Mentari Sehat Indonesia Mengajak Para Petinggi Kabupaten Untuk Bersinergi Berantas TBC

komunitas mentari sehat indonesia kabupaten cilacap lakukan pertemuan

CILACAP.INFO – Komunitas Mentari Sehat Indonesia Kabupaten Cilacap mengajak para pemangku kebijakan terutama Dinas Kesehatan untuk mewujudkan sinergi berantas TBC (tuberkulosis).

Untuk mewujudkan Kabupaten Cilacap yang bebas akan TBC pada tahun 2030. Komunitas Mentari Sehat Indonesia Kabupaten Cilacap lakukan pertemuan selama dua hari, Dimulai pada hari Senin-Selasa, Tanggal 19-20 September 2022 di Hotel Atrium Cilacap.

Komunitas Mentari Sehat Indonesia Kabupaten Cilacap juga mengundang berbagai instansi seperti DPRD, Sekda, Kepala Dinas Pembedayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Cilacap dan masih banyak lagi.

Tujuan Mentari Sehat Indonesia Kabupaten Cilacap salah satunya mendorong layanan pemerintah dan swasta agar dapat memenuhi SPM melalui pertemuan dengan pihak legislatif dan eksekutif.

Angka kasus TBC di Kabupaten Cilacap sendiri juga masih cukup tinggi, hal ini memerlukan kolaborasi yang pro aktif antar sektor pemerintah, swasta dan komunitas.

“Di Cilacap kasus TBC masih tinggi, banyaknya kasus ditemukan yang akhirnya meninggal mungkin karena pengelolaannya tidak tepat, adapun yang terkena penyakit lain (Komorbit),” ucap Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap, Pramesti Griana Dewi.

“Sampai sekarang kita berupaya mengatasi, menangani dan mengelolanya dengan harapan angka kesembuhan juga akan tinggi,” tambah Pramesti.

Ketua Yayasan Mentari Sehat Indonesia Kabupaten Cilacap, Rokhmah Agus Ciptaningsih, SE, M.Si mengatakan, saat ini TBC masih menjadi salah satu masalah kesehatan paling utama di Indonesia.

“Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia. Menurut Global TB Report tahun 2021, Indonesia berada di peringkat ketiga di dunia dengan kasus TBC terbanyak, Diperkirakan estimasi insidensi sebesar 824.000 kasus atau 301 per 100.000 penduduk,” terang Rokhmah.

Perlu kerja keras lintas sektor secara komprehensif, tidak hanya mengandalkan dinas Kesehatan tetapi peran aktif dari komunitas dan seluruh masyarakat, juga memilki peran yang sama-sama penting.

Sebagaimana diketahui dalam perpres No 67 tahun 2021 tersebut berisi 9 Bab, 33 Pasal, dan lampiran 80 hal, yang mencakup Target Dan Strategi Nasional Eliminasi TBC, Pelaksanaan Strategi Nasional Eliminasi TBC, Tanggung Jawab Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Eliminasi TBC, Koordinasi Percepatan Penanggulangan TBC, Peran Serta Mayarakat Dalam Eliminasi TBC.

“Harapan kami setelah diadakannya kegiatan ini tercipta kolaborasi yang lebih pro aktif dari berbagai sektor Pemerintah Kabupaten, bukan hanya dari Dinas Kesehatan tetapi dari unsur yang lain. Serta kita juga berharap adanya peran Pemerintah Desa di tingkat bawah,” pungkas Rokhmah.

 

Gandeng Pemkab Cilacap, Komunitas Mentari Sehat Inginkan Sinergitas Berantas TBC

HARMASNEWS – Komunitas Mentari Sehat Indonesia Kabupaten Cilacap mengajak para pemangku kebijakan terutama Dinas Kesehatan untuk mewujudkan sinergi berantas TBC (tuberkulosis).

Untuk mewujudkan Kabupaten Cilacap yang bebas akan TBC pada tahun 2030. Komunitas Mentari Sehat Indonesia Kabupaten Cilacap lakukan pertemuan selama dua hari, Dimulai pada hari Senin-Selasa, Tanggal 19-20 September 2022 di Hotel Atrium Cilacap.

Komunitas Mentari Sehat Indonesia Kabupaten Cilacap juga mengundang berbagai instansi seperti DPRD, Sekda, Kepala Dinas Pembedayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Cilacap dan masih banyak lagi.

Tujuan Mentari Sehat Indonesia Kabupaten Cilacap salah satunya mendorong layanan pemerintah dan swasta agar dapat memenuhi SPM melalui pertemuan dengan pihak legislatif dan eksekutif.

Angka kasus TBC di Kabupaten Cilacap sendiri juga masih cukup tinggi, hal ini memerlukan kolaborasi yang pro aktif antar sektor pemerintah, swasta dan komunitas.

“Di Cilacap kasus TBC masih tinggi, banyaknya kasus ditemukan yang akhirnya meninggal mungkin karena pengelolaannya tidak tepat, adapun yang terkena penyakit lain (Komorbit),” ucap Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap, Pramesti Griana Dewi.

“Sampai sekarang kita berupaya mengatasi, menangani dan mengelolanya dengan harapan angka kesembuhan juga akan tinggi,” tambah Pramesti.

Ketua Yayasan Mentari Sehat Indonesia Kabupaten Cilacap, Rokhmah Agus Ciptaningsih, SE, M.Si mengatakan, saat ini TBC masih menjadi salahsatu masalah kesehatan paling utama di Indonesia.

“Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia. Menurut Global TB Report tahun 2021, Indonesia berada di peringkat ketiga di dunia dengan kasus TBC terbanyak, Diperkirakan estimasi insidensi sebesar 824.000 kasus atau 301 per 100.000 penduduk,” terang Rokhmah.

Perlu kerja keras lintas sektor secara komprehensif, tidak hanya mengandalkan dinas Kesehatan tetapi peran aktif dari komunitas dan seluruh masyarakat, juga memilki peran yang sama-sama penting.

Sebagaimana diketahui dalam perpres No 67 tahun 2021 tersebut berisi 9 Bab, 33 Pasal, dan lampiran 80 hal, yang mencakup Target Dan Strategi Nasional Eliminasi TBC, Pelaksanaan Strategi Nasional Eliminasi TBC, Tanggung Jawab Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Eliminasi TBC, Koordinasi Percepatan Penanggulangan TBC, Peran Serta Mayarakat Dalam Eliminasi TBC.

“Harapan kami setelah diadakannya kegiatan ini tercipta kolaborasi yang lebih pro aktif dari berbagai sektor Pemerintah Kabupaten, bukan hanya dari Dinas Kesehatan tetapi dari unsur yang lain. Serta kita juga berharap adanya peran Pemerintah Desa di tingkat bawah,” pungkas Rokhmah.***

 

Magang Kampus Merdeka di SR Yamali TB, 24 Mahasiswa Siap Berkontribusi Eliminasi TBC 2030

24 Mahasiswa Siap Berkontribusi Eliminasi TBC 2030 melalui program Magang Kampus Merdeka di SR Yamali TB

MAKASSAR- Kampus Merdeka menjadi salah satu kebijakan dalam Merdeka Belajar yang dicanangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Saat ini, sudah ada tujuh program dalam Kampus Merdeka, salah satunya adalah program Magang dan studi independen bersertifikat yang sedang dijalankan oleh Bakrie Center Foundation (BCF) bermitra dengan Yayasan Masyarakat Peduli Tuberkulosis (Yamali TB) Sulawesi Selatan.

Sebanyak 24 mahasiswa terbaik yang berasal dari berbagai kampus se-Indonesia, tergabung dalam program berlabel magang Campus Leaders Program ini. Mereka akan melakukan magang selama satu semester terhitung sejak 18 Agustus 2022 dan akan berakhir pada 31 Desember 2022 mendatang. Para peserta magang ini dibagi ke dalam lima divisi yaitu divisi perencanaan dan pengembangan program, divisi fundraising, devisi komunikasi, divisi advokasi, dan divisi informasi dan teknologi. Mereka akan saling bersinergi untuk mengerjakan sebuah proyek yang telah ditentukan yaitu upaya eliminasi TBC 2030 di Indonesia, dan Sulawesi Selatan pada khususnya.

bina akrab dan suasana Yamali TB dan mahasiswa di kawasan Puncak Malino, Gowa.

Berinteraksi secara langsung untuk kali pertama bersama 24 mahasiswa magang, Manager SR Yamali TB Sulsel, Wahriyadi menyampaikan rasa terima kasih atas pilihan para mahasiswa untuk mengikuti program magang di Yamali TB. Aie demikian ia disapa, menjelaskan bahwa Yamali TB merupakan sebuah yayasan yang bergerak dan bekerja dalam upaya penanggulangan penyakit Tuberkulosis di Indonesia. Yamali TB bermitra dengan Dinas Kesehatan sebagai representasi komunitas untuk upaya penemuan kasus, pendampingan dan advokasi isu TBC di Sulsel.

“Kami berharap melalui program ini, kita bisa saling belajar dan saling menguatkan satu sama lain. Secara jangka pendek, teman-teman dapat berproses dan belajar tentang isu sosial kesehatan sekaligus memberikan kontribusi nyata dalam upaya eliminasi TBC, dan secara jangka penjang dapat meninggalkan jejak dan desain yang lebih segar untuk kami gunakan dalam melanjutkan kerja-kerja penanggulangan TBC,” terang peraih juara 1 Best Cluster Leadership Experience & Development Program (LEAD Indonesia) tahun 2019 itu, saat menyampaikan sambutan dalam kegiatan bina akrab dan sinkronisasi KPI mahaiswa magang, di Puncak Malino, Sabtu (17/9/2022).

mahasiswa menyusun rencana kerja untuk kontribusi nyata dalam upaya lemininasi tbc 2030

Sementara itu, Ketua Yamali TB Kasri Riswadi juga menyatakan antusiasnya atas kepercayaan BCF dan para mahasiswa. “Yamali TB barangkali tidak sementereng lembaga atau instansi lain, tetapi di sini substansi merdeka belajar semoga dapat betul-betul kita peroleh. Apa yang Yamali TB kerjakan, kelola, dan proyeksikan kami pastikan melibatkan rekan-rekan mahasiswa di dalamnya,” tukasnya.

Sebelumnya, dalam kegiatan onboarding Nasional CLP 5 sebulan sebelumnya, CEO BCF Imbang Jaya Mangkuto, juga menyampaikan hal senada. Ia menegaskan, bahwa tempat magang mahasiswa yang merupakan mitra BCF adalah lembaga-lembaga sosial yang aksinya langsung di masyarakat sehingga peran keterlibatan mahasiswa lebih nyata.

Dalam Hal Berobat TBC, Warga Makassar Cenderung Pilih-pilih Layanan Kesehatan

Pertemuan Komunitas dengan Pemangku kepentingan untuk Penguatan Layanan TBC, yang dihelat Yamali TB, September 2022

MAKASSAR– Masyarakat kota Makassar cenderung masih memilih-milih tempat layanan kesehatan untuk melakukan pemeriksaan maupun berobat ketika mengalami gejala penyakit, khususnya penyakit menular seperti Tuberkulosis (TBC).

Hal tersebut mengemuka dalam kegiatan pertemuan periodik komunitas dengan pemangku kepentingan untuk peningkatan layanan TBC dalam jejaring DPPM di kota Makassar, yang dilaksanakan oleh SSR Yayasan Masyarakat Peduli (Yamali) TB kota Makassar pada Kamis (15/9/2022).

Kegiatan sebagai monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan jejaring DPPM, khususnya untuk peningkatan kualitas layanan TBC ini diikuti oleh unsur Dinas Kesehatan kota Makassar, Koalisi Organisasi Profesi untuk Penanggulangan Tuberkulosis (KOPI TB), Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKTRL), dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Wasor TB Dinkes Makassar, Diyah menyatakan bahwa strategi DPPM merupakan strategi baru pemerintah dalam upaya penemuan kasus TBC di Indonesia. “Jika beberapa tahun sebelumnya, penemuan kasus hanya banyak bergelut di layanan kesehatan pemerintah puskesmas dan rumah sakit, maka melalui strategi ini kita juga menyasar sektor swasta baik rumah sakit, klinik maupun dokter praktik mandiri,” terangnya.

Koordinator Program TB Komunitas SR Yamali TB Sulsel, Kasri Riswadi, menimpali bahwa terdapat 74% masyarakat dengan gejala TBC dalam hal mencari pengobatan awal lebih memilih fasyankes swasta pada hasil Patient Pathway Analysis. Sedangkan persentase pencarian pengobatan di fasyankes swasta paling besar ada di farmasi/apotek (52%), DPM (19%) dan RS (3%). “Ini saya kira sudah menjadi dasar yang kuat bahwa menyasar kasus TB di sektor swasta memang sangat relevan saat ini, dan hal itu nyambung dengan apa yang dikemukakan oleh petugas layanan yang hadir dalam kesempatan pertemuan ini,” tuturnya.

Manager Kasus DPPM Yamali TB Kota Makassar, Muh Fajar Parhrir, menambahkan bahwa melalui pertemuan tersebut pihaknya telah merumuskan alur dan mekanisme untuk penguatan strategi DPPM serta peningkatan kualitas layanan yang berpihak pasien. “Kami juga melakukan sejumlah pelacakan untuk pasien mangkir di layanan, hasilnya dari tiga bulan terakhir sudah ada tiga orang pasien yang kembali melakukan pengobatan setelah sebelumnya dinyatakan putus berobat,” tambahnya.

Fantastis, Segini Biaya Pengobatan Satu Pasien TBC-MDR

Mahasiswa Magang Mardeka Belajar BCF-Yamali TB bersama Manager Kasus dan Petugas Poli TB-MDR RSUP Wahidin Sudorhoso Makassar

MAKASSAR– Kebutuhan biaya pengobatan bagi satu pasien tuberculosis (TB) multi-drug resistance (MDR) atau TB kebal obat dari awal hingga sembuh diperkirakan mencapai Rp. 222,36 juta. Demikian diungkapkan petugas Poli TB-MDR Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Wahidin Sudirohosodo, Harianti Lara, saat dijumpai oleh mahasiswa program magang Kampus Merdeka BCF-Yamali TB, di ruang kerjanya, Jumat (9/9).

Harianti menegaskan bahwa hal itu sudah seharusnya menjadi peringatan kepada kita semua akan dampak besar dari penyakit TB resisten obat. “Kita bersyukur bahwa saat ini semua biaya itu masih ditanggung oleh pemerintah melalui program GF-TB, akan tetapi bantuan ini ke depan tentu akan ada akhirnya sehingga kesiapan pemerintah daerah dan kesadaran masyarakat diperlukan dalam hal pencegahan dan deteksi dini penyakit TB,” katanya.

Ia melanjutkan bahwa pasien TB MDR dapat menularkan kuman TB kepada masyarakat di sekitarnya. “Penularan kuman TB resisten obat sama seperti penularan kuman TB tidak resisten obat pada umumnya. Orang yang terinfeksi atau tertular kuman TB resisten obat dapat berkembang mengalami sakit TB MDR. Selain itu, penyebabnya juga umum terjadi akibat pasien yang putus berobat pada kasus TB biasa,” tuturnya.

RS Wahidin Sudiorhusodo saat ini sedang mengobati 18 pasien TBC-RO. Jumlah tersebut adalah bagian dari 393 kasus terkonfirmasi TBC-MDR di Provinsi Sulawesi Selatan.

Meski pengobatan pasien TBC-MDR terbilang gratis atau ditanggung oleh pemerintah, namun kenyataannya hal itu belum berbanding lurus dengan tingginya angka berobat dan kesembuhan pasien. Data Dinas kesehatan Sulsel tahun 2021 lalu menyebutkan bahwa dari 393 kasus yang terkonfirmasi, hanya 307 yang memulai pengobatan. Artinya, masih ada 86 pasien yang tidak melakukan pengobatan sementara penularannya juga terus bergulir di masyarakat.

Dikonfirmasi secara terpisah, Koordinator Program TBC Komunitas SR Yamali TB Sulsel, Kasri Riswadi menyebut bahwa di sinilah peran komunitas diperlukan dalam persoalan TBC. “Pemerintah memang butuh support dari berbagai pihak karena ini persoalan bersama. Jadi jika pemerintah berperan dalam menyiapkan fasilitas dan pelayanan medisnya, maka peran komunitas adalah giat melakukan edukasi penyadaran di masyarakat serta melacak pasien yang belum memulai pengobatan agar segera berobat,” tuturnya.

Ia menambahkan, bahwa di Sulsel melalui Yamali TB peran komunitas tidak hanya dalam edukasi dan pelacakan kasus mangkir dan putus obat, tetapi juga pendampingan pasien dan upaya penemuan kasus baru TBC. Aktivitas itu dilakukan melalui kader-kader TB, Manager kasus dan Pasisen Supporter.

Semangat Kader Komunitas Tuberkulosis Dampingi Balita Kontak Erat Mendapatkan TPT

Banjarnegara, Jawa Tengah – Kita ketahui bersama bahwa pada tahun 2021 kasus tuberkulosis anak mencapai 42.187 kasus, 22/10.000 merupakan usia balita dan 12/10.000 usia 5-14 tahun. Pada tahun 2020, Jawa Tengah memperkirakan adanya kasus TBC anak sebanyak 4.180 kasus. Sedangkan di Kabupaten Banjarnegara, pada tahun 2021 diperkirakan TBC anak menyentuh angka 145 kasus. Sehingga, sebagai respon untuk menekan kasus TBC Anak di Banjarnegara, Dinas Kabupaten Banjarnegara menggencarkan kegiatan edukasi dan pelaksanaan pemberian terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) bagi kontak erat pasien tuberkulosis khususnya pada balita.

Pada Selasa 06 September 2022 lalu, Ibu Salimah selaku Kader Mentari Sehat Indonesia melakukan pendampingan 5 balita di Wilayah Puskesmas Punggelan I untuk menerima terapi pencegahan tuberkulosis (TPT). Sebelum diberikan TPT, keluarga pasien dan balita penerima TPT sudah dilakukan pendataan, skrinning dan edukasi secara lengkap oleh Pengelola Program Tuberkulosis Puskesmas Punggelan I beserta kader. Tidak hanya pendampingan pengambilan TPT saja, Kader Mentari Sehat Indonesia juga melakukan pemantauan balita yang tengah konsumsi TPT untuk dapat di koordinasikan dan dievaluasi oleh Pengelola Program Tuberkulosis Puskesmas setempat.

Kita pahami bersama bahwa pemberian TPT sangat disarankan untuk kontak serumah meliputi anak, remaja, dewasa yang tinggal dengan pasien TBC BTA (+), orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), orang dengan imunokopromais, pengobatan kanker, cuci darah, persiapan transplantasi organ, dll. TPT juga diberikan kepada kelompok dengan faktor resiko penularan seperti warga binaan pemasyarakatan, asrama, pengguna narkoba dll untuk mencegah terjadinya sakit TBC. Pencegahan ini mampu mengurangi sumber penularan selanjutnya sehingga mampu menekan angka sakit TBC. Bahkan, pemberian TPT dapat mengurangi risiko sakit TBC hingga 90%.

Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara, Puskesmas dan Sub- Sub Recipient Mentari Sehat Indonesia Kab. Banjarnegara terus mengajak masyarakat Banjarnegara yang mengalami gejala batuk terus menerus berdahak maupun tidak berdahak, demam atau meriang dalam jangka waktu yang panjang, sesak nafas di sertai nyeri dada, berat badan menurun, nafsu makan menurun serta berkeringan di malam hari mesti tanpa melakukan aktifitas untuk segera periksa ke layanan kesehatan terdekat.


Penulis : Saroh, S. Kep

Editor : Winda Eka Pahla Ayuningtyas

Biar Saya Saja yang Sakit (TBC), Anak Saya Jangan (Harus Tetap Sehat)

Foto bersama seluruh narasumber dengan seluruh peserta Diskusi Publik TPT 2022

Sleman, 2 September 2022 – Indonesia merupakan negara ketiga dengan beban Tuberkulosis (TBC) tertinggi di dunia (GTR 2021). Tidak semua orang yang terinfeksi kuman TBC akan mengalami gejala sakit TBC, kondisi ini dikenal dengan infeksi laten TBC (ILTB). Untuk dapat mengatasi kondisi tersebut diupayakan pemberian obat Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) kepada kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC yang sehat dan yang berisiko tinggi terkena TBC. Pada semester pertama Tahun 2022, capaian TPT di Indonesia mencapai 3.420 orang, angka ini walaupun masih rendah namun perlu diapresiasi semua pihak, mengingat cakupan pasien TBC bakteriologis baru yang ditemukan pada periode Januari-Juni 2022 sebanyak 91.869 orang. Sehingga dibutuhkan penguatan kolaborasi dan usaha lebih masif untuk memberikan TPT.

Rendahnya cakupan pemberian TPT masih terkendala beberapa hal, antara lain: (a) masih rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai ILTB dan TPT, termasuk keamanan pemberian TPT; (b) sehingga masih terjadi penolakan yang datang dari orang tua/wali/keluarga anak dengan faktor risiko TBC yang kontak erat atau tinggal serumah dengan pasien TBC serta (c) pemahaman pada tenaga kesehatan yang masih bervariasi terhadap perlu atau tidaknya Pemberian TPT, serta (d) ketersediaan  dan jaminan keberlanjutan logistik TPT di fasilitas kesehatan. Untuk menjawab hal-hal tersebut, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI bersama SR TBC Siklus Indonesia DIY sebagai Perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil Penanggulangan TBC menggelar kegiatan Diskusi Publik bertajuk “Tanpa Tuberkulosis, Anak dan Keluarga Sehat, Indonesia Kuat!” di Sekretariat Daerah Kab. Sleman, DIY pada Jumat, 2 September 2022.

Penyampaian Presentasi oleh Country Officer WHO Indonesia, dr. Setiawan Jati Laksono

Menurut Country Officer WHO Indonesia, dr. Setiawan Jati Laksono, Terapi Pencegahan TBC adalah pengobatan yang ditawarkan kepada perseorangan yang diperkirakan memiliki risiko sakit TBC dalam rangka mengurangi risiko sakit TBC tersebut. TPT diperlukan karena mayoritas orang yang terinfeksi TBC tidak memiliki gejala atau tanda TBC, tetapi memiliki risiko untuk mendapatkan sakit TBC. dr. Setiawan juga menegaskan bukti ilmiah dari TPT “TPT sudah terbukti sebagai intervensi yang efektif untuk menghindarkan individu dari sakit TB, bahkan mengurangi risiko mengalami TB sebesar 60-90% dibandingkan dengan individu lain yang memiliki karakteristik yang sama tetapi tidak mendapatkan TPT.” Hal ini juga diperkuat dengan informasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) diwakili oleh DR. dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K), bahwa balita sehat yang kontak dengan pasien TBC harus mendapatkan TPT, TPT terbukti efektif mencegah sakit TBC dan memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Efek samping yang timbul hanya sedikit dan sebagian besar ringan serta dapat sembuh secara sempurna”. Dr. Nastiti juga memberikan penekanan pentingnya memberikan perhatian pada TBC anak, untuk mencegah kasus TBC di masa dewasa, yang berpotensi menjadi sumber penularan baru.

(Diskusi Panel 1 dengan topik “Kebijakan dan Strategi Mendukung TPT di DIY”)

Kekuatan pemerintah dalam pemberian TPT tentu menjadi modal dasar. Menurut Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Dinkes DIY, dr. Ari Kurniawati, MPH, telah dibentuk Tim Percepatan Penanggulangan TBC yang disahkan dengan Surat Keputusan Gubernur DIY nomor 55/TIM/2022 sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden 67/2021. Salah satu rekomendasi Dinkes DIY untuk melibatkan Tim Percepatan dan kolaborasi dalam Pemberian TPT adalah “seluruh organisasi profesi dapat mensosialisasikan TPT kepada semua anggota profesi; sedangkan untuk fasyankes dapat berperan untuk menyiapkan SDM pelaksana TPT”. Hal ini dikuatkan oleh Ketua KOPI (Koalisi Organisasi Profesi Indonesia) TB DIY, yang merekomendasikan tiga strategi, “untuk peningkatan TPT balita dan kontak serumah kita dapat bersama-sama (1) mengadvokasikan memberikan tanggung jawab keberhasilan TPT pada kepala pemerintahan sehingga menjadikan TPT sebagai sebuah Gerakan bersama; (2) maksimalkan IK dan deteksi ILTB di populasi rentan (3) serta komunitas dapat mengaktifkan peran dasawisma untuk pendampingan anggota yang menerima TPT maupun pengobatan TBC”.  Advokasi kepada pemerintah juga disambut baik oleh H. Koeswanto, S.IP selaku Ketua Komisi D DPRD DIY yang menyatakan dukungannya untuk Pemberian TPT dan upaya penanggulangan TBC di DIY. Menurut Ketua Komisi D DPRD DIY, pemerintah daerah harus yakin dengan upaya penanggulangan TBC dan bersama-sama bertanggung jawab dalam menanggulangi TBC.

(Diskusi Panel 2 dengan topik “Dukungan Organisasi Profesi, Dukungan Komunitas dan Pengalaman Puskesmas dalam Pemberian TPT”)

Bagaimana peran komunitas dan fasilitas layanan kesehatan? Rekomendasi lain dari Dinkes DIY juga membicarakan peningkatan peran komunitas dalam investigasi kontak untuk menemukan kontak yang berhak mendapatkan TPT, memotivasi untuk memulai TPT dan menjadi pengawas menelan obat TPT. Peran komunitas dalam konteks pelaksana dana hibah The Global Fund untuk TBC diwakili Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI, juga telah mengembangkan beberapa strategi peningkatan cakupan TPT melalui video partisipatif oleh kader dan Tim Kerja Komunitas mengenai TPT dan implementasi pengawasan menelan obat TBC bersamaan dengan pemberian TPT berbasis keluarga menggunakan lembar edukasi khusus TPT. Rakhmawati selaku PMELC SR Siklus DIY menyampaikan bahwa pihak komunitas mengelola kader-kader TBC untuk dapat melakukan komunikasi persuasif kepada keluarga dengan balita yang kontak serumah dengan pasien TBC. Peran dari komunitas tentu sebagai pendukung dari peran utama fasilitas kesehatan (Puskesmas) yang melakukan skrining pada keluarga (kontak serumah) pasien baru TBC terutama balita dan anak untuk mengetahui status TBC dan segera diberikan TPT jika tidak terkonfirmasi TBC, sebagaimana diungkapkan dr. Cahyo Susilowati selaku dokter fungsional Puskesmas Cangkringan. Beliau juga menyampaikan perlunya pendampingan dengan konseling serta pemantauan efek samping dari TPT.

Diskusi Publik ditutup dengan Closing Remarks dari Dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc selaku Ketua Technical Working Group (TWG) TB – CCM Indonesia yang menyatakan bahwa “Asumsinya, ILTB dan pemberian TPT adalah kunci sukes untuk dapat eliminasi TBC. Untuk dapat mengimplementasikan TPT diperlukan kepemimpinan yang kolaboratif dengan budaya kerja berbasis bukti”.  

Selanjutnya Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI akan terus mengupayakan kolaborasi untuk memperkuat dukungan sistem untuk Pemberian TPT sekaligus “demand creation” sehingga gerakan bebas TBC dapat diwujudkan untuk mewujudkan eliminasi TBC 2030. Sebagaimana diungkapkan salah satu pasien TBC yang bersedia memberikan TPT kepada Tim Kerja Komunitas yang mendampingi “Biar saya saja yang sakit (TBC), anak saya jangan (harus tetap sehat)”.

 Komunitas Berdaya, Akhiri TBC di Indonesia!