MAKASSAR- Kasus tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan yang serius. Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah salah satu penyakit menular yang dapat menginfeksi semua kalangan mulai dari bayi, anak-anak, remaja sampai lansia dan menimbulkan kesakitan dan kematian lebih dari 1 juta orang setiap tahunnya.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri patogen yang disebut Mycobacterium Tuberculosis (MTB). Pada kebanyakan orang, TBC menginfeksi organ paru, namun TBC dapat juga ditemukan pada hampir semua organ tubuh seperti otak, tulang belakang, dan ginjal.
“Indonesia negara nomor dua dengan angka kejadian TBC paling tinggi di dunia, setelah India dengan jumlah kasus 969 ribu dan kematian 144 ribu per tahun atau setara dengan 16 atau lebih kematian per jam,” ujar Kasri Riswadi, Ketua Yamali TB Sulsel, Rabu (9/11/2022).
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan tahun 2022 sampai September, untuk kasus TBC baru 286 ribu dari 824 ribu kasus yang terdeteksi, sisanya 537 ribu kasus belum terdeteksi.
Kasri mengungkapkan salah satu penyebab peningkatan kasus ini karna pengetahuan masyarakat terhadap penyakit TBC masih kurang. Selain itu, faktor sosial seperti lingkungan masyarakat pun sangat beperan.
“Hingga saat ini, masih ada stigma negatif bagi penderita TBC. Beberapa stigma menyebutkan bahwa penyakit TBC adalah penyakit memalukan, penyakit orang miskin, TBC adalah penyakit guna-guna, turun-temurun. Penderita merasa dikucilkan dari lingkungannya, yang harusnya diberikan semangat dalam proses penyembuhan malah dijauhi,” terang Kasri.
Stigma ini dapat memperparah penyakit tuberkulosis paru sehingga dapat menyebabkan keterlambatan pengobatan dan berdampak negatif terhadap kelangsungan berobat penderita. Kesadaran masyarakat sangat dibutuhkan untuk membantu menekan angka kasus penyakit TBC.
Untuk mencapai target eliminasi TBC di tahun 2030, maka para penggiat TB dari Yayasan Masyarakat Peduli Tuberkulosis (Yamali TB) Sulawesi Selatan melakukan upaya sosialisasi dan menjaring pasien TB agar mendapatkan pelayanan yang seharusnya. Salah satu upaya yang dilakukan YAMALI TB untuk penemuan kasus yaitu program sensitisasi penanggulangan TBC.
“Upaya untuk memberikan pengetahuan dan mendorong perubahan sikap dan perilaku masyarakat agar sensitif atau peka terhadap isu TBC. Jika masyarakat sudah paham informasi mengenai TBC dan menerapkannya pada kehidupan sehari-hari maka bedampak pada pemutusan penularan TBC di masyarakat,” jelas Kasri.
Adapun Wasor TB Dinkes Kota Makassar, Diyah Fajarwati, menyatakan antuasiasnya atas dilaksanakannya kegiatan penyuluhan yang menyasar warga binaan Lapas Kelas 1 Makassar. Diyah juga berharap, dengan kegiatan ini terbangun kesadaran diri dan untuk orang lain agar bisa mendeteksi dini gejala TBC serta penanganannya.
Sementara dari pihak Lapas, selain dokter dan petugas lapas, hadir memberikan sambutan Kabid Pembinaan Narapidana, Jayadi Kusumah. Ia menjelaskan tentang pentingnya narapidana mengetahui penyakit menular seperti TBC. “TBC ini sulit dideteksi, penularannya mudah sehingga pengatahuan tentangnya benar-benar diperlukan. Semoga saudara semua memperoleh pengetahuan dan dapat menyambungkan informasi ini kepada warga lapas yang lain,” katanya.
Sri Jayanti Rasyid, Ketua Panitia Pemasyarakatan TB, mengatakan program sensitisasi salah satunya dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kelas I Gunung Sari Kota Kota Makassar atas kerja sama Yamali TB, Mahasiswa Magang Kampus Merdeka Yamali TB-Bakrie Center Foundation.
“Seperti yang kita ketahui bahwa tempat ini merupakan salah satu tempat yang memungkinkan penularan TBC jika warga binaan pemasyarakatan tidak mengetahui apa itu TBC dan tidak memedulikan kesehatan dan kebersihan diri dan lingkungan,” ujar Sri Jayanti.