan gambaran terkait kontribusi komunitas dan pengalaman kemitraan dengan Dinas Kesehatan, maka Outlook TBC 2022 dilanjutkan dengan diskusi panel 2 yang dimoderatori oleh Heny Akhmad MPA, MSc (National Director Program PR PB-STPI).

Seyogyanya, peran komunitas yang tercantum pada pasal 29 Perpres 67/2021 telah dilaksanakan secara komprehensif dengan prinsip kemitraan. Sudiyanto selaku Sub-Recipient Manager (SRM) Inisiatif Lampung Sehat menyampaikan bahwa upaya advokasi kepada pihak eksekutif dilakukan dengan mengupayakan dukungan sarana layanan, SDM dan alur pelayanan. Sedangkan untuk legislatif, advokasi dilaksanakan dengan dukungan Perda serta anggaran. Penting melakukan jejaring organisasi dengan perguruan tinggi, lembaga vertikal, perbankan, serta organisasi yang memiliki keterkaitan dengan TBC. Tidak hanya itu, OMS yang mengelola kader TBC menyampaikan bahwa komunitas memiliki kegigihan dalam penemuan kasus dan case holding. Dalam proses pendampingan pasien TBC, Tri Lestari selaku SRM YABHYSA Jawa Timur menyampaikan bahwa dalam proses pendampingan, kader seringkali mendapatkan penolakan dari pasien untuk periksa dan berobat. Namun, dengan adanya Perpres, hal tersebut menambah semangat kader dan eksistensinya sangat diakui. Yang mana, kader mempersepsikan kegiatan penemuan kasus dan pendampingan pasien TBC sebagai tugas negara. Selain itu, pelibatan kader menjadi salah satu kunci dalam melakukan advokasi ke pemerintah desa terkait pelibatan dalam membantu meringankan beban pasien TBC secara sosial dan ekonomi. Peran tim komunitas juga mengupayakan bantuan psikososial bagi pasien dan menjadi pintu awal untuk mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Tidak hanya itu, dr. Christian Lambogia selaku Koordinator Program Sub-Sub Recipient (SSR) PELKESI Manado menyampaikan bahwa pengalaman kemitraan dilakukan dengan cara proses sosialisasi kepada pihak yang berpotensi seperti CSR dan lembaga filantropi. Untuk penyuluhan dan kampanye TBC seringkali dilakukan dengan ceramah dan diskusi dengan pendekatan kolaborasi melalui tokoh agama.

Adanya kemitraan yang baik antara pihak komunitas dan pemerintah daerah ditunjukkan dengan manfaat dan dampak dari kemitraan tersebut. Hal ini disampaikan oleh drh. Berty Murtiningsih, M.Kes yang merupakan Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan DIY “Dampak kolaborasi adalah perluasan sosialisasi TBC, adanya peningkatan pendampingan pasien TBC, peningkatan penemuan kasus TBC dan adanya konsistensi keberhasilan pengobatan TBC.” Dengan prinsip menemukan sebanyak-banyaknya dan mengobati sebaik-baiknya, Dinkes DIY juga melakukan inisiasi pembentukan Tim percepatan eliminasi TBC dengan pelibatan semua OPD dan organisasi mitra TBC, termasuk pihak komunitas.

Outlook TBC 2022 ditutup dengan penyampaian dari Dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc (Direktur Center for Health Administration and Policy Studies FKM UI) terkait rekomendasi serta rencana tindak lanjut yang perlu diupayakan oleh pemangku kepentingan. “Pertemuan ini menunjukkan bahwa OMS telah melakukan peran sensitif dan spesifik untuk eliminasi TBC yang bermitra dengan pemerintah,” jelasnya. Pada peran sensitif, OMS melakukan upaya edukasi, pencegahan dan memperkuat ketahanan tanggap darurat. Sedangkan pada peran spesifik, OMS melakukan upaya peningkatan akses pencarian pengobatan. Peran OMS terbukti efektif sehingga keberdayaan perlu didukung. OMS yang efektif dalam perencanaan dan penganggaran terbukti efisien dan berkelanjutan. Peran Kemenkes adalah kunci untuk mendorong tatanan daerah dalam perencanaan dan penganggaran melalui Kerjasama dengan Kemendagri termasuk menuju agenda G20. Di lain sisi, OMS dapat menjadi jembatan dan saluran kepentingan vertikal, horizontal dan diagonal untuk perencanaan eliminasi TBC yang sinkron pada semua sektor.

Adanya perpres TBC menunjukkan bahwa disease-oriented yang eksklusif telah berakhir dan dilanjutkan dengan paradigma Health in All Policy. Diperlukan kepemimpinan yang kolaboratif dengan budaya kerja keras berbasis bukti untuk mencapai resiliensi. Dengan adanya
pengarusutamaan eliminasi TBC, hal ini perlu dimanfaatkan sebagai peta jalan dari pusat dan daerah. Untuk dapat mencapai hasil optimal maka perlu adanya sinergitas dan kolaborasi antar pihak. Senada dengan pesan kunci dari Prof Tjandra yang menyampaikan bahwa Perpres dapat menjadi peluang nasional untuk mencapai eliminasi TBC 2030 dengan penekanan pada upaya multisektor, target per daerah dan perkembangan pencapaian berkala. PR PB-STPI yang ikut berperan dalam penanggulangan TBC di 30 Provinsi dan 190 Kabupaten/Kota akan menjadikan diskusi pada Outlook TBC 2022 sebagai bahan advokasi dan kemitraan untuk Optimalisasi Investasi untuk Akselerasi Eliminasi TBC, Selamatkan Indonesia dari TBC.