Juniwati (50) memilih bergabung sebagai Kader Tuberkulosis sejak pertengahan tahun 2018 untuk lebih banyak lagi membantu masyarakat. Ia pun mendapatkan dukungan penuh dari keluarga saat bergabung dalam komunitas tersebut.
Ibu dari 2 orang anak ini mulai bergabung setelah mengetahui adanya pelatihan kader dan ikut serta dalam pelatihannya. Ia telah berproses selama hampir lebih lima tahun. Berbagai pengalaman pun ia dapatkan seperti melakukan pendampingan pasien TBC hingga berhasil serta melihat pasien yang didampinginya dinyatakan sembuh oleh petugas TBC. “Sebagai kader TBC, yang paling menggembirakan adalah saat pasien dampingan kita dinyatakan sembuh, apalagi kalau pasien itu dari kalangan anak-anak atau balita. Sungguh menjadi kebahagiaan tersendiri,” tuturnya.
Ibu Rumah tangga ini sebelumnya juga aktif sebagai kader posyandu dan kader KB, hal tersebut membuatnya lebih mudah melakukan penyuluhan dan pendampingan karena telah dikenal baik oleh masyarakat. “Dalam melakukan aktivitas sebagai kader TBC, baik investigasi kontak maupun penyuluhan, alhamdulillah saya pribadi cukup diterima di masyarakat. Bahkan untuk penyuluhan saya seringkali dikasi ruang penyuluhan di tempat-tempat khusus seperti di Gereja, padahal mereka tahu bahwa saya seorang Muslimah. Kita semua saling percaya,” bebernya.
Selain itu, tugasnya sebagai kader di komunitas menuntutnya untuk piawai dalam berkomunikasi. Ia perlu efektif dalam mengkomunikasikan terkait TBC karena masyarakat di lingkungannya masih banyak bertahan pada stigma yang salah terkait TBC, sehingga hal tersebut membuat mereka malu jika diajak memeriksakan diri.
Ibu Juni, demikian ia disapa oleh rekannya sesama kader, juga pernah mengalami kejadian menyedihkan saat melaksanakan tugas. Ia merasa gagal ketika pasien yang didampinginya akhirnya meninggal. “Bagaimana tidak sedih kodong, baru satu berobat tiba-tiba ia meninggal dunia,” jelasnya. Namun, kejadian itu tak memutuskan asanya untuk terus bergiat dan mensosialisasikan program TBC komunitas, ia terus bersemangat membantu masyarakat untuk ‘memerangi’ TBC.
Ibu Juni juga mengaku senang atas insentif yang ia terima sebagai bentuk apresiasi dan perhatian komunitas terhadap kader seperti dirinya. Saat insentif terlambat atau salah pencatatan pelaporan, itu merupakan salah satu bentuk perjuangannya untuk bersabar dan mengulanginya lagi. Ke depan, Ibu yang sehari-hari juga aktif mengajar TK TPA di kediamannya itu berharap agar program terus berlanjut, namun keberlanjutan dari program ini perlu lebih baik, termasuk dalam hal perhatian terhadap kesejahteraan kader. “Kami ikhlas bekerja, namun jika ada subsidi tambahan untuk biaya transportasi, akan semakin melancarkan aktivitas kami,” harapnya.
Secara capaian sebagai kader, Ibu Juni cukup baik dalam memberikan kontirbusi. Setiap bulan, temuan kasusnya dapat mencapai enam kasus TBC baru setiap bulan, belum lagi dengan kegiatan invesigasi kontak dan penyuluhan juga yang selalu dilakukannya intens setiap bulan.
Di luar aktivitas sebagai pegiat TBC, Ibu Juni adalah seorang yang super aktif. Selain terkenal sebagai kader posyandu dan kader KB, ia juga aktif sebagai kader Kesehatan Lingkungan. Dalam aktivitas hariannya, ia pun masih aktif mengajar di sebuah PAUD yang terletak di jalan Sungai Klara, Kec. Ujung Pandang, Kota Makassar.
Ditulis oleh: Kasri Riswadi (Koordinator PMEL Yamali TB Sulawesi Selatan)
Editor: Winda Eka Pahla Ayuningtyas (Communications Staff)