Pasien J, seorang pria berusia 74 tahun, mulai mengalami batuk sehingga anaknya menyarankan untuk memeriksakan diri. Pada bulan April 2024, Pasien J didiagnosis menderita TBC. Setelah itu, kader kesehatan melakukan investigasi kontak (IK) dan menemukan enam kontak serumah (KS) lainnya. Dari hasil pemeriksaan dengan TCM (Tes Cepat Molekuler), satu dari KS lainnya dinyatakan positif TBC. Empat KS yang tidak menunjukkan hasil positif TBC diberikan terapi pencegahan TBC (TPT) dengan regimen 6H untuk mencegah penularan dari ayah atau suami mereka, sesuai dengan saran dari Puskesmas dan kader kesehatan. Dua KS lainnya yang masih berusia balita belum diberikan TPT.
Pasien IH, seorang wanita berusia 32 tahun, mengalami batuk selama satu bulan dan memutuskan untuk memeriksakan diri ke Puskesmas. Setelah pemeriksaan dahak pada Juni 2024, Pasien IH didiagnosis dengan TBC. Ketika dikunjungi pada bulan ketiga pengobatan, hasil pemeriksaan dahak masih menunjukkan positif. Pemeriksaan lebih lanjut akan dilakukan pada akhir September 2024. Pasien tidak mengalami efek samping obat (ESO) yang signifikan selama pengobatan. Kader kesehatan mendukung pasien dengan melakukan investigasi kontak (IK), membantu pengambilan obat dan TPT setiap bulan, serta memberikan pendampingan selama proses pengobatan.
Pasien LAM, seorang wanita berusia 29 tahun yang memiliki usaha potong rambut di rumah, mengalami batuk yang tidak kunjung sembuh hingga akhirnya memeriksakan diri ke Puskesmas dan didiagnosis TBC. Kader kesehatan melakukan investigasi kontak (IK) dan menemukan dua kontak serumah (KS), yaitu seorang pria dewasa berusia 30 tahun dan seorang anak berusia 5 tahun. Pria dewasa menjalani pemeriksaan TCM dan diberikan terapi pencegahan TBC (TPT) dengan regimen 3HP. Anak berusia 5 tahun menjalani skoring dan juga diberikan TPT (3HP). Namun, setelah dua minggu, anak tersebut mulai menunjukkan gejala klinis TBC dan dinyatakan sebagai kasus TBC klinis oleh Puskesmas, sehingga TPT dihentikan dan pengobatan OAT (Obat Anti TBC) dimulai.