Pengembangan Protokol Kerja Surveilans Berbasis Masyarakat (SBM) dan Persiapan Pelatihan Untuk Masyarakat

Pada tanggal 15 – 18 Oktober 2024, PR Konsorsium Komunitas Penabulu STPI melalukan kegitan FGD sekaligus Lokakarya “Pengembangan Protokol Kerja Surveilans Berbasis Masyarakat (SBM) dan Persiapan Pelatihan Untuk Masyarakat” di Aston Priority Simatupang & Conference Center, Jakarta. Diskusi selama tiga hari ini berfokus pada implementasi dan penguatan Sistem Surveilans Berbasis Masyarakat (SBM) untuk penanggulangan TBC dan penyakit infeksi lainnya. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, beberapa topik penting yang dibahas mencakup:

Dukungan dan keterlibatan kader dalam kegiatan investigasi dan pelaporan kasus. Penyusunan pedoman dan panduan kerja SBM, yang dirancang untuk mempermudah kader dan relawan dalam melakukan pemantauan dan pelaporan kasus di lapangan. Evaluasi pelaksanaan SBM yang mencakup peninjauan mekanisme pelaporan berbasis digital melalui aplikasi serta penggunaan media sosial untuk mendukung pelaporan berbasis komunitas. Pembahasan modul pelatihan yang akan diterapkan pada kader dan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam mengidentifikasi serta melaporkan kasus TBC dan penyakit infeksi lainnya. Diskusi mengenai kolaborasi lintas sektor antara puskesmas, pemerintah desa, PMI, BPBD, serta lembaga terkait lainnya untuk meningkatkan efektivitas surveilans dan penanggulangan TBC.

Pertemuan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan perwakilan dari berbagai lembaga dan instansi terkait, antara lain: Konsorsium Penabulu-STPI: Sebagai penyelenggara utama kegiatan dan fasilitator dalam pelaksanaan SBM. Kemenko PMK (Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan): Memberikan dukungan kebijakan dan koordinasi antar-lembaga terkait. Tim SKK: Berperan dalam memberikan arahan dan panduan teknis terkait pelaksanaan SBM. BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) dan Dinas Kesehatan: Mengkoordinasikan kegiatan surveilans dengan kesiapsiagaan bencana dan penanganan kesehatan masyarakat di tingkat lokal. PMI (Palang Merah Indonesia) dan Puskesmas: Memberikan dukungan teknis dalam pelaksanaan lapangan serta koordinasi pelayanan kesehatan. Relawan dan Kader Kesehatan Masyarakat: Sebagai pelaksana langsung di lapangan yang melakukan pemantauan dan pelaporan kasus.

kegiatan ini melibatkan beberapa komunitas dari provinsi-provinsi seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten. Lokasi lapangan yang menjadi fokus implementasi SBM mencakup wilayah-wilayah di mana kasus TBC dan penyakit infeksi lainnya cukup tinggi dan membutuhkan pengawasan lebih lanjut.

Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk memperkuat dan memperluas pelaksanaan SBM sebagai langkah pencegahan dan penanggulangan TBC yang lebih efektif, khususnya melalui pelibatan masyarakat. Poin-poin utama dari tujuan ini meliputi:

Meningkatkan deteksi dini: Dengan meningkatkan peran serta kader dan masyarakat dalam melaporkan gejala dan kasus, diharapkan deteksi dini kasus TBC dan penyakit infeksi lainnya dapat ditingkatkan.

Memperbaiki mekanisme pelaporan: Dengan adanya panduan dan sistem pelaporan berbasis digital, proses pelaporan kasus diharapkan menjadi lebih cepat dan akurat.

Kolaborasi lintas sektor: Pertemuan ini juga bertujuan untuk memperkuat kerjasama antara pemerintah, puskesmas, dan lembaga non-pemerintah dalam rangka mengintegrasikan upaya penanggulangan TBC dengan program kesehatan masyarakat lainnya.

Pemberdayaan masyarakat: Dengan melibatkan kader kesehatan dan relawan, masyarakat diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam upaya pencegahan dan penanganan TBC dan penyakit infeksi lainnya.

Proses pelaksanaan SBM yang dibahas dalam pertemuan ini meliputi berbagai langkah dan strategi, antara lain:

Sosialisasi dan Pelatihan: Pemberian pelatihan kepada kader dan relawan masyarakat tentang cara mengidentifikasi dan melaporkan gejala TBC dan penyakit infeksi lainnya.

Pengembangan Modul dan Panduan: Penyusunan modul kurikulum pelatihan untuk kader yang mencakup panduan investigasi kasus, pelaporan, dan pemantauan pasien.

Penggunaan Teknologi: Implementasi aplikasi pelaporan berbasis digital yang memungkinkan kader dan masyarakat melaporkan kasus dengan cepat dan akurat melalui perangkat mobile. Selain itu, media sosial juga dimanfaatkan sebagai sarana komunikasi dan pelaporan untuk menjangkau lebih banyak masyarakat.

Kolaborasi dengan Pemangku Kepentingan: Menggalang dukungan dari puskesmas, pemerintah desa, serta lembaga-lembaga lain seperti PMI dan BPBD untuk memastikan dukungan yang berkelanjutan dalam pelaksanaan SBM.

Evaluasi dan Pemantauan Berkala: Mengadakan evaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa implementasi SBM berjalan sesuai rencana dan mencapai target yang diinginkan.

Semangat Mengisi HUT RI, Yamali TBC Lakukan Penyuluhan Terpadu di 78 Titik

MAKASSAR— Ragam cara dilakukan dalam mengisi dan memaknai hari ulang tahun (HUT) kemerdekaan ke-78 Republik Indonesia, dari upacara bendera, parade barisan, aneka lomba tradisional, hingga hal-hal unik dan menarik lainnya. Demikian halnya Yayasan Masyarakat Peduli Tuberkulosis (Yamali TB) yang memaknai kemerdekaan tahun ini dengan melakukan penyuluhan tentang TBC di 78 titik di kota Makassar.\

Penyuluhan tersebut dilakukan dengan edukasi dan sikrining TBC secara terpadu pada berbagai titik di kota Makassar, terhitung sejak Senin (14/8) hingga hari Senin (21/8) mendatang, dengan menggerakkan puluhan kader TB Komunitas serta mahasiswa yang tergabung dalam TB Rangers Campus Leaders Program (CLP) 7 BCF-Yamali TB. Ditargetkan sebanyak 1560 warga diedukasi, di mana hari ini sebanyak 1020 warga yang telah disasar.

Kemerdekaan itu adalah hak setiap bangsa, sebagaimana hal tersebut termaktub dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Demikian diungkapkan Kasri Riswadi, Ketua Yamali TB Sulsel, Kamis (17/8/2023).

“Kami turut memaknai momen peringatan kemerdekaan ini dengan konteks merdeka dari penyakit TBC. Seperti kita pahami bersama bahwa kemerdekaan Indonesia terjadi karena persatuan masyarakatnya untuk mengusir penjajah, sekarang kita tetap perlu persatuan tentang kesadaran bahaya TBC agar Indonesia bisa bebas dari penyakit ini,” tukasnya.

Menurut Kasri, persatuan untuk merdeka dari TBC semakin menjadi mutlak diperlukan saat ini mengingat bahwa tahun ini Indonesia telah berada pada urutan kedua sebagai penyumbang kasus TBC terbesar di tingkat global, dengan jumlah kasus 969 ribu dan kematian 144 ribu pertahun.