Mengatasi ILTB dengan Pemberian TPT pada Balita Kontak Erat dan Serumah

 

 

 

Kupang – NTT. Sasaran dalam program TBC Nasional salah satu nya adalah meningkatkan pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT) pada  anak dibawah 5 tahun (balita) yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC aktif dan tinggal satu rumah baik dari keluarga maupun kerabat. Balita sebagai salah satu kelompok yang sangat rentan dan beresiko mengalami Infeksi Laten TB (ILTB). Kondisi ini dialami saat balita terpapar bakteri TBC, namun bakteri tersebut tidak aktif atau dalam keadaan laten/tidur dan tidak menunjukkan gejala TBC. Sehingga diberikannya TPT pada anak dapat mencegah kuman TBC yang tertidur/laten/tidak aktif terbawa terus dalam tubuh lalu aktif dikemudian hari bahkan saat dewasa ketika daya tahan tubuh menurun dan kemudian menyebabkan sakit TBC.

Penelitian menunjukkan bahwa 5-10% orang yang ILTB akan berkembang menjadi TBC Aktif. Biasanya balita yang ILTB saat dites dahak atau ronsen thorax maka hasilnya akan negative TBC. Namun, saaat dilakukan pemeriksaan dengan Tes Mantoux atau Tes Darah maka hasilnya akan positif. Positif disini menunjukkan adanya bakteri TBC dalam tubuh, namun bakteri tersebut tidak aktif/laten dan tidak bisa menularkan ke orang lain, sehingga tidak digolongkan sebagai sakit TBC.

Meskipun bakteri TBC-nya dalam keadaan tidak aktif/laten, tetapi bakteri TBC tersebut sangat berpotensi menjadi TBC aktif dikemudian hari. Potensi inilah yang mengharuskan balita dengan ILTB perlu diberi TPT. TPT diminum selama 3-6 bulan secara rutin dan dapat diperoleh secara GRATIS di Puskesmas. Upaya pemberian TPT ini merupakan usaha untuk mengurangi jumlah balita yang menjadi terduga TB karena kontak serumah dengan pasien TB.

Pada tahun 2021, SSR Kab. Sikka merupakan wilayah dengan capaian tertinggi untuk indikator balita yang dirujuk kader dan menerima TPT, dari 5 Kota/Kabupaten yang menjadi wilayah intervensi SR PERDHAKI TB/HIV NTT. Menurut staff program SSR Kabupaten Sikka, layanan TPT bagi balita kontak erat dan serumah dengan pasien TBC bukanlah hal yang baru karena sejak awal disosialisasikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi, program ini sudah menjadi fokus perhatian Dinas Kesehatan Kabupaten melalui para pengelola program TB di Puskesmas. Hal tersebut juga menjadikan upaya penjaringan kasus TB pada balita yang membutuhkan TPT tidak sulit untuk dirujuk dan diberikan layanan. Sebelumnya, alur pemberian TPT di Kab. Sikka dilaksanakan tanpa didahului dengan kegiatan investigasi kontak. Namun, setelah ada nya program eliminasi TBC berbasis kader/komunitas melalui SSR Kabupaten Sikka, maka pemberian TPT dan OAT bagi balita telah didahului dengan  investigasi kontak pada indeks kasus TBC. Apabila ada balita yang ditemukan pada saat investigasi kontak maka akan dikumpulkan untuk dilakukan scoring TB Anak yang salah satunya melalui tes Mantoux. Jika hasil scoring balita terindikasi sakit TBC (TBC Anak+) maka akan diberikan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), dan jika hasil scoring balita tidak terindikasi sakit TBC (TBC Anak-) atau hasil tes Mantoux memperlihatkan bahwa balita hanya mengalami Infeksi Laten TB (ILTB), maka akan diberikan TPT.

Pada beberapa SSR lain yang menjadi wilayah intervensi SR PERDHAKI TB/HIV NTT, beberapa kendala pun kerap muncul terkait dengan pemberian TPT. Seperti SSR Kabupaten Kupang, dimana sebenarnya mereka telah menemukan dan merujuk cukup banyak balita yang memiliki kontak erat serumah dengan Pasien TBC di tahun 2021, namun layanan TPT di  Kabupaten Kupang belum berjalan di Puskesmas hingga saat ini dan baru dijanjikan oleh Wasor Kabupaten untuk mulai menjadi perhatian di tahun 2022. Kendala lain juga terjadi di 2 SSR lainnya yakni SSR Kabupaten Timor Tengah Selatan dan SSR Kabupaten Sumba Barat Daya. Permasalahan yang dihadapi SSR Kabupaten TTS dalam pencapaian indikator balita menerima TPT ialah obat TPT yang belum tersedia di layanan. Sedangkan, SSR Kabupaten Sumba Barat Daya merasa bahwa lemahnya kontrol Dinas Kesehatan Kabupaten terhadap ketersediaan obat bagi balita baik TPT maupun OAT setiap bulannya menjadi salah satu kendala yang ada. SSR juga merasa sulit masuk kedalam ranah dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas untuk sekedar mencoba menekan agar selalu tersedianya logistik di Puskesmas. Sehingga, komunitas membutuhkan Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk memastikan Dinas Kabupaten-nya dan Puskesmas untuk sama-sama lebih proaktif dalam ketersediaan logistik dan penggunaanya agar dapat digunakan seefisien mungkin serta tidak kadaluarsa. Bahkan terkait layanan TPT ini, SSR Kabupaten Sumba Barat Daya sebenarnya telah membangun ruang komunikasi dengan Dokter Anak dan Dokter Umum di beberapa Puskesmas dalam proses pemberian layanan TPT, namun pihak–pihak tersebut mengeluhkan hal yang sama yakni ketersediaan logistik.

Berdasarkan kendala dan hambatan yang telah disampaikan oleh semua SSR, maka Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT melalui ibu Aminah Haslinda selaku Wasor TBC telah merespon dalam diskusi pada Rapat Koordinasi Wilayah Tingkat Propinsi yang diadakan oleh SR PERDHAKI pada 4-5 Februari 2022 yang lalu. Beliau menyatakan bahwa pihak Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Nusa Tenggara Timur sebenarnya telah mengirimkan logistik ke setiap Kabupaten dan sudah tersedia di gudang Dinas Kesehatan Kabupaten, namun sepertinya pihak Dinas Kabupaten dan Puskesmas-nya kurang proaktif dalam mengontrol ketersediaan obat digudang dan pemanfaatannya.

Wasor TBC Provinsi berjanji akan menginformasikan dan mendorong Dinas Kesehatan Kabupaten dan Puskemas-nya untuk mengecek ketersediaan obat dan segera mendistribusikannya agar tidak kadaluarsa atau tidak terpakai. Wasor TBC Provinsi juga meminta agar turut dilibatkan pula dalam setiap pertemuan koordinasi SSR PERDHAKI Kabupaten dengan Dinas Kesehatan Kabupaten agar dapat langsung memberikan arahan nya padamomen-momen tersebut.