Skip to content

Aksi Peningkatan Penemuan Kasus dengan Kolaborasikan Program HIV dan TBC di Sulawesi Selatan

WhatsApp Image 2022-01-06 at 13.26.39

Tuberkulosis merupakan ancaman kesehatan yang serius, terutama bagi orang yang terkena HIV. Seseorang dengan HIV jauh lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit TBC dalam tubuhnya daripada seseorang tanpa infeksi HIV. Bahkan, di antara orang dengan infeksi TBC laten, HIV adalah faktor risiko terkuat yang membuat penyakit TBC cepat masuk karena daya tahan tubuh yang menurun sehingga mudah terserang penyakit lain.

Data laporan WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa satu dari empat kematian pada pasien TBC terjadi pada seseorang dengan infeksi HIV. Di Indonesia sendiri, Koordinator Substansi Tuberkulosis Kemenkes RI, dr. Tiffany Tiara Pakasi, MA., menyebutkan bahwa tahun 2019 jumlah kasus TBC muncul sebanyak 845.000 dengan 19.000 di antaranya adalah pasien koinfeksi TBC-HIV.

Angka tersebut menyiratkan bahwa persoalan TBC dan HIV atau perpaduan keduanya hingga saat ini masih menjadi momok di masyarakat. Terlebih adanya pandemi COVID-19 yang mengakibatkan informasi tentang TBC berkurang, padahal secara angka kasus kedua penyakit tersebut masih sangat tinggi. “Perlu upaya menemukan, mencegah, dan mengobati TBC pada orang dengan HIV, serta pentingnya tes HIV pada semua pasien TBC agar pencegahan dan terapi bisa dilakukan. Oleh karena itu, Yayasan Masyarakat Peduli TB Sulawesi Selatan (Yamali TB) sebagai bagian dari TBC Komunitas membuat program kolaborasi penanganan HIV dan TBC bersama dengan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Program HIV di Sulawesi Selatan,” tandas Koordinator Program Yamali TB Sulawesi Selatan, Kasri Riswadi. 

Dalam kolaborasi ini, Yamali TB sebagai mitra dari PR Konsorsium Penabulu-STPI berinovasi untuk melakukan penguatan koordinasi bersama lintas program untuk melakukan eliminasi TBC-HIV. Di kota Makassar sebagai daerah irisan program TBC-HIV, Yamali TB menjalin relasi dengan OMS pengelola program HIV seperti SSR Yayasan Gaya Celebes, Yayasan Peduli  Kelompok Dukungan Sebaya (YPKDS), Yayasan Mitra Husada (YMH), serta Komisi Penanggulangan AIDS Indonesia Daerah (KPAID) kota Makassar. Sistem kolaborasi dibangun dengan saling menarik dan melibatkan jejaring masing-masing yang dimiliki. Program kolaborasi ini disahkan sejak bulan Oktober tahun 2021 melalui kegiatan pertemuan kolaborasi TBC-HIV di Makassar, Sulawesi Selatan. 

Menyambut baik ajakan dan inisiasi SR Yamali TB Sulsel, salah satu perwakilan OMS Program HIV, yakni Direktur Yayasan Gaya Celebes (YGC), Andi Akbar Hakim menuturkan bahwa upaya penguatan kolaborasi TBC-HIV ini bukanlah hal baru, karena kolaborasi juga telah dilakukan selama ini. “Penguatan memang selalu perlu kita lakukan, saya kira kader TBC dan kader lapangan HIV harus berjalan beriringan untuk saling support satu sama lain,” ucapnya.

Kegiatan kolaborasi dibagi menjadi dua hal sesuai dengan tujuan dan pelaksanaan agenda dalam eliminasi TBC-HIV. Pertama, agenda program diimplementasikan dengan memastikan setiap pasien TBC yang ditemukan oleh Yamali TB langsung melakukan pemeriksaan HIV dan juga sebaliknya, setiap pasien HIV yang ditemukan oleh OMS Program HIV langsung melakukan pemeriksaan TBC. “Komitmen bersama kita adalah jika ada pasien TBC yang diedukasi, diperiksakan dan positif HIV, maka Yamali TB memastikan OMS HIV mengambil alih dalam hal pendampingan dari sisi HIVnya, demikian sebaliknya,” jelas Kasri. 

Tahapan pertama yang mereka lakukan adalah edukasi dari kader TBC. Ketika mengetahui pasiennya mempunyai gejala TBC-HIV selanjutnya kader akan memastikan pemeriksaan HIV di Puskesmas. Jika pasien tersebut positif, maka Kader TBC akan melibatkan pendamping HIV untuk didampingi terkait status HIV begitu juga sebaliknya yang dilakukan oleh OMS HIV ketika mengetahui pasiennya mempunyai gejala TBC. Sehingga dalam rangka mendukung program tersebut, Yamali TB menggerakkan ratusan kader yang telah dibekali informasi TBC dan HIV melalui pelatihan pengetahuan tentang kedua penyakit tersebut, memfasilitasi kegiatan penjangkauan dan pemeriksaan, serta bekerjasama dengan pihak lain untuk mendukung upaya-upaya baik tersebut.

Selain pemeriksaan dan pelatihan, agenda kedua yang diimplementasikan adalah dalam bentuk advokasi. Agenda advokasi meliputi lobi eksekutif dan legislatif untuk peningkatan anggaran program TBC-HIV, pembentukan lorong/kampung atau RT/RW bebas TBC-HIV, serta pelibatan lintas sektor untuk aksi sosialisasi dan edukasi TBC maupun HIV. Dalam kegiatan ini, Yamali TB dan OMS program HIV aktif dalam melibatkan pihak lain sebagai bentuk penguatan program eliminasi TBC-HIV. Sektor lain terlibat pada peran, kapasitas dan relasinya masing-masing. Sebagai contoh Yamali TB dan OMS program HIV melibatkan Dinas Kesehatan terkait data pencatatan dan pelaporan, Dinas Ketenagakerjaan untuk proses edukasi dan sosialisasi TBC maupun HIV di jejaringnya, demikian halnya OMS lainnya seperti Aisyiyah, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang mempunyai basisnya masing-masing sesuai bidang mereka. Selain itu, Yamali juga melibatkan beberapa lembaga filantropi seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah (Lazismu), serta Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) untuk program nutrisi bagi pasien TBC-HIV.

Sejak dijalankannya program ini, respon sangat baik diperlihatkan terutama oleh para populasi kunci. Mereka merasa sangat terbantu terlebih dengan adanya akses informasi yang diterima dengan baik dan pemeriksaan yang terfasilitasi satu sama lain. “Selama ini, pasien HIV terkadang enggan memeriksakan TBC karena biasa dibebani biaya maupun sebaliknya, tapi dengan kolaborasi ini semua disinergikan sehingga terkoneksi dengan baik sehingga mereka melakukan pemeriksaan secara gratis,” tutur Kasri Riswadi.

SR Manager SR Yamali TB Sulsel, Wahriyadi, juga menambahkan bahwa, “Selama ini dalam implementasi program TBC Komunitas, edukasi HIV kepada pasien TB sudah aktif dilakukan oleh kader, bahkan hal itu masuk sebagai salah satu indikator penunjang program. Sehingga pasien merasa terbantu oleh informasi komunikatif yang telah diberikan oleh para kader,” tambah Wahriyadi.

“Kita tentu berharap bahwa kolaborasi program TBC-HIV dapat berjalan di provinsi dan daerah lain, mengingat bahwa TBC dan HIV ini tak terpisahkan. Banyak hal dapat kita lakukan, seperti identifikasi mitra dan relasi potensial, kemudian dilanjutkan dengan menjalin komunikasi dan silaturahmi,” ucap Kasri. Ia juga berharap bahwa kedepannya, seluruh SR dapat menciptakan aksi bersama di wilayah masing-masing untuk penguatan dan penjangkauan kasus baik TBC maupun HIV sehingga kedua masalah ini dapat dicegah dan dieliminasi hingga tuntas. 


Cerita ini dikembangkan dari SR Sulawesi Selatan

Ditulis oleh: Winda Eka Pahla Ayuningtyas (Communications Staff)

Editor: Thea Yantra Hutanamon

Bagikan Artikel

Cermati Juga