Skip to content

Bilangan Komitmen Penanggulangan TBC dan Pelibatan Komunitas untuk Optimalisasi Investasi Selamatkan Jiwa

WhatsApp Image 2022-03-23 at 10.30.37

Jakarta, 23 Maret 2022 – Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasus Tuberkulosis (TBC) terbanyak di dunia (2021), dan hal ini menjadikan beban ekonomi bagi Negara. Pada tingkat global, terdapat kebutuhan mendesak untuk menginvestasikan sumber daya agar dapat mengakhiri TBC. Dalam konteks penanggulangan TBC di Indonesia, telah terjalin kerjasama antar pihak pemerintah, organisasi masyarakat sipil (OMS), akademisi dan swasta. Sebagai OMS, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI (PR PB-STPI) memaknai HTBS dengan melakukan advokasi melalui kegiatan Outlook Tuberculosis 2022: Optimalisasi Investasi untuk Akselerasi Eliminasi TBC, Selamatkan Indonesia dari TBC. Berlangsung melalui Webinar pada 23 Maret, Outlook TBC 2022 menjadi ruang aspirasi bagi komunitas untuk mendapatkan acuan perkembangan strategi pemerintah dalam menanggulangi TBC serta mempersiapkan strategi untuk bermitra dan mengadvokasikannya kepada jejaring lintas sektor.

Diawali dengan keynote speaker dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), oleh Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS (Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit) menyampaikan bahwa penanggulangan TBC berkaitan erat dengan arah transformasi kesehatan dalam G20. Pemerintah berupaya untuk melibatkan semua pihak agar dapat berperan dalam upaya skrining dan deteksi serta mengalokasikan anggaran dalam memenuhi kebutuhan pasien TBC. Lebih lanjut, beliau menjelaskan pentingnya penguatan kemitraan bersama komunitas untuk dapat bersama mengoptimalkan akselerasi dan pemenuhan tujuan, “pendampingan dari komunitas sangat berdampak pada keberhasilan pengobatan,” tegasnya.

Pernyataan yang disampaikan oleh Dirjen P2P Kemenkes menjadi pemicu diskusi untuk panel pertama yakni “Peluang Indonesia untuk Berkolaborasi dalam Memenuhi Komitmen UNHLM TBC 2022”. Diskusi tersebut dipimpin oleh dr. Nurul Nadia Luntungan, MPH (Authorized Signatory PR Konsorsium Penabulu-STPI) dan menghadirkan 5 narasumber ahli. Sejalan dengan hal tersebut, dr. Donald Pardede, MPPM (Dewan Penasehat STPI) menekankan kembali bahwa terdapat rekognisi peran komunitas dalam mengoptimalkan strategi kunci dan peta jalan mencapai tujuan eliminasi TBC. Bapak Donald kembali mengingatkan bahwa target Indonesia untuk eliminasi TBC bukan hal yang mudah, namun tetap harus optimis dalam mengurangi penularan TBC. Khususnya pada 7 komitmen UNHLM yang menjadi acuan eliminasi TBC, diantaranya (1) negara harus memenuhi dalam diagnosis dan pengobatan; (2) negara harus hadir dalam pengobatan TBC; (3) negara harus hadir dalam mendukung pendanaan yang berkesinambungan; (4) negara harus hadir dalam mengakhiri stigma TBC; (5) negara memastikan ketersediaan vaksin; (6) negara memfasilitasi pengembangan kerangka multisektoral dan (7) Negara melaporkan kemajuan penanganan TBC.

Sejalan dengan hal tersebut, dr. Donald Pardede, MPPM (Dewan Penasehat STPI) menekankan kembali bahwa terdapat rekognisi peran komunitas dalam mengoptimalkan strategi kunci dan peta jalan mencapai tujuan eliminasi TBC. Bapak Donald kembali mengingatkan bahwa target Indonesia untuk eliminasi TBC bukan hal yang mudah, namun tetap harus optimis dalam mengurangi penularan TBC. Khususnya pada 7 komitmen UNHLM yang menjadi acuan eliminasi TBC, diantaranya (1) negara harus memenuhi dalam diagnosis dan pengobatan; (2) negara harus hadir dalam pengobatan TBC; (3) negara harus hadir dalam mendukung pendanaan yang berkesinambungan; (4) negara harus hadir dalam mengakhiri stigma TBC; (5) negara memastikan ketersediaan vaksin; (6) negara memfasilitasi pengembangan kerangka multisektoral dan (7) Negara melaporkan kemajuan penanganan TBC.

Di lain sisi, berdasarkan Global TB Report (2021) diketahui bahwa target TB Global masih dibawah capaian, khususnya pada rendahnya angka orang yang didiagnosis dan dilaporkan. Oleh karena itu, pada penyampaiian paparannya, Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama mengatakan bahwa pemimpin Negara perlu melakukan langkah pendanaan triple dan quadruple untuk dapat menyelamatkan jiwa dan mengakhiri TBC. Jika merujuk pada target tujuan pembangunan berkelanjutan dan target UNHLM, maka Indonesia perlu melakukan peninjauan target serta peningkatan upaya. Lebih lanjut, Prof Tjandra menyampaikan adanya peluang momentum presidensi G20 dalam upaya penanggulangan TBC di Indonesia. “Pada G20, TBC perlu dilihat sebagai investasi geopolitik dimana negara-negara yang tergabung di G20 merepresentasikan dari 50% kasus TBC di dunia.” Ujar Prof Tjandra.

Dengan begitu, tahun 2022 di tataran global, Indonesia memiliki bilangan komitmen UNHLM yang perlu dipenuhi dan peluang pembaharuan komitmen politis pada G20. Selanjutnya Pemerintah Indonesia juga perlu mengoperasionalisasikan serta merealisasikan bilangan komitmen yang tercantum pada mandat Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2021 (Perpres 67/2021) tentang penanggulangan TBC.

Outlook TBC 2022 menghadirkan 3 Kementerian yang menjadi penanggung jawab pemenuhan bilangan komitmen di tahun 2022, diantaranya adalah Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri. Mewakili Kemenko PMK, dr Nancy D Anggraeni M. Epid (Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit, Kemenko PMK) menyampaikan bahwa amanat Perpres 67/2021 telah diupayakan melalui pembentukan wadah kemitraan di tingkat nasional yang disahkan dengan Keputusan Menteri Kemenko PMK nomor 40/2021. Tujuannya adalah untuk meningkatkan peran masyarakat dan mitra dalam percepatan penanggulangan TBC dengan fokus utama pada upaya promotif, preventif dan rehabilitatif. Wadah kemitraan tersebut telah menyusun rancangan konsep Program Terpadu Kemitraan Penanggulangan TBC untuk Masyarakat Indonesia (PROTEKSI). Pada konsep ini terlihat peluang besar keterlibatan OMS dalam menjalankan perannya sebagai komunitas. Tidak hanya itu, pasal 28 Perpres 67/2021 juga menyebutkan bahwa secara taktis perlu dibentuk Tim Percepatan TBC di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dengan begitu, pihak komunitas dapat ikut serta secara bermakna dalam tim percepatan tersebut. Hal ini sejalan dengan penyampaian informasi dari Bapak Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kemenkes) “Kemenkes mengharapkan agar komunitas dapat terlibat aktif menjadi salah satu unsur dalam tim percepatan penanggulangan TBC dan dapat berkoordinasi dengan Dinkes untuk meningkatkan keterlibatan pasien TBC, mantan pasien dan melakukan pendampingan pengobatan pasien TBC.”

Hal ini didukung dengan adanya peran sentral Kemendagri dalam Perpres 67/2021 untuk memastikan implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan. Bapak R. Budiono Subambang, ST, MPM (Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III, Kementerian Dalam Negeri) menyampaikan bahwa Kemendagri telah menerbitkan Permendagri No.59 tahun 2021 tentang penerapan SPM dimana didalamnya disebutkan bahwa penemuan kasus menjadi kewajiban minimal pemerintah daerah yang harus 100% dicapai. Permendagri tersebut menjadi instrumen yang akan digunakan untuk pelaksanaan tugas sesuai amanat Perpres 67/2021. Selain itu, Kemendagri juga telah menyetujui adanya penambahan nomeklatur baru untuk TBC yang diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan penganggaran kegiatan pembiayaan rujukan orang terinfeksi TBC. Pelaksanaan SPM Kesehatan wajib dilaporkan kepada Kemendagri berkenaan dengan Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD).

Diskusi pada panel pertama memberikan asupan informasi peluang keterlibatan komunitas dengan mengupayakan advokasi serta kemitraan untuk mendukung penuh bilangan komitmen penanggulangan TBC. Agar dapat memberikan gambaran terkait kontribusi komunitas dan pengalaman kemitraan dengan Dinas Kesehatan, maka Outlook TBC 2022 dilanjutkan dengan diskusi panel 2 yang dimoderatori oleh Heny Akhmad MPA, MSc (National Director Program PR PB-STPI).

Seyogyanya, peran komunitas yang tercantum pada pasal 29 Perpres 67/2021 telah dilaksanakan secara komprehensif dengan prinsip kemitraan. Sudiyanto selaku Sub-Recipient Manager (SRM) Inisiatif Lampung Sehat menyampaikan bahwa upaya advokasi kepada pihak eksekutif dilakukan dengan mengupayakan dukungan sarana layanan, SDM dan alur pelayanan. Sedangkan untuk legislatif, advokasi dilaksanakan dengan dukungan Perda serta anggaran. Penting melakukan jejaring organisasi dengan perguruan tinggi, lembaga vertikal, perbankan, serta organisasi yang memiliki keterkaitan dengan TBC. Tidak hanya itu, OMS yang mengelola kader TBC menyampaikan bahwa komunitas memiliki kegigihan dalam penemuan kasus dan case holding. Dalam proses pendampingan pasien TBC, Tri Lestari selaku SRM YABHYSA Jawa Timur menyampaikan bahwa dalam proses pendampingan, kader seringkali mendapatkan penolakan dari pasien untuk periksa dan berobat. Namun, dengan adanya Perpres, hal tersebut menambah semangat kader dan eksistensinya sangat diakui. Yang mana, kader mempersepsikan kegiatan penemuan kasus dan pendampingan pasien TBC sebagai tugas negara. Selain itu, pelibatan kader menjadi salah satu kunci dalam melakukan advokasi ke pemerintah desa terkait pelibatan dalam membantu meringankan beban pasien TBC secara sosial dan ekonomi. Peran tim komunitas juga mengupayakan bantuan psikososial bagi pasien dan menjadi pintu awal untuk mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Tidak hanya itu, dr. Christian Lambogia selaku Koordinator Program Sub-Sub Recipient (SSR) PELKESI Manado menyampaikan bahwa pengalaman kemitraan dilakukan dengan cara proses sosialisasi kepada pihak yang berpotensi seperti CSR dan lembaga filantropi. Untuk penyuluhan dan kampanye TBC seringkali dilakukan dengan ceramah dan diskusi dengan pendekatan kolaborasi melalui tokoh agama.

Adanya kemitraan yang baik antara pihak komunitas dan pemerintah daerah ditunjukkan dengan manfaat dan dampak dari kemitraan tersebut. Hal ini disampaikan oleh drh. Berty Murtiningsih, M.Kes yang merupakan Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan DIY “Dampak kolaborasi adalah perluasan sosialisasi TBC, adanya peningkatan pendampingan pasien TBC, peningkatan penemuan kasus TBC dan adanya konsistensi keberhasilan pengobatan TBC.” Dengan prinsip menemukan sebanyak-banyaknya dan mengobati sebaik-baiknya, Dinkes DIY juga melakukan inisiasi pembentukan Tim percepatan eliminasi TBC dengan pelibatan semua OPD dan organisasi mitra TBC, termasuk pihak komunitas.

Outlook TBC 2022 ditutup dengan penyampaian dari Dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc (Direktur Center for Health Administration and Policy Studies FKM UI) terkait rekomendasi serta rencana tindak lanjut yang perlu diupayakan oleh pemangku kepentingan. “Pertemuan ini menunjukkan bahwa OMS telah melakukan peran sensitif dan spesifik untuk eliminasi TBC yang bermitra dengan pemerintah,” jelasnya. Pada peran sensitif, OMS melakukan upaya edukasi, pencegahan dan memperkuat ketahanan tanggap darurat. Sedangkan pada peran spesifik, OMS melakukan upaya peningkatan akses pencarian pengobatan. Peran OMS terbukti efektif sehingga keberdayaan perlu didukung. OMS yang efektif dalam perencanaan dan penganggaran terbukti efisien dan berkelanjutan. Peran Kemenkes adalah kunci untuk mendorong tatanan daerah dalam perencanaan dan penganggaran melalui Kerjasama dengan Kemendagri termasuk menuju agenda G20. Di lain sisi, OMS dapat menjadi jembatan dan saluran kepentingan vertikal, horizontal dan diagonal untuk perencanaan eliminasi TBC yang sinkron pada semua sektor.

Adanya perpres TBC menunjukkan bahwa disease-oriented yang eksklusif telah berakhir dan dilanjutkan dengan paradigma Health in All Policy. Diperlukan kepemimpinan yang kolaboratif dengan budaya kerja keras berbasis bukti untuk mencapai resiliensi. Dengan adanya
pengarusutamaan eliminasi TBC, hal ini perlu dimanfaatkan sebagai peta jalan dari pusat dan daerah. Untuk dapat mencapai hasil optimal maka perlu adanya sinergitas dan kolaborasi antar pihak. Senada dengan pesan kunci dari Prof Tjandra yang menyampaikan bahwa Perpres dapat menjadi peluang nasional untuk mencapai eliminasi TBC 2030 dengan penekanan pada upaya multisektor, target per daerah dan perkembangan pencapaian berkala. PR PB-STPI yang ikut berperan dalam penanggulangan TBC di 30 Provinsi dan 190 Kabupaten/Kota akan menjadikan diskusi pada Outlook TBC 2022 sebagai bahan advokasi dan kemitraan untuk Optimalisasi Investasi untuk Akselerasi Eliminasi TBC, Selamatkan Indonesia dari TBC.

Bagikan Artikel

Cermati Juga