Potret Tulus Kader TBC Komunitas Melakukan Kunjungan dari Rumah ke Rumah

Saat ini, Indonesia berada pada posisi kedua dengan jumlah kasus Tuberkulosis (TBC) terbanyak di dunia setelah India, diikuti oleh China. Tentunya, situasi ini menjadi hambatan besar untuk merealisasikan target eliminasi TBC di tahun 2030. Pentingnya TBC untuk dieliminasi dikarenakan TBC merupakan penyakit yang dapat menular dengan mudah melalui udara yang berpotensi menyebar di lingkungan keluarga, tempat kerja, sekolah, dan tempat umum lainnya. Ditambah lagi, arus globalisasi, transportasi, dan migrasi penduduk antar negara membuat TBC menjadi ancaman serius. Selain pengobatan TBC tidak mudah dan sebentar, penyakit TBC yang tidak ditangani hingga tuntas dapat berpotensi menyebabkan resistensi obat.

Perjalanan Kader melewati jembatan gantung untuk mencapai rumah indeks

Berdasarkan hal tersebut di atas Program Penanggulangan TBC merubah strategi penemuan pasien TBC tidak hanya “secara pasif dengan aktif promotif” tetapi juga melalui “penemuan aktif secara intensif dan masif berbasis keluarga dan masyarakat“, dengan tetap memperhatikan dan mempertahankan layanan yang bermutu sesuai standar. Salah satu kegiatan yang penting untuk mendukung keberhasilan strategi penemuan aktif ini adalah melalui Investigasi kontak (IK). IK merupakan kegiatan pelacakan dan investigasi yang ditujukan pada orang-orang yang kontak dengan pasien TBC (indeks kasus) untuk menemukan terduga TBC. 

Dalam membantu pemerintah mencapai eliminasi TBC 2030, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI bergerak bersama di 30 provinsi dan 190 kabupaten/kota melakukan investigasi kontak melalui sumber daya kader TBC komunitas di wilayah masing-masing. Provinsi Banten, menjadi salah satu wilayah prioritas dalam eliminasi TBC, yang kemudian menjadi wilayah intervensi komunitas. Hal ini terjadi karena delapan wilayah provinsi prioritas, salah satunya Banten, masih terjadi adanya gap treatment coverage.

Perjalanan Ibu Siti dan Ibu Leni saat mengunjungi rumah indeks

Kualitas proses pelaksanaan IK  sangat dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya kondisi geografis. Di wilayah Banten sendiri, khususnya Kabupaten Lebak, beberapa daerah masih memiliki akses jalan yang sulit dan bertanah. Hal ini menyebabkan Kader TBC komunitas harus berjuang lebih dalam melakukan kunjungan ke rumah indeks, seperti Ibu Siti Mulyasaroh dan Ibu Leni Sulastri. Kedua kader tersebut terbiasa menyusuri jalanan yang licin akibat hujan dan akses jalan yang sempit di pinggiran sungai. Tak dipungkiri, terkadang keselamatan mereka pun menjadi terancam dikarenakan melalui beberapa medan yang bahaya, seperti jalan setapak yang di sampingnya sungai, jembatan gantung, perkebunan sawit dengan jalanan yang dipenuhi lumpur,jalanan berbatu dan sebagainya. “Saya dan Bu Leni sudah biasa seperti ini Mba. Lebak mayoritas jalannya kaya gini, yang di kota pun sama, kita harus lewat hutan, sungai, panas terik sampai mendung pun sering kita lewati sama-sama,” tutur beliau. 

Ibu Siti dan Ibu Leni harus melewati perkebunan sawit dengan jalan yang licin dan berlumpur untuk sampai ke rumah indeks

Tidak hanya akses yang sulit, jarak tempuh menuju indeks pun memerlukan waktu kurang lebih satu jam. Karena kondisi yang tidak memungkinkan, terkadang Ibu Siti dan Ibu Leni harus menitipkan kendaraanya ke warga setempat dikarenakan akses menuju indeks tidak dapat dilalui oleh motor. “Akses jalan tidak semua bisa dilewati oleh kendaraan Mba. Biasanya kami naik motor dulu, terus untuk sampai ke rumah indeks kita titipkan motor ke rumah warga terdekat karena harus jalan ke puncak bukit untuk ke rumah indeks,” papar beliau.

Dengan kondisi tersebut, akan mustahil adanya untuk direalisasikan jika tidak dibarengi dengan niat tulus mewujudkan eliminasi TBC di wilayahnya. Kedua Ibu kader tersebut membuktikan bahwa dalam membantu sesama, akan hilang rasa lelah karena semua dilakukan dengan rasa senang dan ikhlas. “Kami tidak pernah merasa ingin menyerah ataupun capek menjalankan semua ini Mba, melihat pasien mau cek dahak ke Puskesmas saja sudah bikin kita senang karena perjuangan kita nggak sia-sia buat nyemangatin pasien kita berobat,” jelas Ibu Leni. Dengan jarak tempuh yang jauh dan akses yang sulit, tentunya banyak pasien yang terkadang menolak untuk melakukan cek dahak dan mengambil obat di Puskesmas. Hingga Ibu Leni dan Ibu Siti terkadang meminta bantuan tetangga sekitar untuk mengantarkan pasien ke Puskesmas dan memberikan uang bensin untuk perjalanan. “Kami itu ya kadang kasih uang bensin ke tetangga yang mengantar pasien Mba, karena kalau tidak begitu mereka nggak akan mau untuk ke Puskesmas, padahal kondisinya sudah batuk-batuk, anak-anaknya juga banyak, bahkan beberapa warga sini juga tidak punya BPJS,” kata Ibu Siti. 

Proses pemberian edukasi dan skrining yang dilakukan oleh Ibu Siti dan Ibu Leni dirumah indeks

Miris melihat situasi yang terjadi di lapangan ketika mengetahui bagaimana dedikasi Kader TBC Komunitas dengan reward yang mereka dapatkan sungguhlah tidak sepadan. Beberapa beban tambahan yang tidak terduga juga terkadang harus mereka pikul demi membuat pasien berkenan untuk berobat dan memulai pengobatan TBC. Sungguh cita-cita eliminasi TBC tidak akan terwujud tanpa adanya jiwa kemanusiaan dari para kader TBC Komunitas ini. “Kami hanya ingin mereka sembuh. Rasa lelah dan lainnya akan tergantikan dengan rasa bahagia jika kami bisa menemani mereka hingga pulih kembali,” tutur Ibu Siti.

Tanpa banyak pinta, Ibu Siti dan Ibu Leni pun menyampaikan bahwa ia hanya ingin disejahterakan dalam segi jaminan keselamatan dan reward yang pantas sesuai dengan perjuangan mereka. “Ya sebagai kader, semoga Bapak/Ibu semua dapat lebih memperjuangkan kami dalam segi pemberian reward ya, karena terkadang reward kami pun habis hanya untuk beli bensin karena jarak tempuh yang jauh. Dengan medan yang sulit, semoga juga adalah jaminan keselamatan bagi kami agar kami juga tenang saat menjalani tugas ini,” pinta kedua Ibu Kader. 

Dalam permasalahan ini, sungguh masih banyak kader-kader yang mengalami kejadian serupa di wilayah lainnya, bahkan memiliki medan yang lebih sulit dari  Ibu Siti dan Ibu Leni hadapi. Semoga, seluruh stakeholder yang berperan dapat menciptakan inovasi dan strategi yang baik dalam menjamin keselamatan dan kesejahteraan kader-kader di daerah. Sehingga, apresiasi yang diberikan dapat lebih membuat kader TBC komunitas semangat dalam melacak dan menemukan kasus TBC untuk mewujudkan eliminasi TBC di Indonesia. Kader adalah tonggak dari eliminasi TBC. Tanpa mereka, eliminasi TBC hanyalah wacana belaka yang mungkin akan sulit terwujud bila tidak dibantu oleh kader-kader luar biasa kita di daerah. Marilah kita berikan hormat kita kepada seluruh kader TBC Komunitas dan doakan agar selalu sehat dan sukses untuk kehidupan mereka. 


Penulis: Winda Eka Pahla

 

 

Dukung Eliminasi TBC 2030, SSR Sinergi Sehat Indonesia Bantul Ikut Terlibat dalam Penanggulangan TBC

Foto Bersama dalam Kegiatan Konfrensi Pers Pernyataan Bersama Upaya Penanggulangan Tuberkulosis di Kabupaten Bantul

Pengendalian penyakit Tuberkulosis termasuk satu dari lima prioritas kesehatan nasional. Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, estimasi kasus TBC pada tahun 2021 berjumlah 969.000 kasus TBC, namun baru 443.235 kasus TBC yang ditemukan dengan jumlah kematian sebanyak 15.186 kasus. Dari jumlah kasus tersebut, penularan penyakit TBC mayoritas ditemukan pada kelompok usia produktif. Penularan penyakit TBC juga dipengaruhi oleh faktor sosial seperti kemiskinan, urbanisasi, pola hidup yang kurang aktif, penggunaan tembakau, dan alkohol (WHO, 2020).

Di Kabupaten Bantul, pada bulan Januari sampai November 2022, tercatat ada 1.216 kasus TBC yang ditemukan di seluruh fasilitas kesehatan di Kabupaten Bantul. 619 diantaranya adalah kasus TBC anak dan 12 kasus pasien TBC Resisten Obat. Jumlah tersebut masih 50% dari estimasi 2.431 kasus TBC di Kabupaten Bantul. Artinya masih banyak orang dengan TBC yang masih belum ditemukan dan diobati.

Proses Kegiatan Konfrensi Pers Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis di Kabupaten Bantul

Selain masih banyaknya estimasi orang dengan TBC yang belum ditemukan, angka pasien yang putus berobat TBC di Kabupaten Bantul juga cukup tinggi yaitu sebesar 3,93% dari jumlah pasien yang diobati tahun 2021. Pasien yang tidak menjalani pengobatan sampai tuntas dikhawatirkan akan membuat pasien terkena TBC Resisten Obat. Oleh karena itu pendampingan bagi pasien TBC agar dapat menjalani pengobatan sampai tuntas sangat dibutuhkan.

Beberapa upaya telah dilakukan untuk menekan angka penularan penyakit TBC di Kabupaten Bantul. Salah satunya adalah memberikan Terapi Pencegahan TBC (TPT) bagi kontak erat pasien TBC, menguatkan jejaring internal dan eksternal fasilitas kesehatan, serta kolaborasi multi sector melalui pendekatan District based Public Private Mix (DPPM).

Dinkes Bantul menyatakan komitmennya untuk saling berkolaborasi dalam peningkatan penemuan kasus TBC di Bantul

Melalui pendekatan DPPM, Dinas Kesehatan Bantul, fasilitas kesehatan, dan Komunitas saling berkolaborasi untuk meningkatkan angka penemuan kasus TBC serta memastikan pasien mendapatkan pengobatan sesuai standar dan berpusat pada pasien. SSR Sinergi Sehat Indonesia Bantul sebagai TBC Komunitas melakukan peranannya dalam penemuan kasus TBC melalui kegiatan Investigasi Kontak (tracing), Sosialisasi TBC ke masyarakat, mendorong pemberian TPT pada kontak erat pasien TBC, pelacakan dan edukasi pasien TBC putus berobat, serta pendampingan pasien TBC. Harapannya dengan adanya upaya kolaborasi tersebut dapat meningkatkan penanggulangan TBC di Kabupaten Bantul.

Mari kita temukan, obati sampai sembuh kasus TBC di Wilayah Kabupaten Bantul

TOSS TBC !

SSR Sinergi Sehat Indonesia Bersama Dinas Kesehatan dan Komisi D DPRD Sleman Melakukan Pernyataan Bersama Upaya Penanggulangan Tuberkulosis

Foto Bersama dalam Kegiatan Konferensi Pers Pernyataan Bersama Upaya Penanggulangan Tuberkulosis di Kabupaten Sleman

Sleman, 20 Desember 2022 bertempat di Hotel Grand Keisha dilaksanakan kegiatan pertemuan Konferensi Pers Pernyataan Bersama Upaya Penanggulangan Tuberkulosis di Kabupaten Sleman dengan Narasumber Wakil Ketua Komisi D DPRD, Dinas Kesehatan dan SSR Sinergi Sehat Indonesia Kabupaten Sleman. Kegiatan ini sebagai proses penyebarluasan informasi terkait situasi terkini penanggulangan TBC, tantangan, serta praktik baik kepada pemangku kepentingan dan berbagai pihak sebagai sebagai salah satu strategi advokasi melalui saluran komunikasi publik yang dilaksanakan bersama jejaring DPPM.

“Sejak tahun 2021 hingga saat ini SSR Sinergi Sehat Indonesia melakukan kegiatan penanggulangan TBC di Kabupaten Sleman. Kegiatan tersebut untuk mendukung Eliminasi TBC di Kabupaten Sleman melalui dukungan kader TBC di masyarakat dalam penemuan kasus secara aktif melalui Investigasi kontak, penyuluhan, pengantaran spesimen dahak pelacakan pasien mangkir, pendampingan pengobatan dan rangkaian pertemuan jejaring dan kemitraan untuk implementasi DPPM.” Ujar Primarendra selaku Pelaksana Program SSR Sinergi Sehat Indonesia Kabupaten Sleman.

Global Tuberculosis Report (GTR) 2022 mencatat bahwa terdapat 969.000 kasus tuberkulosis (TBC) baru di Indonesia dan menempatkan sebagai negara kedua dengan kasus TBC terbanyak di dunia. Sub Koordinator Kelompok Substansi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Sleman, dr. Seruni Angreni Susila menyampaikan bahwa kasus TBC di Kabupaten Sleman yang tercatat di Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) per tanggal 15 Desember 2022, adalah 1.604 kasus.  Apabila dibandingkan dengan tahun 2021 maka ada peningkatan sekitar 1.000an kasus. Program Dinas Kesehatan Sleman tahun 2023 akan meningkatkan penemuan secara aktif atau active case finding dengan melibatkan kerjasama Puskesmas, Zero TB FKKMK UGM dan Kader TBC komunitas SSR Sinergi Sehat Indonesia.

dr. Seruni dari Dinas Kesehatan mengajak seluruh stakeholder dan masyarakat bersama-sama memberantas tuberkulosis di Sleman

Beliau mengajak seluruh masyakat Kabupaten Sleman  agar dapat bersama-sama saling bahu membahu untuk mencegah serta berperan dalam penanggulangan TBC sesuai dengan potensi dan kapasitas masing-masing sehingga harapan Indonesia Eliminas TBC di tahun 2030 dapat terwujud. “Mari bersama-sama seluruh warga Kabupaten Sleman siap melawan penyakit TB dan mewujudkan Indonesia Eliminasi TB 2030.” tutur dr. Seruni.

Komisi D DPRD siap memberikan dukungan penuh terhadap upaya penanggulangan tuberkulosis di Kabupaten Sleman

Komisi D DPRD Kabupaten Sleman juga siap mendukung upaya penanggulangan TBC di Kabupaten Sleman. Muh. Zuhdan, S.Pd, M.A.P selaku Wakil Ketua Komisi D DPRD Sleman menyampaikan bahwa “Melalui fungsi pegawasan DPRD akan berperasn agar program tepat sasaran, anggaran dapat maksimal digunakan serta mempersiapkan anggota dewan dalam pengganggaran kepentingan untuk masyarakat.”

Dalam upaya meningkatkan peran Fasyankes Pemerintah maupun Swasta dalam jejaring District Public Private Mix [DPPM] di penghujung tahun 2022 Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman memberikan Piagam Penghargaan DPPM Champion untuk Puskesmas, Rumah Sakit dan Klinik yang melakukan upaya terbaik dalam penanggulangan TBC. Piagam Penghargaan DPPM Champion Kabupaten Sleman 2022 diberikan kepada:

  • Puskesmas Sleman dengan jumlah pasien TBC, keberhasilan pengobatan, Terapi Pencegahan TBC [TPT] dan Investigasi Kontak [IK] terbanyak dari hasil penilaian bersama Dinas Kesehatan, SSR Sinergi Sehat Indonesia dan Tim Zero TB FKKMK UGM
  • RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan penemuan jumlah terduga, jumlah pasien TBC dan keberhasilan pengobatan terbanyak
  • Klinik Pratama HM Sosromihardjo untuk perannya dalam penemuan terduga dan pasien TBC terbanyak

Piagam Penghargaan DPPM Champion harapannya dapat mendorong Fasyankes untuk semakin termotivasi dan melakukan upaya maksimal dalam program penanggulangan TBC.

Salam TOSS TBC!

Temukan TBC Obati Sampai Sembuh

 

 

Bersama Komunitas SSR PKBI Kota Yogyakarta, Mari Wujudukan Indonesia Eliminasi TBC 2030

Kegiatan Konferensi Pers Pernyataan Bersama Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis

Tuberkulosis dinyatakan oleh World Health Organization [WHO] sebagai salah satu penyakit menular yang paling mematikan di dunia. Terlebih lagi dalam Global TBC Report dari WHO yang diterbitkan pada 27 Oktober 2022 disebutkan Indonesia kembali naik peringat dua dengan estimasi beban TBC terbanyak di dunia setelah India. Kasus TBC di Indonesia diperkirakan sebanyak 969.000 kasus TBC [satu orang setiap 33 detik]. Angka ini naik 17% dari tahun 2020, yaitu sebanyak 824.000 kasus. Insidensi kasus TBC di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk, yang artinya setiap 100.000 orang di Indonesia terdapat 354 orang di antaranya yang menderita TBC. Data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta per 6 Desember 2022 ditemukan 1.143 kasus TBC semua tipe.

Sebagai salah satu upaya eliminasi TBC diperlukan kolaborasi multi pihak baik dari pemerintah, pemangku kebijakan dan komunitas penanggulangan TBC di Kota Yogyakarta.

PKBI Kota Yogyakarta sejak April 2021 menjadi salah satu Sub-sub Recipient [SSR] penerima dana hibah Global Fund dibawah Sub Recipient [SR] Siklus Indonesia dan Principle Recipient [PR] Konsorsium Komunitas Penabulu STPI. SSR PKBI Kota Yogyakarta berperan dalam penaggulangan TBC berbasis komunitas di Kota Yogyakarta dengan melakukan peran TOSS TBC yaitu dalam penemuan kasus TBC melalui kegiatan Investigasi Kontak Rumah Tangga [IK RT] atau tracing kontak erat dan serumah, Investigasi Kontak Non Rumah Tangga [IK Non RT] dalam bentuk sosialisasi dan skrinning TBC ke masyarakat, edukasi pemberian Terapi Pencegahan TBC [TPT] balita kontak serumah, pendampingan pasien TBC Resisten Obat [RO] dan pelacakan pasien TBC Sensitif Obat  [SO] dalam implementasi District Private Public Mix [DPPM], pengantaran spesimen dahak, dsb. Area intervensi SSR PKBI Kota Yogyakarta adalah 100% dari 18 puskesmas di Kota Yogyakarta meliputi Umbulharjo, Kotagede, Mergangsan, Gondokusuman, Pakualaman, Mantrijeron, Wirobrajan, Kraton, Gondomanan, Gondokusuman, Tegalrejo, Jetis dan kader yang telah mengikuti pelatihan sebanyak 58 orang.

Investigasi kontak RT oleh kader SSR PKBI Kota Yogyakarta pada Januari-November 2022 terlaksana sebanyak 372 untuk indeks kasus terkonfirmasi TBC bakteorologis dan TBC anak. Pelaksanaan IK tersebut berdasarkan indeks yang diterima dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sejumlah 702 indeks. Dari 372 IK RT yang terlaksana ada 8033 kontak yang di skrinning, 783 yang memenuhi syarat rujuk, 710 yang berhasil dirujuk, 670 yang melakukan tes dengan hasil negatif [339 pemeriksaan rontgen, 98 pemeriksaan TBC anak, 233 pemeriksaan TCM] dan 40 dengan hasil tes positif [21 pemeriksaan rontgen, 5 pemeriksaan TBC anak, 14 pemeriksaan TCM]

Investigasi kontak Non RT berupa penyuluhan dan skrining TBC di Kota Yogyakarta Januari-November 2022 dilaksanakan 64 Kali dengan 1344 kontak yang di skrinning, 340 yang berhasil dirujuk, 302 diperiksa dengan hasil negatif [57 pemeriksaan rontgen, 76 pemeriksaan TBC anak, 169 pemeriksaan TCM] dan 38 dengan hasil tes positif [13 pemeriksaan rontgen, 4 pemeriksaan TBC anak, 21 pemeriksaan TCM]

Tantangan bagi kami adalah dalam merujuk balita kontak serumah dengan pasien TBC Baktereologis untuk diberikan TPT. Selain pada balita TPT diberikan pada orang dengan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) dimana sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak mampu mengeliminasi bakteri Mycobacterium tuberculosis dari tubuh secara sempurna tetapi mampu mengendalikan bakteri TBC sehingga tidak timbul gejala sakit TBC. Hasil studi menunjukan sekitar 5-10% orang dengan ILTB akan berkembang menjadi TBC aktif, biasanya terjadi dalam 5 tahun sejak pertama kali terinfeksi.  Risiko penyakit TBC pada ODHA, anak kontak serumah dengan pasien TBC terkonfirmasi TBC bakteorologis dan kelompok beresiko lainnya dapat dikurangi dengan pemberian TPT. Dengan pemberian TPT dapat mengurangi risiko reaktivasi sekitar 60% sampai 90%. Selain itu pemberian TPT pada ODHA dapat memberikan perlindungan hingga lebih dari 5 tahun. Pemberian TPT ini bukan kegiatan yang berdiri sendiri, tetapi diimplementasikan secara komprehensif di layanan TBC dan sistem kesehatan. Harapannya kedepan kita semuanya semakin memahami pentingnya TPT dan dapat diberikan dengan lancar untuk terwujudnya Eliminasi TBC.

Tuberkulosis dapat dicegah dengan beberapa cara, diantaranya adalah semua pasien TBC dan kontak erat menggunakan masker dan membuang masker dengan tepat, melakukan skrinning kesehatan apabila ada yang batuk berdahak lebih dari 2 minggu, berkeringat di malam hari dan kontak serumah ataupun kontak erat dengan pasien TBC, menerapkan perilaku hidup sehat dengan menjaga kebersihan serta memastikan ventilasi udara yang baik agar terkena paparan sinar matahari.

SSR PKBI Kota Yogyakarta berharap masyarakat dapat memberikan dukungan terhadap pengobatan TBC. Stigma pada pasien TBC juga masih cukup tinggi, sehingga masih banyak masyarakat enggan memeriksakan diri. Padahal dengan keterbukaan terkait kondisi kesehatan dapat segera ditangani dan menurunkan penularan lebih cepat.

Untuk saling berkolaborasi dalam eliminasi TBC, SSR PKBI Kota Yogyakarta juga bekerjasama dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama dan rujukan tingkat lanjut baik pemerintah maupun swasta serta secara rutin mengadakan kegiatan bersama untuk terus meningkatkan peran dalam eliminasi TBC.

 

Peningkatan Penemuan Kasus TBC melalui Inovasi Gerakan Komunitas (JABAT TB, TEMAN TB DAN TB WARRIOR) di Sidoarjo

Proses eliminasi Tuberkulosis (TBC) merupakan hal yang membutuhkan komitmen tinggi. Dalam prosesnya, pemikiran yang kreatif dan inovatif sangat diperlukan untuk menentukan langkah dalam pengambilan kebijakan atau pembuatan program baru demi melakukan eliminasi TBC.  Kurangnya pemahaman mengenai tanda dan gejala, serta pengobatan tuberkulosis juga menyebabkan peningkatan stigma di masyarakat terkait TBC semakin meluas. Indonesia dengan budaya sosialnya, sangat beresiko tinggi membentuk stigma yang mampu meningkatkan penundaan diagnostik dan ketidakpatuhan pengobatan TBC untuk pasien. Yang mana hal ini dapat mempengaruhi status mental pasien TBC dan dapat memunculkan gangguan psikosomatik, depresi hingga berujung pada kematian karena tidak patuhnya pada pengobatan.

Melihat situasi tersebut, diperlukan adanya gerakan dari seluruh pemerintah, pemangku kebijakan, komunitas hingga dari lini masyarakat untuk mendukung suksesnya eliminasi TBC di Indonesia. Dalam praktiknya, PR Konsorsium Penabulu-STPI berkomitmen untuk menciptakan sinergi yang baik dengan masyarakat umum yang berperan sebagai kader maupun pendamping pasien. Khususnya di wilayah Sidoarjo, SSR (Sub Sub Recipient) Sidoarjo menciptakan inovasi-inovasi baru sebagai usaha dalam memberdayakan sumber daya dan sebagai usaha untuk meningkatkan angka capaian notifikasi kasus.

Kegiatan JABAT TB di RS Mitra Keluarga Pondok Tjandra

Pada semester dua tahun 2022 ini, staff program SSR Sidoarjo, Ibu Ayu menyampaikan bahwa dirinya mempunyai banyak strategi untuk mencapai target. “Di periode semester Juli hingga Desember 2022, kami telah dan akan melaksanakan tiga program inovasi SSR Sidoarjo yang terdiri dari JABAT TB, TEMAN TB dan TB Warrior. Kegiatan ini menjadi langkah konkret untuk peningkatan jejaring kemitraan dan perluasan daerah intervensi melalui kunjungan, pengenalan program dan koordinasi penanganan TBC  dengan fasyankes sekitar dan lintas sektoral. Selain itu, capaian notifikasi kasus juga dapat meningkat sembari adanya variasi-variasi program yang sudah dikonsepkan,” tuturnya.

Program yang pertama yaitu JABAT TB. Program ini dicanangkan untuk peningkatan program dalam segi A“Kami mencoba menerapkan program tersebut semenjak bulan September lalu. Program ini ditargetkan dapat menggaet 15 Puskesmas yang belum masuk ke wilayah intervensi, Rumah Sakit yang belum melakukan MoU dengan Komunitas, BAZNAS dan Lembaga sosial lainnya,” jelas beliau. Ibu Ayu juga menambahkan bahwa program yang dikenal dengan JABAT TB ini telah menghasilkan beberapa intervensi wilayah Puskesmas yaitu Puskesmas Urangagung dan Puskesmas Waru 2, Sidoarjo. Selain Puskesmas, program JABAT TB juga menjadikan bertambahnya Rumah Sakit yang bermitra dengan SSR Sidoarjo melalui MoU yaitu RS Mitra Keluarga Pondok Tjandra, Sidoarjo.

Proses Pengisian Kuesioner TEMAN TB oleh Pasien TBC setempat

Selain dalam segi kemitraan, SSR Sidoarjo juga membuat sistem umpan balik atau dikenal dengan nama TEMAN TB (Sistem Penilaian Tuberkulosis) yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam pengaplikasian program TBC di wilayah mereka. “TEMAN TB ini merupakan adaptasi dari program CBMF (Community-Based Monitoring and Feedback) yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas kita dalam melakukan monitoring pada kegiatan penanggulangan TBC serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan TBC di wilayah Sidoarjo,” tutur Ibu Ayu. TEMAN TB merupakan sistem penilaian tuberkulosis melalui kuesioner yang dapat diisi oleh pasien TBC saat berkunjung di fasyankes. Kuesioner dapat berisi tentang feedback, saran dan keluhan terhadap pelayanan tuberkulosis yang diimplementasikan di wilayah Sidoarjo. Selanjutnya, hasil dari program TEMAN TB akan dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan dan fasyankes terkait untuk merespon dan menindaklanjuti saran dan kritik yang telah diinput oleh pasien melalui TEMAN TB tersebut. Berikut untuk contoh kuesioner TEMAN TB yang diciptakan oleh tim SSR Sidoarjo:

 

Kuesioner TEMAN TB SSR Sidoarjo

Ibu Ayu menjelaskan terkait cara mengoptimalisasikan TEMAN TB.   “Dalam implementasinya, kami akan mengoptimalisasikan TEMAN TB ini dengan penyederhanaan isi kuesioner menggunakan bahasa yang mudah dipahami masyarakat, melengkapi poin pertanyaan terkait pengetahuan TBC serta tanggapan dan penilaian masyarakat terhadap peran komunitas. Semoga dengan adanya kuisioner ini dapat membantu dalam monitoring dan evaluasi kegiatan kita,” 

Kedepannya, untuk membangun sumber daya yang berintegritas dan berkualitas, Ibu Ayu dan tim juga akan melakukan pengoptimalan pemberdayaan Kader TBC di wilayah Sidoarjo melalui program TB WARRIOR. TB WARRIOR adalah program pemberian apresiasi kepada kader yang berprestasi dalam pelaksanaan program penanggulangan TBC. Pemberian apresiasi tersebut diberikan dalam bentuk piagam penghargaan kader TBC berprestasi yang ditandatangani oleh SSR dan diketahui oleh Dinas Kesehatan serta pemberian bingkisan. “Kami sangat mengerti bahwa kader merupakan tonggak utama kesuksesan eliminasi TBC. Oleh karena itu, di semester dua ini kami akan berusaha untuk mengapresiasi kerja keras mereka selama ini di lapangan melalui program ini,” ucap Ibu Ayu. Dalam penerapannya, program TB WARRIOR akan di kategorikan menjadi 3 jenis yaitu: a) TB Warrior Investigasi Kontak ; b) TB Warrior Case Finding dan c) TB Warrior Pendampingan Pasien, yang mana kegiatan ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2022 dengan penilaian dilakukan dalam semester 2 tahun 2022. “Kami sudah mensosialisasikan kegiatan ini ke seluruh koordinator kader dan kader pada kegiatan BL 2 tanggal 18 November 2022 dan pada whatsapp grup kader Sidoarjo dan penganugerahannya akan kami laksanakan pada akhir Desember 2022 bertepatan dengan kegiatan Pers Conferences DPPM,” tambah Ibu Ayu. 

Dengan variasi program yang dilakukan tersebut, SSR Sidoarjo berhasil menunjukkan grafik notifikasi kasus yang meningkat dari semester sebelumnya. Terdapat 73 angka notifikasi kasus yang SSR Sidoarjo raih per bulan November 2022 di semester dua tahun 2022 ini.  Yang mana, angka tersebut juga akan terus meningkat dengan adanya implementasi program yang sudah SSR Sidoarjo rencanakan.

Di akhir pembicaraan, Ibu Ayu menyampaikan harapannya bahwa semoga program-program yang telah dibuat oleh ia dan tim nya dapat meningkatkan angka notifikasi kasus TBC di wilayahnya. “Kami berharap semoga kegiatan dan inovasi yang kami buat ini dapat berimbas baik pada angka capaian ya, karena itu target utama kita. Dan semoga setelah banyak hal baik yang di petik dari program ini, dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk SR ataupun SSR yang hendak membuat program yang sama,” tutup beliau.


Penulis: Winda Eka Pahla

Ibu Juniwati, dari Kader Posyandu ke Kader TBC

Juniwati (50) memilih bergabung sebagai Kader Tuberkulosis sejak pertengahan tahun 2018 untuk lebih banyak lagi membantu masyarakat. Ia pun mendapatkan dukungan penuh dari keluarga saat bergabung dalam komunitas tersebut.

Ibu dari 2 orang anak ini mulai bergabung setelah mengetahui adanya pelatihan kader dan ikut serta dalam pelatihannya. Ia telah berproses selama hampir lebih lima tahun. Berbagai pengalaman pun ia dapatkan seperti melakukan pendampingan pasien TBC hingga berhasil serta melihat pasien yang didampinginya dinyatakan sembuh oleh petugas TBC. “Sebagai kader TBC, yang paling menggembirakan adalah saat pasien dampingan kita dinyatakan sembuh, apalagi kalau pasien itu dari kalangan anak-anak atau balita. Sungguh menjadi kebahagiaan tersendiri,” tuturnya.

Ibu Rumah tangga ini sebelumnya juga aktif sebagai kader posyandu dan kader KB, hal tersebut membuatnya lebih mudah melakukan penyuluhan dan pendampingan karena telah dikenal baik oleh masyarakat. “Dalam melakukan aktivitas sebagai kader TBC, baik investigasi kontak maupun penyuluhan, alhamdulillah saya pribadi cukup diterima di masyarakat. Bahkan untuk penyuluhan saya seringkali dikasi ruang penyuluhan di tempat-tempat khusus seperti di Gereja, padahal mereka tahu bahwa saya seorang Muslimah. Kita semua saling percaya,” bebernya.

Selain itu, tugasnya sebagai kader di komunitas menuntutnya untuk piawai dalam berkomunikasi. Ia perlu efektif dalam mengkomunikasikan terkait TBC karena masyarakat di lingkungannya masih banyak bertahan pada stigma yang salah terkait TBC, sehingga hal tersebut membuat mereka malu jika diajak memeriksakan diri.

Ibu Juni,  demikian ia disapa oleh rekannya sesama kader, juga pernah mengalami kejadian menyedihkan saat melaksanakan tugas. Ia merasa gagal ketika pasien yang didampinginya akhirnya meninggal. “Bagaimana tidak sedih kodong, baru satu berobat tiba-tiba ia meninggal dunia,” jelasnya. Namun, kejadian itu tak memutuskan asanya untuk terus bergiat dan mensosialisasikan program TBC komunitas, ia terus bersemangat membantu masyarakat untuk ‘memerangi’ TBC.

Ibu Juni juga mengaku senang atas insentif yang ia terima sebagai bentuk apresiasi dan perhatian komunitas terhadap kader seperti dirinya. Saat insentif terlambat atau salah pencatatan pelaporan, itu merupakan salah satu bentuk perjuangannya untuk bersabar dan mengulanginya lagi. Ke depan, Ibu yang sehari-hari juga aktif mengajar TK TPA di kediamannya itu berharap agar program terus berlanjut, namun keberlanjutan dari program ini perlu lebih baik, termasuk dalam hal perhatian terhadap kesejahteraan kader. “Kami ikhlas bekerja, namun jika ada subsidi tambahan untuk biaya transportasi, akan semakin melancarkan aktivitas kami,” harapnya.

Secara capaian sebagai kader, Ibu Juni cukup baik dalam memberikan kontirbusi. Setiap bulan, temuan kasusnya dapat mencapai enam kasus TBC baru setiap bulan, belum lagi dengan kegiatan invesigasi kontak dan penyuluhan juga yang selalu dilakukannya intens setiap bulan.

Di luar aktivitas sebagai pegiat TBC, Ibu Juni adalah seorang yang super aktif. Selain terkenal sebagai kader posyandu dan kader KB, ia juga aktif sebagai kader Kesehatan Lingkungan. Dalam aktivitas hariannya, ia pun masih aktif mengajar di sebuah PAUD yang terletak di jalan Sungai Klara, Kec. Ujung Pandang, Kota Makassar.


Ditulis oleh: Kasri Riswadi (Koordinator PMEL Yamali TB Sulawesi Selatan)

Editor: Winda Eka Pahla Ayuningtyas (Communications Staff)

TB Campaign Day 2022 : Stop Stigma & Diskriminasi Terhadap Pasien TBC

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit infeksius yang diakibatkan oleh mycobacterium tuberculosis, penyakit ini bisa menular kepada siapa saja bahkan mematikan. Di Indonesia, estimasi kasus TBC mencapai 824,000 dengan jumlah pasien yang meninggal sebesar 15,186 jiwa sementara jumlah kasus TB yang ditemukan dan diobati baru 443,235 hanya separuh dari estimasi kasus yang ditemukan (data NTP 2021). Di tengah tantangan mencapai target eliminasi TB 2030, upaya mencegah dan menangani penyakit TBC dipersulit dengan adanya stigma terhadap TB di masyarakat.

Stigma terhadap TBC mengakibatkan orang yang mengalami TBC terlambat untuk didiagnosis (melakukan pengobatan), tidak patuh berobat, bahkan putus pengobatan. Dengan demikian, stigma dan diskriminasi secara tidak langsung juga mengakibatkan penyebaran TBC yang lebih luas di masyarakat, bahkan berkembang menjadi resistensi atau TBC kebal obat  yang membuat penanganan TBC menjadi semakin kompleks. Stigma juga menyebabkan orang dengan TBC mengalami diskriminasi di lingkungan sosial. Orang yang mengalami TBC menarik diri dari lingkungan, disisihkan dari pergaulan, sulit mendapatkan pekerjaan, bahkan sampai kehilangan pekerjaannya dan ada pula yang memutusukan untuk mengakhiri hidupnya. Hal tersebut dapat berkontribusi terhadap munculnya permasalahan ekonomi dan kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan. Semua hal ini, baik psikologis, ekonomi, dan kesehatan, saling berkaitan satu sama lain dan berdampak multiplikatif jika tidak ditangani dengan tepat.

POP TB Indonesia sebagai salah satu komunitas berfokus pada Eliminasi TBC dengan 22 Jejaring Organiasi Penyintas TBC (OPT) di 16 Provinsi  bekerjasama dengan Indonesia Aids Coalition dengan dukungan dana dari Global Fund telah mengadakan capacity building dan TB Campaign Day pada tanggal 17-19 Juni 2022 di Kota Makassar Sulawesi Selatan. Kegiatan ini berupaya selain meningkatkan kualitas jejaring (OPT) yang menjadi ujung tombak dalam meningkatkan peran komunitas yang berdaya. Seperti yang diungkapakan oleh Bapak Patrick Johanes Laurens (Program Manager Indonesia Aids Coalition) bahwa Organiasi atau komunitas merupakan kendaraan dalam pergerakan Eliminasi TBC di Indonesia. “Sewajarnya kendaraan, kendaraan tersebut harus kuat dan berkualitas. Kembangkan diri dengan adanya perubahan-perubahan yang signifikan dan membangun agar team dan organisasi dapat berkembang” imbuh Bang Patrick.

Selain perubahan sinergi dan penguatan team dari organisasi komunitas, POP TB juga mengadakan pelatihan fundraising & Report Writing. Dua hal ini merupaka kesatuan yang tidak bisa dipisahkan bagi suatu komunitas nirlaba yang bergerak secara volunteer. Fundraising merupakan suatu hal yang harus dilakukan sebagai keberlangsungan suatu organisasi (bahan bakar). Seperti yang disampaikan oleh Thea Y. Hutanamon (Partnership & Development Manager Stop TB Partnership Indonesia) Jiwa kesukarelawanan harus selalu ada di dalam tubuh OPT karena itu dasar dari Fundraising. “Selain narasi yang dituangkan di Proposal fundraising bahwa kita juga harus membangun jejaring dan melakukan branding organisasi agar ketika suatu organisasi memiliki program yang butuh dukungan, hal ini akan mempermudah kerjasama dalam program” Sambung Ibu Thea.

untuk menurunkan stigma dan diskriminasi terhadap pasien TBC di Indonesia melalui TB Campaign Day, POP TB Indonesia dengan mengajak OPT dari 16 Provinsi melakukan aksi kampanye sosial dan Flashmob berupa edukasi kepada masyarakat dan pengunjung Lego Lego CPI Kota Makassar. Kampanye sosial yang kami lakukukan mengangkat isu stop stigma dan diskriminasi terhadap pasien TBC dengan melakukan survey, sosialisasi dan edukasi kepada pengunjung Lego Lego CPI Kota Makassar. Dari 60 pengunjung yang bersedia menjadi responden dalam survey kami, 30% orang yang pernah mengalami TBC juga mengalami stigma. Adapun stigma dan diskriminasi yang didapatkan adalah dikucilkan dari lingkungan sosial. Kampanye sosial dan edukasi terkait TBC dirasa sangat dibutuhkan oleh Masyarakat setempat agar mereka lebih berhati-hati dan menjaga diri dari penularan TBC dan penanganan yang benar ketika terjangkit.

“Kami di Makassar berharap pemerintah bisa melakukan kampanye edukasi TBC seperti covid, Edukasi covid 19 dimana-mana bahkan ditempat umum atau pasar pun pemerintah membangun baliho untuk edukasi covid, mengapa tidak dengan TBC?” Imbuh seorang pengunjung yang pada saat pengisiian survey oleh peserta kampanye sosial.  Dengan adanya kegiatan kampanye ini kami berharap kegiatan ini dapat mereduksi stigma TBC di masyarakat. Selain kampanye turun ke jalan, kami juga melakukan kampanye digital di medsos. Peserta juga melakukan posting terkait kegiatan TB Campaign dan dengan tagline stop stigma dan diskriminasi terhadap pasien TBC.

Kedepan nya POP TB berharap orang dengan TBC bisa memliki kesempatan yang sama sebagai mahluk sosial dan manusia sebagai fitrahnya. Hal ini sesuai dengan orasi yang disampaikan oleh Ketua POP TB Indonesia, Bapak Budi Hermawan “Kami, POP TB Indonesia berharap dengan adanya kampanye ini, POP TB indonesia menjadi bagian dan berkontribusi terhadap upaya eliminasi TBC 2030 bisa!” Belajar dari kasus covid-19, ketika pasien covid-19 bisa dengan leluasa mengkonfirmasi di media sosial bahwa dirinya terjangkit covid-19 dengan melakukan posting hasil PCR atau antigennya di medsos ataupun dengan memberitahukan langsung kepada keluarga dan tetangga sekitar. Respon positif sosial dengan berduyun-duyun mengirimkan bantuan baik obat ataupun kebutuhan nutrisi yang mendukung penyembuhan untuk covid-19 ketika pasien melakukan isolasi itu pun bisa terjadi dengan mereka yang terkena TBC. Covid-19 dan TBC sama-sama penyakit menular dan mematikan namun adanya perlakukan yang jauh berbeda. Apakah kita salah dalam membranding TBC? Atau masih kurang dalam hal edukasi? Mari kita urai bersama permasalahan yang ada di TBC untuk solusi yang terbaik.

Strategi Jemput Bola Temukan TBC : Kolaborasi Kader dan Puskesmas dalam Investigasi Kontak SR Jambi

Sudah kita ketahui bersama bahwa Indonesia hingga saat ini menduduki peringkat tertinggi ketiga dengan beban Tuberkulosis (TBC) terbanyak di dunia setelah India dan China. Hal tersebut pun divalidasi oleh Kementerian Kesehatan Indonesia yang menyatakan bahwa dari estimasi 824 ribu pasien TBC di Indonesia Baru 49% yang ditemukan dan diobati sehingga terdapat sebanyak 500 ribuan orang yang belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan. Sehingga dengan latar belakang tersebut, sangat diperlukan upaya melakukan penemuan kasus secepat mungkin serta pemberian pengobatan secara tuntas sampai sembuh untuk memutus rantai memutuskan penularan TBC. 

Salah satu upaya yang dapat mendukung upaya tersebut adalah dengan mengimplementasikan pelacakan atau investigasi kontak. Investigasi kontak (IK) merupakan kegiatan pelacakan dan investigasi yang ditujukan pada individu untuk menemukan terduga TBC. Kontak yang terduga TBC akan dirujuk ke pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan lanjutan dan bila terdiagnosa TBC, akan diberikan pengobatan yang tepat dan sedini mungkin. 

Dalam penerapannya, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI melaksanakan tugas tersebut dengan menggandeng relawan kesehatan komunitas populasi kunci yaitu kader yang tersebar di 30 provinsi dan 190 kabupaten/kota salah satunya di Jambi. Jambi sendiri pada umumnya memiliki masyarakat yang sudah mulai mengetahui keberadaan komunitas dan paham mengenai pengetahuan TBC. “Saat ini masyarakat Jambi cukup memahami keberadaan kami sebagai aktivis TBC setelah perjuangan kami memberikan edukasi dan pengetahuan tentang TBC di tahun sebelumnya yang cukup sulit dikarenakan adanya pandemi COVID-19,” ucap Dandy selaku Program Koordinator Sub Recipient (SR) Jambi. 

Meskipun begitu, pencapaian tersebut tidak membuat SR Jambi lengah. SR Jambi meneruskan upaya eliminasi TBC dengan membangun jejaring yang efektif di kota Jambi. “Kami sadar bahwa eliminasi TBC tidak bisa dikerjakan sendiri dan harus diselesaikan secara bersama dengan Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Komunitas HIV, Komunitas Masyarakat Peduli TBC, dan Komunitas yang terhubung lainnya,” ucap Dandy. 

Tak hanya kerjasama dengan multi stakeholder, SR Jambi melanjutkan perjuangan dengan memberikan edukasi kepada masyarakat melalui kegiatan Investigasi Kontak. Investigasi Kontak dilakukan oleh kader secara berulang kepada masyarakat agar mereka dapat menerima dan mencerna secara baik tentang kehadiran komunitas dan manfaat dari memahami TBC. Pendekatan pun juga kerap dilakukan oleh para kader dengan berkunjung ke rumah indeks dan mendekatkan diri kepada kontak erat dan membujuk secara perlahan agar berkenan melakukan pemeriksaan. Tentunya bukan hal yang mudah mengingat bahwa stigma masyarakat terkait penyakit TBC  masih banyak. Namun hal tersebut tidak menjadi kendala yang berarti bagi SR Jambi untuk melaksanakan Investigasi Kontak terlebih dengan semangat kader yang tak pernah lelah untuk memberikan edukasi dan penemuan kasus di masyarakat.

Kader merupakan komponen yang penting dalam menentukan capaian IK  suatu wilayah, sehingga pemberdayaan kader sangat diperhatikan oleh SR Jambi. “Kami melakukan bonding dengan kader agar mereka terus semangat dengan melakukan pelatihan baik secara teori maupun turun langsung di lapangan,” tambah Dandy. Memberikan reward kepada kader sebagai penghargaan atas kerjanya, melakukan pelatihan secara berkala dengan mengingatkan kembali tentang pentingnya IK dan penemuan kasus terbaru adalah langkah-langkah yang SR Jambi lakukan untuk menumbuhkan motivasi kader. Bahkan, jika pencapaian berhasil, SR Jambi juga mengajak para kader untuk makan bersama.

Selain pemberdayaan kader, SR Jambi juga aktif melakukan follow up terkait dengan data yang masuk di Puskesmas agar dapat terdata dengan baik. “Strategi khusus yang dilakukan SR Jambi kami menyebutkan strategi jemput bola dengan meminta langsung ke Puskesmas melampirkan berita acara pengambilan data Indeks Kasus yang berada di Puskesmas, dikarenakan jika menunggu petugas Puskesmas menginput data ke SITB membutuhkan durasi yang lebih lama,” tandas Dandy. Ia menambahkan bahwa strategi ini terbilang efektif agar data kasus terduga TBC dapat terinput di Sistem Informasi Tuberkulosis Komunitas (SITK) sehingga hasil kasus yang diperoleh kader dapat termonitoring dengan baik oleh komunitas.

Di akhir pembicaraan, sebagai PMEL Coordinator, ia berharap bahwa seluruh SR wilayah dalam naungan PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI dapat lebih aktif untuk berkomunikasi kepada Puskesmas agar berita acara pengambilan data indeks kasus dapat terolah dengan baik agar tidak ada data yang telat ataupun terlewat. Ia juga berpesan untuk seluruh aktivis TBC untuk terus bersemangat dalam meneruskan perjuangan agar Indonesia dapat segera bebas dari TBC. 


Ditulis oleh: Winda Eka Pahla Ayuningtyas (Communications Staff)

Editor: Permata Silitonga

Di Balik Kisah Ibu Musdalifah, Pasien Suporter TBC RO yang Membaktikan Dirinya Untuk Membantu Pasien TBC Sembuh

Ibu Musdalifah merupakan salah satu dari patient  supporter (PS) untuk pasien Tuberkulosis  Resisten Obat (TBC RO) di Makassar, Sulawesi Selatan. Ibu Musdalifah mendedikasikan dirinya sebagai PS semenjak tahun 2018. Berasal dari latar belakang pendidikan Psikologi yang mana mempelajari terkait kegiatan maupun interaksi manusia dalam hubungannya dengan konteks sosial, Ibu Musdalifah mulai tergerak untuk berpartisipasi aktif di dunia sosial salah satunya dengan menjadi pasien supporter TBC RO. “Karena background di fakultas psikologi, jiwa sosial tersebut akhirnya muncul untuk membantu sesama. Terlebih terdapat beberapa tetangga yang mengalami penyakit TBC dan melihat mereka putus asa dan tidak meminum obat, saya kasihan dan terketuk hati untuk membantu mereka,” ucap Bu Musdalifah.

Dalam kesehariannya, Ibu Musdalifah memulai aktivitasnya  hingga siang hari dengan mengajar Bimbingan Konseling di Pondok Pesantren Ummul Mukminin, Sudiang. Setelahnya, Ibu Musdalifah mengunjungi pasien dalam sehari maksimal 5 pasien menggunakan kendaraan bermotor hingga sore sebelum maghrib. “Iya saya sudah menjalankan aktivitas menjadi guru dan PS selama kurang lebih 5 tahun. Walaupun jarak antar rumah pasien ada yang dekat dan cukup jauh, namun semua itu terasa nyaman asalkan dijalankan dengan ikhlas,” sambung beliau.

Pendampingan pasien TBC RO yang Ibu Musdalifah jalankan pun tidak semudah yang dilihat. Panjangnya durasi pengobatan serta efek samping yang diakibatkan dengan adanya penggunaan obat anti TBC (OAT) menjadikan beberapa pasien menyerah dan tidak berkenan untuk melanjutkan pengobatan lagi. “Saya kadang kasihan lihat mereka putus asa. Tapi dengan efek samping yang mereka rasakan saya pun paham dengan rasa sakit yang mereka alami,” tutur Ibu Musdalifah. Namun, hal tersebut tidak menjadi hambatan yang berarti. Beliau secara konsisten terus memberikan semangat dan edukasi tidak hanya ke pasien, namun juga ke keluarga dan lingkungan tempat tinggal pasien agar dapat membantu memberikan afirmasi positif kepada pasien tersebut untuk sembuh.

Keluarga yang mendukung profesi Ibu Musdalifah memberikan suntikan semangat yang membuat segala kesulitan yang dihadapi menjadi mudah. Dengan segala resiko yang mungkin terjadi di lapangan, Ibu Musdalifah juga mengaku pasrah dan ikhtiar karena beliau yakin dengan menggunakan masker dan menjalankan protokol kesehatan, Ibu Musdalifah dapat terhindar dari penularan penyakit TBC. Hal tersebut pun terbukti dari kiprah beliau selama 4 tahun mendampingi pasien TBC tanpa tertular. “Yang penting pakai masker dan prokes ketat diterapkan saya akan merasa aman, alhamdulillah saya juga tidak dan semoga jangan sampai tertular untuk kedepannya,” utas beliau. 

Saat ini, Ibu Musdalifah sedang mendampingi 13 pasien TBC RO. Di tahun 2021, Ibu Musdalifah berhasil menemani pasien TBC RO hingga sembuh sebanyak 15 pasien. “Tahun lalu saat pandemi, saya cukup kewalahan karena adanya PPKM sehingga saya hanya mendatangi pasien selama 4 kali dalam satu bulan,” ucap Ibu Musdalifah. Namun hal tersebut tidak membuat beliau menyerah dan terus bersemangat mendampingi pasien minum obat, edukasi seputar penyakit, dampak, serta penularannya. 

Sebagai PS, kebahagiaan yang dirasakan adalah ketika menemukan ada pasien yang sembuh karena pendampingan yang dilakukan. “Saya merasa senang karena saya berhasil bisa membuat pasien sembuh dan tidak mangkir. Ada pasien dengan pengobatan 2020 hingga 2022 baru sembuh dan itu salah satu contoh perjuangan yang cukup panjang dengan kerjasama keluarga dan lingkungan pasien,” tandas beliau.

Untuk kedepannya, Ibu Musdalifah berharap bahwa seluruh PS dapat terus bersemangat untuk mendampingi pasien hingga sembuh. Beliau juga mengatakan bahwa meskipun menjadi PS bukanlah hal yang mudah dilakukan, tetapi selagi melaksanakan tugas dengan baik dan tulus ikhlas, beliau yakin semuanya akan aman dan nyaman untuk dijalani. 


Ditulis oleh: Winda Eka Pahla Ayuningtyas (Communications Staff)

Editor: Permata Silitonga

Perjuangan Ibu Siti Aminah dalam Mencari Suspek untuk Indonesia Bebas Tuberkulosis 2030

Siti Aminah, atau yang akrab dipanggil dengan nama Ibu Siti merupakan salah satu dari sekian kader Tuberkulosis (TBC) yang bekerja di Puskesmas Rangkah, Tambaksari, Surabaya. Pengabdiannya sebagai kader TBC dimulai pada tahun 2014 yang mana hal tersebut muncul dari keresahannya karena tidak ada yang  berminat untuk menjadi kader saat dilaksanakan pelatihan kader TBC di Puskesmas Rangkah. “Awalnya, saya berpikir jika nanti ada yg sakit TBC bagaimana untuk penanganannya. Akhirnya saya yang angkat tangan untuk ikut pelatihan TBC dulu dan pelatihan selama 2 minggu sampe kita faham mengenai TBC,” tutur Ibu Siti. 

Dalam kesehariannya, Ibu Siti mencari suspek dari pagi pukul 08.00 WIB hingga sore pukul 17.00 WIB, dari satu rumah ke rumah lainnya di wilayah kerjanya yang cukup luas.  Selain itu, Ibu Siti juga aktif mengadakan kegiatan penyuluhan di masyarakat seperti bergabung pada saat kegiatan PKK, pertemuan masyarakat, arisan dan lainnya. “Saat memberikan edukasi, saya selalu memberikan penekanan bahwa TBC itu penyakit yang menular. Saya juga memberikan pengertian bahwa TBC adalah penyakit yang dapat disembuhkan,” utas Ibu Siti.

Ibu Siti berkomitmen untuk membuat masyarakat mengerti pengertian dari penyakit TBC dengan gejalanya seperti batuk yang tidak kunjung reda, nafsu makan yang berkurang, serta keringat dingin di malam hari. “Saya khawatir dengan lansia yang rentan dengan penyakit TBC, terlebih orang dengan diabet juga rawan dengan TBC, sehingga saya gunakan sebaik mungkin program penyuluhan di PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI,” ucap Ibu Siti. Dalam alur pengambilan suspek, Ibu Siti mengambil dahak pasien dari rumah ke rumah yang kemudian dahaknya dibawa ke laboratorium Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan. Jika ada suspek yang positif, Ibu Siti langsung datang  ke rumah pasien untuk menyarankan pengobatan gratis sampai 6 bulan dan memberikan edukasi agar tidak mangkir  atau putus pengobatan TBC di tengah jalan.

Namun, pencarian suspek tidak semudah yang dilihat. Terkadang, penolakan demi penolakan dalam penjangkauan suspek kerap dialami oleh Ibu Siti di lingkungan masyarakat. Beliau juga mengatakan bahwa terkadang pasien yang ia temui kurang suportif. “Saya memiliki kesedihan tersendiri sih, seperti kadang kerap menemui pasien yang bandel,” ujar Ibu Siti. Semangat beliau untuk membantu masyarakat bebas TBC tidak pudar dan terus gencar untuk menjangkau masyarakat dan pasien TBC yang positif. 

Di sisi lain, kesedihan yang ia rasakan juga dapat beliau tutupi dengan banyaknya teman dan orang baru yang ia temui saat menjadi kader TBC. “Saya cukup senang bertemu dengan orang baru karena banyak sekali pelajaran yang saya peroleh dari mereka, banyak pengalaman dan ilmu baru,” tambah Ibu Siti. 

Daya juang Ibu Siti pun membuahkan hasil. Capaian Ibu sebagai kader Siti terus menerus konsisten dengan capaian yang cukup memuaskan. Di tengah lelahnya ia menjaga usahanya dalam membuka warung, beliau masih sempat untuk membantu menemukan pasien TBC. Ia juga berpesan kepada para kader lainnya untuk terus semangat demi menyehatkan masyarakat dengan tujuan sosial. Ia juga yakin bahwa jika kader akan aman dan  tidak akan tertular jika kita dapat selalu mematuhi peraturan dan protokol yang ditetapkan. 


Ditulis oleh: Winda Eka Pahla Ayuningtyas (Communications Staff)

Editor: Permata Silitonga