Skip to content

Kisah Dua Kader yang Rela Berjalan Lebih Dari 1 Jam Demi Membantu Sesama

WhatsApp Image 2021-11-15 at 15.57.58

Pulau Bali adalah pusat pariwisata Nusantara dengan kekayaan budaya yang indah dan penduduk yang ramah. Namun, dibalik semua hal tersebut,  ancaman tuberkulosis (TBC) terus menghantui kehidupan di Pulau Dewata ini. Pada tahun 2021, diperkirakan 12.406 orang jatuh sakit dengan TBC. Penyakit menular ini dapat mematikan, sayangnya, hingga sekarang masih banyak masyarakat dengan gejala batuk terus menerus yang menolak memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan. 

Situasi tersebut juga terjadi di Kabupaten Buleleng dimana Sub-Sub-Recipient (SSR) Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), dengan dukungan Principal Recipient (PR) Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI, bersama Puskesmas Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat berkoordinasi untuk mencegah dan mengendalikan TBC. Utamanya, organisasi berbasis masyarakat seperti PPTI berperan dalam memobilisasi masyarakat dalam penemuan orang dengan gejala TBC untuk memutus mata rantai penularan penyakit ini. Selain itu, kader TBC melakukan pendampingan di masyarakat agar pasien TBC tidak mangkir atau putus berobat dan memastikan mereka berobat sampai sembuh. Sebagai agen perubahan di masyarakat, kader memiliki andil dalam mengedukasi masyarakat tentang TBC, termasuk berupaya menghapuskan stigma dan diskriminasi terkait penyakit ini. 

Salah satu kegiatan penting yang dilakukan oleh PPTI Buleleng bersama Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat untuk memastikan setiap orang dengan TBC dapat terdiagnosa dan diobati adalah investigasi kontak. Kegiatan ini dilakukan oleh kader-kader yang dibekali pengetahuan dan keterampilan oleh PPTI Cabang Buleleng. Investigasi kontak merupakan upaya pelacakan dan skrining gejala aktif TBC pada orang-orang yang berhubungan atau melakukan kontak erat dengan pasien TBC. Individu yang merupakan kontak erat pasien TBC lebih rentan terinfeksi dan jatuh sakit sehingga upaya ini diperlukan untuk menemukan orang yang bergejala TBC agar dapat diperiksa dan diobati sedini mungkin. 

Luh Gorsini dan Sri Artati kader dari Puskesmas Banjar 1 merupakan kader TBC yang melakukan investigasi kontak. Hatinya tergerak untuk melakukan investigasi kontak setelah mengikuti pelatihan oleh PPTI dan melihat situasi pasien TBC di tengah masyarakat. Dalam melaksanakan perannya, mereka harus menempuh perjalanan kaki selama lebih dari 1 jam melewati perbukitan dan pedesaan untuk mencapai rumah pasien TBC yang berlokasi di pelosok desa kabupaten Buleleng. Perjuangan wanita 50-an tahun ini tidak tanpa hambatan, namun mereka berkata, “Kalau lihat reward sih nggak seberapa ya Mbak dibanding kerjaan kita nyamperin pasien yang rumahnya jauh-jauh. Yang penting niat kita dari hati, saya kalau lihat mereka itu sedih rasanya, kadang kan (masyarakat) yang memang di pelosok-pelosok ini jarang mendapat perhatian, jadi ya siapa lagi kalau bukan kita-kita ini,” ujar kader Luh Gorsini.

Saat diwawancarai oleh staf komunikasi PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI, Sri Artati juga menyampaikan keprihatinannya, “Masker pun pasien ada yang ambil dari bekas-bekas orang di jalan mbak, itu dia pakai, saya sampe sedih. Syukurnya saya bawa perbekalan masker, itu saya berikan ke mereka”. Mengingat bahwa ada sesama yang membutuhkan pendampingan dan kehadirannya menggerakkan semangat dua kader ini menekuni perannya sebagai kader TBC.

Luh Gorsini dan Sri Artati juga mengakui bahwa kunjungan ke rumah pasien TBC  gampang-gampang susah karena penolakan dari  pasien untuk kader melakukan pelacakan di sekitar tempat tinggalnya. Kebanyakan pasien TBC di daerah Pedawa Lambo di kabupaten Buleleng adalah pedagang kebutuhan pokok. Mereka enggan mendukung investigasi kontak karena tidak ingin status kesehatannya  diketahui oleh masyarakat sekitar karena kekhawatiran dagangannya yang tidak laku dan  kehilangan pendapatan . 

Terlebih di masa pandemi ini, masyarakat juga memiliki asumsi bahwa petugas kesehatan datang untuk melakukan pelacakan  Covid-19, sehingga, masyarakat menolak untuk ditemui. Kader pun sudah memberikan penjelasan terkait peran mereka sebagai kader TBC kepada masyarakat namun ada saja masyarakat yang tetap menolak pelaksanaan investigasi oleh kader. 

Luh Gorsini dan Sri Artati berharap kisahnya ini dapat memberikan motivasi untuk kader lainnya  dalam melakukan investigasi kontak. “Kader yang sudah mengikuti pelatihan harus bisa dan mau melakukan investigasi kontak karena sudah diberi kepercayaan  yang besar apalagi untuk mewujudkan masyarakat yang sehat, jika bukan kita maka siapa lagi”, tutur Luh Gorsini. 

Sri Artati juga menambahkan bahwa investigasi kontak yang ia dan teman-teman kader lainnya lakukan adalah semata-mata untuk membantu mereka terhindar dari penyakit yang mematikan ini. Dengan kegiatan tersebut, mereka merasa senang bisa menambah wawasan serta berkenalan dekat dengan warga yang mereka temui. Kedepannya, Luh Gorsini dan Sri Artati ingin masyarakat dapat lebih sadar dan paham tentang bahaya TBC, serta, bagi pasien yang sedang melakukan pengobatan juga taat mematuhi jadwal pengobatan dengan baik.

 


Cerita ini dikembangkan dari SR Bali

Ditulis oleh: Winda Eka Pahla Ayuningtyas (Communications Staff)

Editor: Thea Yantra Hutanamon

Bagikan Artikel

Cermati Juga