Skip to content

Cepat Tanggap SR Sulawesi Utara PELKESI Dalam Mengatasi Permasalahan TBC di Sulawesi Utara

WhatsApp Image 2022-03-17 at 16.04.59

Hingga saat ini, Tuberculosis (TBC) masih menjadi permasalahan yang besar dalam dunia kesehatan di Indonesia mengingat angka kasus yang cukup tinggi dan penanganannya yang membutuhkan konsistensi serta komitmen yang tinggi. Di Sulawesi Utara, beberapa akar masalah yang dominan terjadi pada pasien TBC adalah rendahnya tingkat ekonomi pasien yang berpengaruh pada ketaatan pengobatan, kurangnya pemahaman akan TBC serta masih adanya stigmatisasi negatif terhadap penderita TBC. Hal-hal tersebut menjadikan beberapa pasien TBC lebih memilih mangkir dari proses pengobatan yang dapat menyebabkan TBC bisa kambuh kembali, susah diobati karena resisten antibiotik, menular ke orang terdekat, serta menjadikan kondisi lebih buruk dari sebelumnya hingga berujung kematian. 

Dari dimensi pelayanan kesehatan, permasalahan yang dominan terjadi meliputi kurangnya jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola TBC dan terbatasnya kapasitas pelayanan menjadikan penjangkauan dan pengobatan TBC menjadi sulit. Sedangkan dari perspektif pemerintah, belum adanya support kebijakan Pemerintah Daerah serta masih terbatasnya alokasi anggaran untuk program penanggulangan TBC menjadikan penanggulangan TBC di Sulawesi Utara terhambat.

Selain itu, hingga saat ini, respon masyarakat masih menjadi salah satu hambatan yang berarti karena ketakutan mereka akan adanya skrining covid jika melakukan pemeriksaan di fasyankes. Selain itu, adanya pandemi juga menyebabkan petugas di pelayanan kesehatan menjadi rangkap tugas. Sebagian besar petugas TBC yang ada di Puskesmas terlibat dalam kegiatan vaksinasi dan menjadi petugas skrining untuk TRC (Tim Reaksi Cepat). Hal ini menyebabkan pemeriksaan sputum dan pencatatan formulir TBC, seperti TB 03, TB 05, dan TB 06 di Puskesmas menjadi terhalang.

Masa pandemi juga menyebabkan beberapa kondisi seperti aktivitas pengambilan obat TBC di pelayanan kesehatan mengalami penurunan karena ketakutan pasien TBC untuk datang ke puskesmas. Stigma sosial yang dialami pasien TBC maupun keluarga pasien juga membuat sebagian masyarakat enggan memberikan sputumnya untuk dibawa oleh kader agar di periksa di fasyankes. Tidak semua masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang TBC terutama masyarakat menengah kebawah. Sehingga pelacakan TBC menjadi tidak terkendali karena beberapa kegiatan seperti Investigasi Kontak dan Penyuluhan (IK Non Rumah Tangga) menjadi terhambat karena diberlakukannya PSBB dan PPKM.

Untuk menangani permasalahan diatas, SR (Sub-Recipient) Sulawesi Utara selaku mitra dari PR Konsorsium Penabulu-STPI rutin melakukan rapat internal dengan melakukan diskusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Selain itu, SR Sulawesi Utara juga sangat menjaga koordinasi antara SR dan SSR. Koordinasi tersebut diterapkan dengan melakukan monitoring dan evaluasi baik via WA (WhatsApp) grup maupun kunjungan ke masing-masing SSR untuk melihat sejauh mana progres dan pencapaian dari setiap SSR. Selain dengan internal, agar terciptanya support dari pemerintah, SR Sulawesi Utara melakukan koordinasi dengan stakeholder, terkait dalam hal ini Dinkes Provinsi maupun Kabupaten/Kota turut digandeng untuk menjaga pelayanan dari tiap fasyankes demi menunjang penjaringan dan penemuan kasus, investigasi kontak, maupun pemeriksaan TCM (Tes Cepat Molekuler). Pada beberapa kegiatan, SR PELKESI juga berkoordinasi dengan Kepala Daerah seperti pada kegiatan TB Day yang dilaksanakan setiap 24 Maret setiap tahunnya. Kegiatan lainnya juga berkoordinasi dengan anggota dewan terkait advokasi dalam menyusun roadmap penanggulangan TBC. PELKESI juga berkolaborasi dengan komunitas yang bergerak di bidang sosial lainnya seperti PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia), KPA (Komisi Penanggulangan AIDS), Persaudaraan Korban NAPSA, Yayasan Batamang Plus, Sinode GMIM, BAZNAS (Badan Zakat Nasional) dan organisasi kemasyarakatan lainnya.

SR PELKESI aktif memotivasi para kader untuk melakukan Investigasi kontak sehingga hasil dari Investigasi Kontak menunjukkan angka yang tinggi khususnya SSR di Manado dikarenakan banyak kader yang melakukan investigasi kontak dari berbagai wilayah kerja puskesmas. Koordinasi dengan petugas puskesmas dalam memberikan indeks di awal bulan juga dilanggengkan demi memberikan waktu yang lebih cepat kepada kader-kader agar menyelesaikan IK tepat waktu. Bilamana ada kader yang tidak melaksanakan investigasi kontak terhadap indeks, maka indeks tersebut akan di investigasi oleh kader lain. Selain itu, sebagian besar kader memiliki latar belakang tokoh masyarakat/tokoh agama sehingga lebih mudah untuk memberikan penjelasan tentang pentingnya memeriksakan diri ke puskesmas. Staff SSR juga mempunyai latar belakang sebagai tenaga kesehatan, sehingga mudah melakukan koordinasi dengan petugas puskesmas.

Hadirnya SR PELKESI dalam eliminasi TBC membuat masyarakat merasa terbantu dengan adanya kader-kader PELKESI yang melakukan investigasi kontak di lingkungan wilayah kerja kader.  “Masyarakat merasa aman karena mereka bisa mendapatkan penyuluhan edukasi kesehatan sehingga membantu masyarakat dengan adanya fasilitas penjemputan sputum, melakukan pendampingan  sebagai PMO (Pengawas Minum Obat) dan memberikan support nutrisi dan dana bagi pasien TB-RO”, ucap Mba Jeinne selaku PMEL Coordinator dari SR PELKESI. Mereka juga saat ini cukup kooperatif untuk memeriksakan diri ke puskesmas dengan didampingi kader PELKESI.

SR PELKESI berharap bahwa seluruh SR dapat terus memperkuat hubungan dengan mitra SSR seperti Dinas Kesehatan Puskesmas serta RS yang ada. Selain itu, pelatihan untuk para kader juga dapat dilaksanakan agar kader lebih cakap dalam hal melakukan edukasi dan penyuluhan serta investigasi kontak, sehingga setiap orang mau memberikan dahaknya untuk diperiksa, dan mereka yang sementara menjalani pengobatan agar dapat menjalani pengobatan sampai selesai dan tidak putus pengobatan. “Jangan berhenti berusaha karena ingatlah pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan yang mulia dan diberkati karena menemukan/menjaring mereka yang sakit dan mengajak mereka sehingga memperoleh pengobatan agar bisa sembuh dari sakit TBC”, imbuh beliau. 


Cerita ini dikembangkan dari SR Sulawesi Utara

Ditulis oleh: Winda Eka Pahla Ayuningtyas (Communications Staff)

Editor: Permata Silitonga

Bagikan Artikel

Cermati Juga