Ibu Juniwati, dari Kader Posyandu ke Kader TBC

Juniwati (50) memilih bergabung sebagai Kader Tuberkulosis sejak pertengahan tahun 2018 untuk lebih banyak lagi membantu masyarakat. Ia pun mendapatkan dukungan penuh dari keluarga saat bergabung dalam komunitas tersebut.

Ibu dari 2 orang anak ini mulai bergabung setelah mengetahui adanya pelatihan kader dan ikut serta dalam pelatihannya. Ia telah berproses selama hampir lebih lima tahun. Berbagai pengalaman pun ia dapatkan seperti melakukan pendampingan pasien TBC hingga berhasil serta melihat pasien yang didampinginya dinyatakan sembuh oleh petugas TBC. “Sebagai kader TBC, yang paling menggembirakan adalah saat pasien dampingan kita dinyatakan sembuh, apalagi kalau pasien itu dari kalangan anak-anak atau balita. Sungguh menjadi kebahagiaan tersendiri,” tuturnya.

Ibu Rumah tangga ini sebelumnya juga aktif sebagai kader posyandu dan kader KB, hal tersebut membuatnya lebih mudah melakukan penyuluhan dan pendampingan karena telah dikenal baik oleh masyarakat. “Dalam melakukan aktivitas sebagai kader TBC, baik investigasi kontak maupun penyuluhan, alhamdulillah saya pribadi cukup diterima di masyarakat. Bahkan untuk penyuluhan saya seringkali dikasi ruang penyuluhan di tempat-tempat khusus seperti di Gereja, padahal mereka tahu bahwa saya seorang Muslimah. Kita semua saling percaya,” bebernya.

Selain itu, tugasnya sebagai kader di komunitas menuntutnya untuk piawai dalam berkomunikasi. Ia perlu efektif dalam mengkomunikasikan terkait TBC karena masyarakat di lingkungannya masih banyak bertahan pada stigma yang salah terkait TBC, sehingga hal tersebut membuat mereka malu jika diajak memeriksakan diri.

Ibu Juni,  demikian ia disapa oleh rekannya sesama kader, juga pernah mengalami kejadian menyedihkan saat melaksanakan tugas. Ia merasa gagal ketika pasien yang didampinginya akhirnya meninggal. “Bagaimana tidak sedih kodong, baru satu berobat tiba-tiba ia meninggal dunia,” jelasnya. Namun, kejadian itu tak memutuskan asanya untuk terus bergiat dan mensosialisasikan program TBC komunitas, ia terus bersemangat membantu masyarakat untuk ‘memerangi’ TBC.

Ibu Juni juga mengaku senang atas insentif yang ia terima sebagai bentuk apresiasi dan perhatian komunitas terhadap kader seperti dirinya. Saat insentif terlambat atau salah pencatatan pelaporan, itu merupakan salah satu bentuk perjuangannya untuk bersabar dan mengulanginya lagi. Ke depan, Ibu yang sehari-hari juga aktif mengajar TK TPA di kediamannya itu berharap agar program terus berlanjut, namun keberlanjutan dari program ini perlu lebih baik, termasuk dalam hal perhatian terhadap kesejahteraan kader. “Kami ikhlas bekerja, namun jika ada subsidi tambahan untuk biaya transportasi, akan semakin melancarkan aktivitas kami,” harapnya.

Secara capaian sebagai kader, Ibu Juni cukup baik dalam memberikan kontirbusi. Setiap bulan, temuan kasusnya dapat mencapai enam kasus TBC baru setiap bulan, belum lagi dengan kegiatan invesigasi kontak dan penyuluhan juga yang selalu dilakukannya intens setiap bulan.

Di luar aktivitas sebagai pegiat TBC, Ibu Juni adalah seorang yang super aktif. Selain terkenal sebagai kader posyandu dan kader KB, ia juga aktif sebagai kader Kesehatan Lingkungan. Dalam aktivitas hariannya, ia pun masih aktif mengajar di sebuah PAUD yang terletak di jalan Sungai Klara, Kec. Ujung Pandang, Kota Makassar.


Ditulis oleh: Kasri Riswadi (Koordinator PMEL Yamali TB Sulawesi Selatan)

Editor: Winda Eka Pahla Ayuningtyas (Communications Staff)

Rapat Koordinasi Nasional Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI 2022: Evaluasi dan Penyusunan Strategi sebagai Upaya Peningkatan Implementasi Program Eliminasi Tuberkulosis

(Ibu Heny didampingi oleh para manajer menyampaikan arahan kepada 30 SR Provinsi dan 1 SR Tematik dalam acara Rakornas 2022)

Jakarta, 26 Maret 2022 Principal Recipient (PR) Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dengan tema “Komunitas Berdaya, Akhiri TBC di Indonesia” di Bogor.  Acara dimulai pada hari Senin (18/7/2022) hingga Jumat (22/7/2022). Pertemuan Rakornas tahun 2022 menjadi agenda penting bersama untuk melakukan pembaharuan informasi, strategi implementasi sesuai dengan perkembangan dan capaian kontribusi komunitas dalam penanggulangan Tuberkulosis (TBC) di Indonesia . Selain itu, Rakornas digunakan sebagai ruang untuk memperkuat kemampuan pengelola program dalam menggunakan tools perencanaan, monitoring dan evaluasi dari aspek program, keuangan, pengelolaan pengetahuan dan manajemen data.

Dalam acara pembukaan, Bapak Muhammad Hanif selaku Authorized Signatory PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI menyampaikan bahwa penanganan eliminasi TBC  adalah tantangan yang luar biasa menantang banyak sekali hambatannya, namun beliau yakin bahwa setiap elemen komunitas mempunyai peran pentingnya masing-masing. ”Kita sudah mencapai sesuatu, tapi masih ada tantangan dan waktu untuk memanfaatkan sisa waktu.  Kader, Patient Supporter (PS) dan Manager Kasus (MK) TBC  adalah ujung tombak melakukan Investigasi Kontak, rujukan dan meyakinkan warga dan masyarakat serta membantu memastikan pengobatan TBC sampai selesai. Dan Rakornas ini adalah suatu upaya untuk menemukan solusi dan jalan keluar atas segala hambatan yang terjadi di lapangan,” ucap beliau.

(Ibu Heny Prabaningrum sebagai National Program Director menyampaikan sambutannya di Rakornas)

Dilanjutkan oleh Ibu Henny selaku National Program Director dari PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI, beliau menambahkan bahwa “Rapat Koordinasi adalah momentum untuk melakukan refleksi terkait segala pembelajaran yang sudah dilakukan di semester lalu. Kita juga harus mencari dan memutuskan strategi seperti apa yang akan kita ambil dalam upaya peningkatan implementasi program sehingga capaian yang diperoleh juga maksimal,” tambahnya. 

Setelah sambutan dari Authorized Signatory dan National Program Director acara dilanjutkan dengan pemaparan situasi Konsorsium Q5 2022 yang disampaikan oleh para manager. Dwi Aris Subakti (Monitoring Evaluation and Learning (MEL) Manager PR PB-STPI) menjelaskan terkait Capaian Indikator Utama Wilayah Kerja Konsorsium Komunitas Q5 2022, dilanjutkan dengan pemaparan  Kontribusi Pelaksanaan Kegiatan serta Pengelolaan Kader dalam Capaian Indikator Utama yang disampaikan oleh Barry Adhitya (Program Manager PR PB-STPI), kemudian update Perkembangan Serapan Anggaran yang dijelaskan oleh Farhan (Finance and Operation Manager PR PB-STPI), dan yang terakhir yaitu pemaparan Perkembangan Kemitraan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Konsorsium Komunitas yang disampaikan oleh Sugeng (Human Resources and Administration  Manager PR PB-STPI).

 

(Bapak Setiawan Jati Laksono dari WHO Indonesia menjadi moderator  Diskusi Panel 1 dengan tema : Kemitraan Komunitas dengan Pemerintah Menuju Eliminasi TBC di Indonesia)

Selanjutnya di hari kedua, acara dilaksanakan dengan pemberian materi dan diskusi yang disampaikan oleh para narasumber ahli. Diskusi panel 1 di moderatori oleh Setiawan Jati Laksono dari WHO Indonesia dengan mengusung tema “Kemitraan Komunitas dengan Pemerintah Menuju Eliminasi TBC di Indonesia”. Diskusi ini dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia yaitu drg. Agus Suprapto, M.Kes. yang menjelaskan tentang Program Terpadu Kemitraan Penanggulangan Tuberkulosis (PROTEKSI) dan Pelibatan Konsorsium Komunitas untuk Percepatan Eliminasi TBC, kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari dr. Tiffany Tiara Pakasi selaku Direktur P2PM Kementerian Kesehatan RI yang memaparkan terkait Strategi Kolaborasi Active Case Finding (ACF) Pemerintah dan Konsorsium Komunitas untuk Percepatan Eliminasi TBC, disambung dengan pemaparan dari Ketua Umum PP Asosiasi Dinas Kesehatan, dr. M. Subuh, MPPM dengan materi Strategi Kolaborasi Adinkes dan Konsorsium Komunitas dalam Pencapaian dan Pemantauan Standar Pelayanan Minimal (SPM) TBC, dan diakhiri dengan penjelasan dari TWG TB,  Adang Bachtiar, MPH, DSc. dengan materi Harmonisasi Target, Capaian, Strategi Implementasi GF TB Pemerintah, Adinkes dan Komunitas.

Setelah diskusi panel 1 berakhir, acara disambung dengan diskusi panel 2 yang dipimpin oleh Meirinda Sebayang dari Jaringan Indonesia Positif. Narasumber yang hadir yaitu Zero TB yang menjelaskan terkait Pembelajaran dan Kolaborasi Zero TB dengan Komunitas dalam ACF Menggunakan Chest X-Ray di DIY, dilanjutkan pemaparan dari USAID TB Private Sector (TBPS) dengan materi  Peluang Kolaborasi USAID TBPS dengan Komunitas dalam Pendekatan Public Private Mix dan diakhiri dengan penyampaian materi dari SWG TB-HIV dengan tema Strategi Kolaboratif Implementasi RAN TB HIV. Selanjutnya, acara dilanjutkan dengan pemberian Tanggapan Kolaborasi Konsorsium dan Program Eliminasi di Indonesia yang disampaikan oleh dr. Carmelia Basri, M.Epid (Ahli Tuberkulosis).

Kemudian di hari kedua, pemaparan materi dan update juga disampaikan kembali oleh para manajer dan SR Tematik. Dwi Aris Subakti (MEL Manager PR PB-STPI) menjelaskan terkait Hasil Kajian dan Pembelajaran Konsorsium, Farhan (FO Manager PR PB-STPI) memaparkan Hasil Temuan dan Rekomendasi Auditor, Budi Hermawan (Sub-Recipient Manager  Tematik POP TB) mempresentasikan Peran Strategis SR Tematik dalam Community System Strengthening TBC (CRG, CBMF, Paralegal, Hotline), dan yang terakhir Barry Adhitya (Program Manager PR PB-STPI) menyampaikan terkait Sinkronisasi Program Konsorsium terhadap Strategi Nasional Konsorsium Komunitas dalam Eliminasi TB. Setelah semua presentasi telah selesai disampaikan, peserta diarahkan untuk saling mengelompok per grup dengan fasilitator masing-masing di wilayahnya. Dalam grup tersebut, peserta diwajibkan untuk melakukan forum diskusi terkait status situasi Konsorsium, berdasarkan anvar, hasil monthly meeting SR 2022 terkait dengan indikator utama dan proses Konsorsium Komunitas PB-STPI serta tantangan dan peluang implementasi program Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI, antara lain: pencatatan dan pelaporan, managemen, kapasitas dan sumber daya internal SR dan faktor pihak eksternal.

(Anton dari SR Riau mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusi)

Berlanjut di hari ketiga, seluruh peserta melanjutkan forum diskusi sesuai dengan pertanyaan yang telah diberikan sebelumnya. Setelah sesi diskusi berakhir, Barry Adhitya sebagai Program Manager memoderatori jalannya presentasi untuk menyampaikan hasil diskusi dari setiap grup. Terdapat empat perwakilan yang mempresentasikan hasil diskusi dari setiap grup yaitu Hidayat SRM NTB, Lukman SRM Banten, Anton SRM Riau dan Beni SRM Jambi. Setelah pemaparan presentasi dari peserta selesai, dr. Carmelia Basri, M.Epid , Authorized Signatory  & Management Advisory Team, National Program Director, serta para Manajer menanggapi hasil presentasi yang disampaikan oleh peserta.

(Thoriq Hendrotomo dari DM Coordinator menyampaikan materi terkait dengan situasi dan kebijakan enabler)

Mengakhiri lokakarya ini, acara masih dilanjutkan dengan pemberian materi dari beberapa narasumber. Pemaparan yang pertama yaitu tentang Refreshment Kader yang disampaikan oleh Field Program Coordinator, Rahmat Hidayat. Kemudian disusul dengan penjelasan tentang situasi dan kebijakan enabler oleh Raisa Afni Afifah (MDR-TB Coordinator), Thoriq Hendrotomo (DM Coordinator) dan Subhan (IC Coordinator),  dan diakhiri oleh penjelasan tentang update Strategi dan Produk Komunikasi Konsorsium oleh Permata Silitonga (KM Coordinator) dan Winda Eka Pahla (Communication Staff).

Di akhir kegiatan rakornas, dr. Carmelia Basri, M.Epid juga memberikan nasihat dan petuah kepada seluruh peserta agar terus bekerja dengan semangat dalam mencapai tujuan. Dan setelah sesi tanggapan berakhir, Eko Komara selaku Authorized Signatory juga menyampaikan bahwa pemberdayaan komunitas akan dapat terus tercipta jika terdapat kesinambungan dan keselarasan bekerja baik antara pemerintah, organisasi masyarakat dan lainnya. Oleh sebab itu, setelah acara Rakornas berakhir, beliau berharap bahwa seluruh elemen dapat berkoordinasi secara harmonis untuk mencapai tujuan bersama. Kemudian, Direktur Program Nasional, Ibu Heny, didampingi para manajer menutup acara rakornas 2022 dengan meminta seluruh peserta untuk bekerja secara kompak. Beliau juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta yang telah hadir untuk bersama-sama mengevaluasi dan menentukan strategi yang akan dilakukan di semester selanjutnya agar mendapat capaian yang lebih baik kedepannya. 

Belasan Mahasiswa HI UIN Alauddin Lakukan KKL di Yamali TB Sulsel

Mahasiswa Prodi HI UIN Alauddin Makassar melakukan kuliah kerja lapangan di Yamali TB Sulsel selama sebulan

MAKASSAR– Sebanyak 17 mahasiswa Prodi Hubungan Internasional (HI) Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar melakukan kegiatan kuliah kerja lapangan (KKL) di Sub Recipient (SR) Yayasan Masyarakat Peduli Tuberkulosis (Yamali TB) Sulsel. KKL ini akan berlangsung selama sebulan penuh atau 21 hari kerja terhitung sejak 18 Juli 2022.

Dosen pendamping Peserta KKL, Farahdiba Rahma Bachtiar menyatakan bahwa kehadiran mahasiswa untuk melakukan KKL di Yamali TB sudah memasuki tahun kedua, setelah setahun sebelumnya ada sebanyak 21 mahasiswa sukses melakukan KKL di tempat yang sama. “Keberadaan Yamali TB sebagai pengelola program TB Komunitas dengan dukungan dana Global Fund melalui Konsorsium Penabulu-STPI, menjadi alasan kami memilih Yamali sebgai tempat magang mahasiswa HI. Hasilnya dari mahasiswa sebelumnya cukup memuaskan dalam hal pengetahuan dan pengalaman cara kerja Yamali sebagai sebuah NGO,” tuturnya.

Dosen yang juga merupakan Sekretaris Prodi HI UIN Alauddin ini berharap agar mahasiswa yang sedang KKL di Yamali dapat mengikuti jejak para pendahulunya, yakni mendapatkan banyak pengetahuan serta pengalaman terkait cara kerja NGO sesuai disiplin ilmu yang ia pelajari di kampus selama ini.

Sementara itu, Koordinator Program dan MEL SR Yamali TB, Kasri Riswadi yang menerima mahasiswa menyatakan antusiasnya atas kepercayaan Prodi HI UIN Alauddin Makassar untuk KKL di tempatnya.

“Yamali TB mari anggap saja rumah bersama, karena kita selalu terbuka untuk siapa saja dan kegiatan apa saja guna mendukung upaya eliminasi TBC di Indonesia dan khususnya di Sulsel. Silahkan berkreasi dan berikan kontribusi dengan disiplin ilmunya, di Yamali TB kita bekerja untuk upaya penemuan kasus baru TBC, pendampingan serta pencegahan kasus. Untuk itu kita bergerak bersama kader komunitas, pasien supporter, manager kasus, dan tim pengelola program. Semuanya ini dapat Anda tempati belajar,” pungkasnya.

Dalam pelaksanaan KKL hariannya, mahasiswa KKL ini terbagi ke dalam dua kelompok, yang nantinya akan bekerja berselingan kerja office atau di kantor yamali TB dan terjung ke lapangan melakukan observasi aksi kader dan PS di masyarakat.

Finance & Operation Coordinator SR Cabang Provinsi DKI Jakarta

Latar Belakang

PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI adalah Principal Recipient (PR) Komunitas TBC, berdampingan dengan PR Kementerian Kesehatan dan Program Nasional Penanggulangan TBC yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML). Dalam kerja sama dengan para mitra, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI bertujuan mengakselerasi eliminasi TBC 2030 di 30 provinsi dan 190 kota/kabupaten yang meliputi: 1) Penemuan dan pendampingan pasien TBC sensitif obat, 2) Penemuan dan pendampingan pasien TBC resisten obat, 3) Penguatan sistem komunitas, dan 4) Upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi pasien dalam mengakses pelayanan TBC berkualitas sampai sembuh.

Untuk kebutuhan pengelolaan program sebagaimana disebutkan di atas, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI sedang membutuhkan staff untuk posisi Finance and Operation Coordinator untuk SR Cabang Provinsi DKI Jakarta. Dibawah supervisi SR Manager SR Cabang Provinsi DKI Jakarta, FOC melalui keahliannya bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan di tingkat SR dan SSR untuk program TB yang didanai GF untuk mendukung tercapainya tujuan program.

Tugas & Tanggung Jawab Utama

  1. Bertanggung jawab terhadap ketuntasan program di tingkat SR dan SSR khususnya keuangan dan operasional.
  2. Memimpin persiapan kebijakan operasional, keuangan dan administrasi untuk program TB yang didanai oleh GF.
  3. Membantu dan mengkoordinasi SSR dalam menentukan kebijakan operasional dan dana yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target.
  4. Bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan di SR dan SSR untuk program TB yang didanai GF, termasuk pengajuan permintaan dana ke PR dan pengiriman dana ke SSR secara tepat waktu.
  5. Menandatangani pembayaran ditingkat SR dengan SR Manager/SRM dan SR Program Coordinator/SRPC. Semua pembayaran harus ditandatangani oleh 2 dari 3 individu berwenang yaitu SRM, SRPC dan SRFOC.
  6. Memantau dan mengevaluasi operasional keuangan SR dan SSR yang didanai oleh GF.
  7. Mereview laporan keuangan SR yang disusun Finance Staff bulanan, triwulanan, semesteran dan tahunan di tingkat SR.
  8. Bertanggung jawab untuk membuat laporan keuangan konsolidasi SR dan SSR bulanan, triwulanan, semesteran dan tahunan yang dikonsultasikan kepada SRM untuk selanjutnya diserahkan ke PR.
  9. Bersama SRPC menyiapkan dan mengajukan surat perubahan anggaran SR dan SSR ke PR sesuai dengan perubahan kegiatan di tingkat SR.
  10. Menyusun Terms of Reference (TOR) untuk staf pelaksana, kontrak dengan pihak ketiga di tingkat SR dan Kontrak Sub-Sub GA dengan SSR serta dokumen-dokumen lain yang diperlukan sehubungan dengan pendanaan GF.
  11. Berkoordinasi dengan SRMEL Coordinator/SRMELC untuk melaksanakan kegiatan supervisi ditingkat SSR.
  12. Mengawasi administrasi keuangan yang dilakukan oleh Administration Staff/SRAS di SR.
  13. Bersama SRM bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan dana GF di tingkat SR.
  14. Memastikan kelancaran pelaporan keuangan dan administrasi dari SSR dan memberi umpan balik kepada SSR atas laporan keuangan yang dikirim ke SR.
  15. Berkoordinasi dengan Finance Staff/SRFS untuk menyiapkan laporan keuangan proyek bulanan,triwulanan, semesteran dan tahunan sesuai dengan Petunjuk Teknis Keuangan dan Pedoman Pelaksanaan Proyek /PPP yang berlaku.
  16. Memelihara dan menyimpan semua dokumen keuangan asli untuk setidaknya 7 tahun berdasarkan peraturan keuangan yang telah disepakati.
  17. Memantau dan mengevaluasi melalui kunjungan lapangan manajemen keuangan program yang didanai oleh GF.
  18. Menjaga dan mencegah terjadinya konflik kepentingan dengan mengikuti prosedur yang dipaparkan dalam manual ini sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya.
  19. Memastikan berjalannya system pengendalian internal di SR dan SSR melalui kegiatan supervisi baik langsung maupun tidak langsung.
  20. Mengadministrasikan proses rekrutmen SDM di SR dan SSR telah sesuai dengan kebutuhan dan kualifikasinya.
  21. Mengelola administrasi seluruh asset tetap di tingkat SR.

Kualifikasi & Keahlian

  1. Minimal memiliki gelar Sarjana Akuntansi, Keuangan atau Manajemen.
  2. Memiliki pengalaman lebih dari 5 tahun dalam bidang manajemen operasional, manajemen keuangan, manajemen SDM.
  3. Pengalaman kerja di program GF atau program lain yang didanai donor internasional.
  4. Memiliki keahlian terkait Standar akuntansi keuangan (PSAK) atau GAAP.
  5. Memiliki Pengetahuan tentang undang-undang pajak Indonesia dan persyaratan pelaporan berdasarkan regulasi pemerintah dan donor.
  6. Memiliki keterampilan menggunakan program spreadsheet termasuk pivottable, laporan buku besar umum dan alat manajemen keuangan.
  7. Memiliki keterampilan menggunakan perangkat lunak/aplikasi akuntansi menjadi nilai lebih.
  8. Kefasihan dan kemahiran dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris baik tertulis maupun lisan.

Durasi Waktu

Periode penugasan: Agustus s/d Desember 2022

Kirimkan CV dan pernyataan minat ke email:

hr@penabulu-stpi.id dengan subject email: FOC DKI

Batas Waktu : 5 Agustus 2022 pukul 12.00 WIB

TALKSHOW “TALK x BINCANG TBC 2022” : Mari Cegah TBC Anak Dengan Pemberian TPT pada Balita

(Foto bersama dengan narasumber-narasumber talkshow yaitu Dokter Hetty, Ibu Khadijah, Ibu Julaeha dan Kak Rinaldi)

Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit infeksi yang  banyak menyebabkan kematian. Tidak hanya menyerang orang dewasa, TBC juga dapat terjadi pada anak-anak. Global TB Report 2021 memperkirakan bahwa terdapat 4 juta anak usia di bawah 5 tahun terkena TBC akibat kontak serumah dengan pasien TBC. Sehingga pada kasus ini, pemberian obat TPT (Terapi Pencegahan TBC) menjadi langkah penting untuk dilakukan kepada orang-orang yang melakukan kontak erat dengan pasien terutama bagi balita.

Perlu diketahui, TPT adalah serangkaian program pemberian pengobatan dengan satu atau lebih jenis obat antituberkulosis yang diberikan untuk mencegah berkembangnya penyakit TBC di tubuh seseorang. Pemberian obat TPT dapat diberikan dalam jangka waktu 3-6 bulan secara rutin sesuai dengan pertimbangan dokter. Upaya pemberian TPT ini merupakan usaha untuk mengurangi jumlah balita yang menjadi sakit TBC. Namun, sayangnya, literasi dan pengetahuan masyarakat terkait dengan TPT masih sangat kurang. Bahkan, beberapa keluarga yang kontak erat dengan pasien pun menolak untuk mendapatkan TPT.

Menanggapi kurangnya informasi tentang TPT di masyarakat, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI bersama dengan Stop TB Partnership Indonesia mengadakan acara Talkshow TALK x BINCANG TBC sebagai upaya kolaborasi  untuk mengajak  dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan  informasi TPT kepada anak.

Acara ini menyuguhkan talkshow komunikatif spesial Hari Anak Nasional 2022 dengan mengundang 4 narasumber yaitu Ibu Khadijah (Orangtua Anak Penerima TPT), Ibu Julaeha (Kader TPT Banten), dr. Hetty Wati Napitupulu, SpA (Dokter Spesialis Anak) dan Apt. Rinaldi Nur Ibrahim, S.Farm (Duta TBC) yang diselenggarakan pada tanggal 23 Juli 2022 di kantor PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI.

Acara talkshow dibuka oleh pemaparan dari Apt. Rinaldi Nur Ibrahim yang menjelaskan kondisi TBC di Indonesia. “Indonesia ini berada pada posisi ke-3 di dunia untuk kasus TBC. Sebenarnya kalau dibandingkan dengan tahun 2020, kasus TBC di Indonesia ini mengalami penurunan, namun bukan karena banyak yang sembuh tapi karena angka notifikasi kasusnya menurun akibat dampak pandemi COVID-19,” ucapnya.  Notifikasi yang rendah tersebut juga menunjukkan bahwa kemungkinan penularan TBC masih banyak terjadi. Sehingga, pemberian TPT merupakan langkah yang baik untuk mencegah terjadinya sakit TBC dan menurunkan beban TBC di Indonesia.

(Ibu Julaeha, Kader dari SR Banten menceritakan usahanya dalam memberikan edukasi TPT kepada masyarakat di wilayahnya)

Banyaknya kasus TBC juga dialami oleh provinsi-provinsi di daerah contohnya yaitu Banten. Ibu Julaeha selaku kader TBC mengatakan bahwa wilayah kerjanya yaitu Banten menduduki peringkat ke-3 dengan kasus TBC tertinggi di Indonesia.”Kasus di wilayah kami masih tinggi. Sehingga butuh adanya sosialisasi terhadap masyarakat. Karena eliminasi TBC tidak hanya dapat bertumpu kepada tenaga kesehatan, namun juga para pemangku kepentingan lainnya seperti pemerintah baik dari tingkat desa hingga nasional,” tuturnya. 

Sehubungan dengan situasi tersebut, dr. Hetty sebagai dokter spesialis anak memberikan tanggapan terkait dengan kondisi genting yang terjadi saat ini. Beliau menyampaikan bahwa pemberian TPT adalah langkah yang baik sebagai upaya eliminasi TBC terutama pada anak-anak.”TBC ini merupakan penyakit infeksi yang dapat terjadi dalam jangka panjang di tubuh kita. Sehingga, semua anak terutama balita yang kontak dengan pasien TBC Paru harus diberikan TPT. Karena daya tahan tubuh anak-anak belum cukup kuat sehingga ada kemungkinan resiko terinfeksi kuman TBC yang nanti didalam tubuhnya dapat terjadi infeksi TBC Laten bahkan TBC,” jelasnya. 

Walaupun sudah kita pahami bahwa pemberian TPT sangat penting untuk mencegah TBC, namun adanya pro kontra opini di masyarakat terkait dengan TPT yang masih sering dijumpai oleh Ibu Julaeha. “Saat melakukan Investigasi Kontak, kami masih sering menemui beberapa orangtua yang menolak untuk kita kunjungi apalagi untuk mendapatkan TPT. Maka saya sebagai kader berharap semua pemangku kepentingan dapat turun tangan untuk membantu mensosialisasikan informasi terkait TPT kepada seluruh masyarakat,” ucapnya.

(Ibu Khadijah selaku orang tua dari anak yang menerima TPT menyampaikan pendapatnya terkait dengan TPT)

Dibalik banyaknya orang tua yang menolak untuk anaknya mendapatkan TPT, Ibu Khadijah sebagai orang tua anak yang menerima TPT mempunyai pandangan lain. Beliau sangat yakin bahwa TPT dapat membantu anaknya untuk terhindar dari TBC. “Kondisi anak saya setelah mendapatkan TPT kondisinya sehat dan baik. Saya menginformasikan keluarga saya bahwa TPT ini sangat baik untuk kesehatan keluarga. Jadi anak saya, bahkan kami sekeluarga juga memutuskan untuk melakukan TPT,” jelas beliau. 

Di akhir dialog, seluruh narasumber mengajak seluruh masyarakat untuk bertekad melakukan eliminasi TBC 2030. Mari kita lindungi generasi Indonesia dari kuman TBC dengan melakukan TPT. Semoga, kegiatan Talkshow TALKS x BINCANG TBC ini, dapat membantu meningkatkan literasi masyarakat terkait dengan TPT dan membantu Indonesia bebas TBC tahun 2030. 

 

Wilayah Baru, Kader Baru dan Tantangan Baru

Timor Tengah Selatan – Nusa Tenggara Timur. Perjuangan dalam menyukseskan program penanggulangan TBC terus dilakukan baik di tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten. Strategi demi strategi dilakukan dalam mendukung program ini. Salah satunya dengan melakukan pelebaran wilayah intervensi agar memperluas wilayah penjaringan kasus TBC, SSR Timor Tengah Selatan yang sebelumnya memiliki 11 kecamatan dengan 11 puskesmas intervensi pada Kuartal 2 2022 kembali melakukan penambahan 2 Kecamatan dan 3 Fasyankes intervensi yakni Puskesmas Kolbano dan Puskesmas SEI dari kecamatan Kolbano dan Puskesmas Hoebeti dari Kecamatan Kotolin.

Kegiatan ini merupakan inovasi dari SSR kabupaten Timor Tengah Selatan menggunakan BL.38 yang dananya diperuntukan untuk pertemuan koordinasi dengan Dinas Kesehatan juga 3 Puskesmas wilayah yang baru dibentuk.

“REKRUTMEN KADER BARU”

SSR Timor Tengah Selatan juga langsung melakukan perekrutan, pelatihan dan pemberian edukasi mengenai TBC terhadap kader-kader baru yang akan aktif dalam penemuan kasus di wilayah intervensi yang baru ini. Proses perekrutan, pelatihan dan pemberian edukasi ini juga didampingi langsung oleh pihak puskesmas.

“INVESTIGASI KONTAK PERDANA”

Bahkan kegiatan Investigasi Kontak pertama langsung dilakukan setelah melakukan pelatihan kader dengan maksud memperlihatkan secara langsung proses penemuan kasus di lapangan serta bagaimana melakukan penyuluhan atau pemberian edukasi terhadap masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Kegiatan ini juga didampingi langsung oleh pihak SSR PERDHAKI TTS diantaranya Koordinator Program SSR TTS dan Koordinator Kader.

Pelebaran wilayah intervensi ini diharapkan dapat meningkatan capaian dalam program penanggulan TBC di Kabupaten Timor Tengah Selatan yang mana wilayah tersebut merupakan salah satu wilayah binaan SR PERDHAKI TB NTT dengan jumlah penduduk yang cukup tinggi sehingga target yang diberikan juga cukup tinggi.

 

Namun saat ini, kondisi iklim yang masih berubah-berubah menjadi salah satu kendala akan kegiatan yang akan dilakukan oleh kader-kader, gambar diatas merupakan situasi Jalan atau akses menuju 4 Puskesmas yang menjadi wilayah intervensi SSR PERDHAKI TB Timor Tengah Selatan yakni Puskesmas Kualin yang merupakan puskesmas lama dan 3 puskesmas wilayah baru yakni Puskesmas Kolbano, Puskesmas Sei dan Hoibeti. Sehingga menurut Tim SSR Timor Tengah Selatan 3 puskesmas baru ini belum memberikan hasil yang maksimal.

Tim SSR Timor Tengah Selatan berharap akan ada penambahan koordinator kader mengingat adanya penambahan wilayah intervensi yakni puskesmas dan kecamatan sehingga proses eliminasi TBC akan tercipta dengan efektif.

 

TB Campaign Day 2022 : Stop Stigma & Diskriminasi Terhadap Pasien TBC

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit infeksius yang diakibatkan oleh mycobacterium tuberculosis, penyakit ini bisa menular kepada siapa saja bahkan mematikan. Di Indonesia, estimasi kasus TBC mencapai 824,000 dengan jumlah pasien yang meninggal sebesar 15,186 jiwa sementara jumlah kasus TB yang ditemukan dan diobati baru 443,235 hanya separuh dari estimasi kasus yang ditemukan (data NTP 2021). Di tengah tantangan mencapai target eliminasi TB 2030, upaya mencegah dan menangani penyakit TBC dipersulit dengan adanya stigma terhadap TB di masyarakat.

Stigma terhadap TBC mengakibatkan orang yang mengalami TBC terlambat untuk didiagnosis (melakukan pengobatan), tidak patuh berobat, bahkan putus pengobatan. Dengan demikian, stigma dan diskriminasi secara tidak langsung juga mengakibatkan penyebaran TBC yang lebih luas di masyarakat, bahkan berkembang menjadi resistensi atau TBC kebal obat  yang membuat penanganan TBC menjadi semakin kompleks. Stigma juga menyebabkan orang dengan TBC mengalami diskriminasi di lingkungan sosial. Orang yang mengalami TBC menarik diri dari lingkungan, disisihkan dari pergaulan, sulit mendapatkan pekerjaan, bahkan sampai kehilangan pekerjaannya dan ada pula yang memutusukan untuk mengakhiri hidupnya. Hal tersebut dapat berkontribusi terhadap munculnya permasalahan ekonomi dan kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan. Semua hal ini, baik psikologis, ekonomi, dan kesehatan, saling berkaitan satu sama lain dan berdampak multiplikatif jika tidak ditangani dengan tepat.

POP TB Indonesia sebagai salah satu komunitas berfokus pada Eliminasi TBC dengan 22 Jejaring Organiasi Penyintas TBC (OPT) di 16 Provinsi  bekerjasama dengan Indonesia Aids Coalition dengan dukungan dana dari Global Fund telah mengadakan capacity building dan TB Campaign Day pada tanggal 17-19 Juni 2022 di Kota Makassar Sulawesi Selatan. Kegiatan ini berupaya selain meningkatkan kualitas jejaring (OPT) yang menjadi ujung tombak dalam meningkatkan peran komunitas yang berdaya. Seperti yang diungkapakan oleh Bapak Patrick Johanes Laurens (Program Manager Indonesia Aids Coalition) bahwa Organiasi atau komunitas merupakan kendaraan dalam pergerakan Eliminasi TBC di Indonesia. “Sewajarnya kendaraan, kendaraan tersebut harus kuat dan berkualitas. Kembangkan diri dengan adanya perubahan-perubahan yang signifikan dan membangun agar team dan organisasi dapat berkembang” imbuh Bang Patrick.

Selain perubahan sinergi dan penguatan team dari organisasi komunitas, POP TB juga mengadakan pelatihan fundraising & Report Writing. Dua hal ini merupaka kesatuan yang tidak bisa dipisahkan bagi suatu komunitas nirlaba yang bergerak secara volunteer. Fundraising merupakan suatu hal yang harus dilakukan sebagai keberlangsungan suatu organisasi (bahan bakar). Seperti yang disampaikan oleh Thea Y. Hutanamon (Partnership & Development Manager Stop TB Partnership Indonesia) Jiwa kesukarelawanan harus selalu ada di dalam tubuh OPT karena itu dasar dari Fundraising. “Selain narasi yang dituangkan di Proposal fundraising bahwa kita juga harus membangun jejaring dan melakukan branding organisasi agar ketika suatu organisasi memiliki program yang butuh dukungan, hal ini akan mempermudah kerjasama dalam program” Sambung Ibu Thea.

untuk menurunkan stigma dan diskriminasi terhadap pasien TBC di Indonesia melalui TB Campaign Day, POP TB Indonesia dengan mengajak OPT dari 16 Provinsi melakukan aksi kampanye sosial dan Flashmob berupa edukasi kepada masyarakat dan pengunjung Lego Lego CPI Kota Makassar. Kampanye sosial yang kami lakukukan mengangkat isu stop stigma dan diskriminasi terhadap pasien TBC dengan melakukan survey, sosialisasi dan edukasi kepada pengunjung Lego Lego CPI Kota Makassar. Dari 60 pengunjung yang bersedia menjadi responden dalam survey kami, 30% orang yang pernah mengalami TBC juga mengalami stigma. Adapun stigma dan diskriminasi yang didapatkan adalah dikucilkan dari lingkungan sosial. Kampanye sosial dan edukasi terkait TBC dirasa sangat dibutuhkan oleh Masyarakat setempat agar mereka lebih berhati-hati dan menjaga diri dari penularan TBC dan penanganan yang benar ketika terjangkit.

“Kami di Makassar berharap pemerintah bisa melakukan kampanye edukasi TBC seperti covid, Edukasi covid 19 dimana-mana bahkan ditempat umum atau pasar pun pemerintah membangun baliho untuk edukasi covid, mengapa tidak dengan TBC?” Imbuh seorang pengunjung yang pada saat pengisiian survey oleh peserta kampanye sosial.  Dengan adanya kegiatan kampanye ini kami berharap kegiatan ini dapat mereduksi stigma TBC di masyarakat. Selain kampanye turun ke jalan, kami juga melakukan kampanye digital di medsos. Peserta juga melakukan posting terkait kegiatan TB Campaign dan dengan tagline stop stigma dan diskriminasi terhadap pasien TBC.

Kedepan nya POP TB berharap orang dengan TBC bisa memliki kesempatan yang sama sebagai mahluk sosial dan manusia sebagai fitrahnya. Hal ini sesuai dengan orasi yang disampaikan oleh Ketua POP TB Indonesia, Bapak Budi Hermawan “Kami, POP TB Indonesia berharap dengan adanya kampanye ini, POP TB indonesia menjadi bagian dan berkontribusi terhadap upaya eliminasi TBC 2030 bisa!” Belajar dari kasus covid-19, ketika pasien covid-19 bisa dengan leluasa mengkonfirmasi di media sosial bahwa dirinya terjangkit covid-19 dengan melakukan posting hasil PCR atau antigennya di medsos ataupun dengan memberitahukan langsung kepada keluarga dan tetangga sekitar. Respon positif sosial dengan berduyun-duyun mengirimkan bantuan baik obat ataupun kebutuhan nutrisi yang mendukung penyembuhan untuk covid-19 ketika pasien melakukan isolasi itu pun bisa terjadi dengan mereka yang terkena TBC. Covid-19 dan TBC sama-sama penyakit menular dan mematikan namun adanya perlakukan yang jauh berbeda. Apakah kita salah dalam membranding TBC? Atau masih kurang dalam hal edukasi? Mari kita urai bersama permasalahan yang ada di TBC untuk solusi yang terbaik.