Gangguan Jiwa pada Pasien Tuberkulosis, Kerentanan Tak Terelakkan Baca selengkapnya di artikel “Gangguan Jiwa pada Pasien Tuberkulosis, Kerentanan Tak Terelakkan”

 

Seorang peserta menggunakan kursi roda saat mengikuti pawai Hari Tuberkulosis (TB) di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (19/3). Kegiatan yang digelar dalam rangka memperingati Hari TB sedunia tersebut bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk lebih sadar akan risiko dan bahaya penyakit Tuberkulosis. ANTARA FOTO/Moch Asim/pd/17

tirto.id – Seli, 29 tahun, tak pernah membayangkan dunianya yang semula berjalan normal mendadak menjadi pelik. Hanya dalam waktu beberapa bulan, keteraturan hidupnya dibuat jungkir balik karena diagnosis tuberkulosis (TB). Seli bahkan sempat putus asa dan punya niatan bunuh diri. Setiap tahun, jumlah kasus TB di Indonesia selalu masuk tiga besar di antara negara-negara dengan kuantitas insiden tertinggi. Pada 2020 lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan insiden TB Indonesia berada pada urutan ketiga setelah China dan India. Estimasi kejadiannya mencapai lebih dari 842 ribu kasus dengan angka kematian lebih dari 98 ribu jiwa per tahun—setara 11 nyawa per jam.

Setiap tahun, jumlah kasus TB di Indonesia selalu masuk tiga besar di antara negara-negara dengan kuantitas insiden tertinggi. Pada 2020 lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan insiden TB Indonesia berada pada urutan ketiga setelah China dan India. Estimasi kejadiannya mencapai lebih dari 842 ribu kasus dengan angka kematian lebih dari 98 ribu jiwa per tahun—setara 11 nyawa per jam.

“Eliminasi TB adalah tantangan, mengingat TB merupakan 10 penyakit penyebab utama meninggalnya pasien. Selain itu, banyak kasus TB tidak tercatat. Ini menjadi tantangan dalam penanganan TB,” ungkap Maxi Rein Rondonuwu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, dalam acara “Outlook Tuberculosis 2022”, Rabu (23/3/2022).

Seperti kata Maxi, upaya eliminasi TB punya banyak tantangan. Salah satunya adalah kejadian belum terlaporkan dengan presentase sebesar 32 persen. Belum lagi menyoal kejadian putus obat akibat berbagai faktor, termasuk kejenuhan dan stres pengobatan.

Sebagai penyintas Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB), misalnya, Seli menjalani pengobatan hampir satu tahun lamanya. Sebagai informasi, MDR-TB merupakan kondisi ketika bakteri Mycobacterium tuberculosis resisten alias kebal terhadap antibiotik atau obat lini pertama.

Seli pertama kali merasakan gejala TB seperti napas pendek dan mirip gejala flu seperti batuk pilek sejak awal 2020. Namun, gejala-gejala tersebut tidak kunjung membaik meski Seli sudah mengonsumsi obat bebas. Malah, hingga Juni 2020, massa tubuhnya turun drastis dan Seli dilarikan ke ruang gawat darurat karena diare.

“Perawatan di RS Swasta hanya tes mantoux dan diberi obat paru biasa. Ternyata Agustus hasil tes dahak di puskesmas menyatakan positif MDR-TB,” ungkap Seli. Pengobatannya baru dinyatakan tuntas dan sembuh pada pertengahan 2021 lalu.

Pasien dengan TB biasa umumnya menempuh pengobatan selama setengah tahun, sementara MDR-TB periodenya lebih lama, bisa mencapai dua tahun. Maka bayangkan rasanya menjadi Seli yang harus minum belasan obat dalam sehari dengan efek pusing, mual, dan muntah hebat hingga puluhan kali dalam sehari. Semuanya harus dia jalani selama periode waktu tahunan.

“Setiap mau minum obat saya pasti menangis, rasanya stres sekali. Butuh waktu hingga 3 jam hanya untuk minum obat karena harus ambil jeda istirahat, makan, dan menata mental setiap menelan butir-butir obat itu,” tuturnya.

Kalau boleh dibuat gambaran, rasanya lebih dahsyat dibanding sepuluh kali mabuk laut.

Kadang kala ibunda yang menemani Seli ikut geregetan karena dia tak kunjung menuntaskan jadwal minum obat harian. Tapi mau bagaimana lagi, bahkan baru mencium bau obatnya saja, Seli sudah merasakan gangguan psikosomatis.

Itu belum ditambah tekanan lain berupa stigma dan diskriminasi yang dia terima. Selama masa pengobatan, kantor tempat Seli bekerja memutus kontak secara sepihak, tanpa pemberitahuan. Gara-gara itu, beban hidupnya jadi berlipat-lipat lebih berat.

“Ada satu titik saya merasa sudah tidak kuat. Saya bilang sama teman-teman pendamping, ‘kalau begini rasanya (minum obat) mending saya mati saja.”

Tuberkulosis dan Efek Psikologisnya

Di permukaan, kita hanya melihat statistik TB sebagai angka-angka kasus sebuah penyakit yang—saat ini—kalah pamor dibanding pagebluk COVID-19. Padahal, dimensi kasus TB lebih mendalam karena meliputi persoalan kemiskinan, stigma, diskriminasi, kepercayaan usang soal guna-guna, dan problem kesehatan mental.

Niatan bunuh diri yang pernah terbesit dalam pikiran Seli bukan ungkapan berlebihan belaka. Perasaannya valid ketika merasa letih luar biasa akibat perjalanan terapi TB dan tekanan ekonomi karena pemutusan hubungan kerja. Para pasien TB—terutama MDR-TB, memang lebih rentan mengalami gangguan psikologis karena efek obat yang mereka terima.

“Pengobatan MDR-TB ada yang namanya sikloserin. Itu mempengaruhi gejala psikotik,” jawab dokter ahli jiwa (psikiater) dari RS Persahabatan Tribowo Ginting saat kami tanya soal efek turunan dari pengobatan MDR-TB.

Sikloserin merupakan obat antituberkulosis oral lini kedua yang memiliki sifat toksisitas ke susunan saraf pusat. Efek gangguan psikologis akibat obat ini paling sering muncul pascatiga bulan pengobatan TB.

Namun di samping efek obat, menurut Tribowo, ada faktor lain yang memicu gejala psikotik pada pasien TB, seperti lamanya pengobatan, efek samping obat secara fisik, kekhawatiran menjadi penular, stigma, pengucilan, serta masalah ekonomi karena tak mampu beraktivitas dan bekerja secara maksimal.

Sebuah studi terhadap pasien MDR-TB di sebuah rumah sakit daerah Solo (terbit 2019) menyimpulkan adanya gejala gangguan halusinasi, kecemasan, depresi, perubahan perilaku, dan ide bunuh diri pada pasien MDR-TB. Padahal sebelumnya, para sampel penelitian tidak memiliki riwayat gangguan psikologis.

“Biasanya pasien TB dengan gangguan psikologis akan dirujuk ke kami (psikiater). Jika kondisinya berat, sikloserin akan dihentikan sementara,” lanjut Tribowo.

Setelah melakukan pengamatan pada pasien, psikiater akan memberi obat sesuai gejala. Misalnya obat antipsikologis pada pasien dengan gangguan psikotik atau antidepresan pada gejala depresi. Selain itu, psikiater juga melakukan psikoterapi suportif guna memberi semangat, pandangan rasional terhadap pengobatan, dan mengalihkan pikiran negatif pasien.

Pengobatan psikiatri idealnya dilakukan beriringan dengan terapi TB sampai pasien dinyatakan sintas. Seiring gejala psikologis berkurang, maka dosis obat psikotik juga berangsur diturunkan. Penanganan masalah psikologis ini sangat penting karena dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien, yang akhirnya berpengaruh pada kepatuhan pengobatan.

Pendampingan Psikologis adalah Keharusan

Gangguan psikologis yang tidak ditangani dengan baik akan berpotensi membuat pasien putus obat sehingga terjadi resisten obat tingkat lanjut. Pengobatan TB akan jadi lebih sulit lagi, lebih berat, dan lebih lama dari jangka waktu sebelumnya.

Ironisnya, sangat jarang pasien MDR-TB mendapat pendampingan psikologis. Terapi kesehatan mental ini juga tidak masuk dalam satu paket perawatan sehingga tidak gratis seperti paket pengobatan TB. Jika ingin mengakses terapi psikologis, pasien harus melakukan konsultasi terpisah.

“Konsultasi tenaga ahli kesehatan jiwa bisa diakali dengan menggunakan BPJS Kesehatan. Jadi, pengobatannya berkolaborasi supaya bisa maksimal di status kesehatan lain,” demikian jawaban dari Sub Kordinator TB Kemenkes RI Endang Lukitosari saat kami tanya mengenai persoalan ini dalam sesi acara diskusi TB bersama Yayasan Pesona Jakarta (YPJ), Jumat, (18/3/2022).

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia memang menanggung keluhan psikologis, tapi masalah pengobatan dampingan TB tidak berhenti di sana. Masih banyak fasilitas kesehatan yang tidak memiliki layanan kesehatan jiwa, terutama di daerah luar Jawa.

Christian Lambogia, dokter praktik salah satu rumah sakit di Manado, bilang bahwa pendampingan psikologis pada pasien TB yang memiliki gejala psikiatri memang menjadi kebutuhan penting. Namun ketika tenaga kesehatan jiwa tidak tersedia, pendampingan psikologis akan dikerjakan oleh komunitas pendamping pasien TB.

“Mereka bisa memberikan motivasi kepada pasien, lalu mengedukasi lingkungan pasien terkait dukungan psikososial yang diperlukan,” kata Christian.

Yang terpenting dari semua itu, orang dengan TB harus paham bahwa penyakit ini dapat sembuh. Demikian juga gejala psikiatri yang menyertainya. Jadi, tak perlu takut menjalani pengobatan karena terapi fisik maupun mental pada pasien TB akan membantu memperbaiki kualitas hidup mereka.

Jika tak menemukan layanan kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan terdekat, sebagai psikiater, Tribowo menganjurkan pasien TB mencari bantuan dan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar.

Baca selengkapnya di artikel “Gangguan Jiwa pada Pasien Tuberkulosis, Kerentanan Tak Terelakkan”, https://tirto.id/gqfM

 

Tercatat Kasus TBC 593, Asisten III Setdako Dumai Ajak Semua Pihak Peduli dan Waspada

DUMAI – Walikota Dumai dalam hal ini yang diwakili oleh Asisten III Bidang Administasi Umum Muhammad Syafie, S.Sos, M.Si menghadiri sekaligus membuka Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS) sekaligus pencanangan Kampung Siaga Tuberkulosis (TBC) yang bertempat di Gedung Sri Bunga Tanjung, Kamis (24/03).

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kota Dumai dan bekerjasama dengan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) tersebut bertemakan Deklarasi Gerakan Bersama Eliminasi TBC yang bertujuan untuk membangun kesadaran umum tentang wabah tuberkulosis serta usaha-usaha untuk mengurangi penyebaran wabah tersebut.

Tuberkolosis sendiri merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri dan bisa menyerang segala umur dan penyakit ini menular melalui penderita batuk atau bersin yang kemudian masuk ke paru-paru.

Pada kesempatan tersebut Asisten III Muhammad Syafie, S.Sos, M.Si menyampaikan bahwa pada tahun 2021 tercatat sebanyak 593 kasus TBC di Kota Dumai dimana yang tertinggi berada di Kecamatan Dumai Timur.

“Pada tahun 2021 tercatat sebanyak 593 kasus dimana nilai tertingginya berada di Kecamatan Dumai Timur dengan angka 134 indeks kasus disusul Kecamatan Dumai Kota sebesar 93 Indeks kasus dan Kecamatan-Kecamatan lainnya beberapa kasus,” jelasnya.

Beliau juga mengajak seluruh masyarakat dan keterlibatan perusahaan untuk peduli dan komitmen dalam penanggulangan TBC di Kota Dumai.

“Gerakan Bersama Eliminasi ini merupakan solusi untuk mengatasi persoalan TBC ini, keterlibatan semua potensi dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka mensinergikan upaya-upaya yang mendukung proses eliminasi TBC diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan kita terhadap penyakit menular tersebut,” harapnya.

Sementara itu, Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) cabang Kota Dumai, Ahmad Rasyid SE, berharap kepada semua pihak untuk lebih peduli tentang persoalan penyakit tersebut.”Dan perlu keseriusan dan strategi dalam mengeliminasi penyakit TBC di kota kita,” tegasnya.

Sedangkan menurut nara sumber dr. Eliyanti mengatakan saat ini Indonesia urutan ke tiga terbanyak yang mengidap penyakit ini setelah India dan China.”Oleh karena itu, bagi siapa saja yang ingin berobat kalau ada gejala penyakit tersebut, segeralah berobat ke Puskesmas terdekat. Tentu semua pengobatan digratiskan,”imbuhnya.

Turut hadir pada kesempatan tersebut yaitu, Ketua PKBI Provinsi Riau, Kepala Dinas Kesehatan, Pengurus Cabang PKBI Dumai, Camat Dumai Timur, Kepala Puskesmas se Kota Dumai, Lurah Se Kecamatan Dumai Timur, Perwakilan Perusahaan se Kota Dumai, Kepala Sekolah se Kecamatan Dumai Timur, Ketua LPMK, Pengurus PKBI dan Kader-kader Puskesmas.

Sasar Pasar Toddopuli, Yamali TB Sulsel Ajak Masyarakat Berantas TBC

Yamali TB Sulsel memperingati hari tuberkulosis sedunia yang diperingati setiap tanggal 24 Maret. (Ist)

MAKASSAR, PEDOMANMEDIA – Terik matahari pagi menjelang siang tak menjadi penghalang bagi puluhan kader TB Komunitas dari Yayasan Masyarakat Peduli Tuberkulosis (Yamali TB) Sulawesi Selatan untuk turun ke jalan memperingati hari tuberkulosis sedunia yang diperingati setiap tanggal 24 Maret.

Aksi turun ke jalan Kader Yamali TB ini dilakukan dengan edukasi terpadu kepada masyarakat umum pengguna jalan serta pedagang dan pengunjung pasar tradisional Toddopuli kota Makassar.

“Momentum TB Day yang tepat diperingati hari ini kita jadikan sebagai peneguhan komitmen mewujudkan masyarakat yang bebas TBC. Karenanya melalui aksi ini, kita bersosialisasi dengan harapan dapat menjaring kasus baru TBC yang belum tersentuh ke layanan kesehatan,” tutur Program Officier Yamali TB Makassar, Masnidar, Kamis (24/3/2022).

Masnidar menegaskan, peringatan hari TBC ini penting untuk dilakukan, mengingat bahwa angkas kasus TBC masih sangat tinggi dan masih menjadi penyakit menular dengan angka kematian tertinggi.

“Catatan WHO tahun 2021, Indonesia masih menjadi negara nomor tiga dunia sebagai penyumbang kasus TBC tertinggi dengan estimasi 824.000 jumlah kasus dengan kematian sebanyak 13.100 dan hanya 47% kasus yang terlaporkan dalam setahun. Itu artinya masih banyak kasus tapi belum berobat dan terlaporkan,” tuturnya.

Sementara itu, Koordinator Program Yamali TB Sulsel, Kasri Riswadi, menambahkan bahwa peringatan hari TB tahun ini dilakukan dengan ragam aksi dan kegiatan. Selain aksi turun jalan di Makassar, aksi yang sama serta ragam kegiatan juga dilakukan secara serentak di 8 daerah lainnya seperti Gowa, Jeneponto, Bulukumba, Maros, Wajo, Bone, Pinrang, dan Sidrap.

“TB day berbasis komunitas ini kita konsolidasikan untuk membuat kegiatan secara terpadu sejak 24 Februari hingga 31 Maret ini, sejumlah kegiatan telah dihelat di 9 daerah itu seperti sisir kutu atau penyuluhan dan investigasi kontak kepada 50.000 orang dan merujuk terduga TB sebanyak 10.000 orang,” tukasnya.

Kasri menambahkan, selain melakukan penjaringan terduga dan kasus baru TBC serta pendampingan pasien, program penanggulangan TBC juga diarahkan pada ranah advokasi  untuk memperoleh dukungan publik, dukungan finansial bagi pasien, dukungan psikososial, serta dukungan komitmen politik dari pemangku kepentingan.

“TBC masih menjadi persoalan besar saat ini, bahkan penanganannya diklaim mundur 4 tahun dikarenakan pandemi Covid-19, padahal kita semua tahu bahwa TBC ini juga merupakan penyakit menular yang menyebabkan kematian. Peringatan TB day 2022 ini kami ingin jadikan momentum kampanye agar kita semua tahu,” terangnya.

Peringatan hari TB sedunia tahun ini dilakukan oleh sejumlah pihak baik dari pegiat TB di Dinas kesehatan dan layanan, juga oleh kelompok masyarakat dan komunitas. Tema TB Day tahun sendiri adalah “Perkuat dukungan untuk Eliminasi TBC, Selamatkan Jiwa”.

Pengumuman Pemenang Pelelangan Pengadaan Media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI Tahun 2022

PENGUMUMAN PEMENANG HASIL PELELANGAN
Nomor : PL.21.006/PR PB-STPI/III/2022

Sehubungan dengan lelang umum pekerjaan Pengadaan Media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), PR Konsorsium Komunitas PENABULU-STPI, dan berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Lelang Nomor : PL.21.005/PR PB-STPI/III/2022, tanggal 29 Maret 2022, maka dengan ini Panitia Panitia Lelang Pengadaan Media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), PR Konsorsium Komunitas PENABULU-STPI mengumumkan pemenang lelang untuk pekerjaan tersebut di atas adalah:

Nama Perusahaan : PT. Cahaya Gemilang Digital
Alamat Perusahaan : GoWork Fatmawati Jl.RS Fatmawati No.188 Gandaria Kec.Cilandak, Kota Jakarta Selatan
Nomor Telepon : 021 – 50928525 / 081212226511
NPWP : 74.947.472.2-031.000
Harga : Rp 886,248.720,-

Demikian kami sampaikan untuk diketahui, atas perhatian dan partisipasi saudara, kami ucapkan terima kasih.

Panitia Lelang Pengadaan Media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)

PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI

Jakarta, 30 Maret 2022

Unduh lampiran surat pengumuman pemenang

Perkuat Dukungan Psikososial Pasien TBC, Yamali TB Gandeng Kareba Baji

Penandatangan MOU antara Yamali TB Sulsel dan Kareba Baji (Foto by. Sri Niken)

MAKASSAR– Yayasan Masyarakat Peduli Tuberkulosis (Yamali TB) Sulawesi Selatan, menggandeng Yayasan Kareba Baji dalam upaya penguatan pendampingan pasien TBC Resisten Obat serta penemuan kasus TBC baru melalui kegiatan penyuluhan dan sikrinig TBC di wilayah kota Makassar.

Hal tersebut ditandai dengan penandatanganan kerjasama atau MOU yang dilakukan di sekretariat Yamali TB, Jl. Cemara No. 2 Makassar, pada Jumat, 25 Maret 2022.

Ketua Yamali TB, Kasri Riswadi menjelaskan bahwa keberadaan Kareba Baji sebagai organisasi penyintas TB sangat relevan dalam pemberian dukungan psikososial kepada pasien TBC yang sedang menjalani pengobatan.

“Beban pasien TBC itu tak terkira, meliputi lama proses pengobatan serta tantangan efek samping obat, karenanya memang perlu pendampingan. Kami meminta mereka untuk tergabung sebagai patient Supporter, sebab kehadiran Peer educator dari Kareba Baji dapat menjadi pemantik pasien tetap semangat berobat, punya asa sembuh dan bangkit,” tutur kasri.

Ketua Kareba Baji, Chandra Mustamin, menimpali bahwa aktivitas yang dilakukan Yamali TB selama ini memang sangat selaras dengan tujuan dan keberadaan Kareba Baji. Karenanya, ia mengaharapkan agar kerjasama ini juga dapat senantiasa selaras, saling support dengan orientasi yang sama meningkatakan angka kesembuhan pasien TBC RO serta mewujudkan misi eliminasi TBC 2030.

“Setelah ini, kami akan koordinasikan kegiatan yang bisa dilakukan bersama, juga kesedian dan kesiapan teman-teman di Kareba Baji sebagai peer educator,” terangnya.

Kareba Baji merupakan organisasi yang dibentuk oleh kelompok penyintas TBC RO sejak tahun 2014 untuk pendampingan pasien TBC Resistan Obat di RSUD Labuang Baji, yang kemudian merambah kota Makassar dan wilayah Sulsel. Mereka juga tergabung dalam jejaring POP TB Indonesia. Adapun Yamali TB adalah pelaksana program Global Fund TBC Komunitas untuk wilayah kerja se-Sulawesi Selatan kemitraan dengan Konsorsium Penabulu-STPI.

 

Giat Kota Kupang di Hari Tuberkulosis Sedunia 2022 (PART 2)

“PENYULUHAN

&

SKRINING”

Kupang – Nusa Tenggara Timur. Memperingati hari TB Sedunia Tahun 2022, SR PERDHAKI TB NTT berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan Kota Kupang dan Puskesmas – Puskesmas yang ada di Kota Kupang. Melakukan kegiatan Penyuluhan sekaligus skrinning dengan tujuan untuk memberikan edukasi kepada para Penghuni Lapas yang belum memiliki atau kurang pemahaman mengenai Kuman TB, Gejala dan penyebarannya.  Kegiatan ini juga di dukung oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan Dewasa Kelas II A  dan jajaran sehingga memperlancar proses penyuluhan dan skrining. Pada kesempatan ini, kegiatan diawali dengan kata sambutan dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT yang diwakili oleh Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi NTT.

 

Didalam kegiatan ini juga terselip pemberian penghargaan kepada puskesmas terbaik di kota kupang dan yang terpilih adalah Puskesmas Pasir Panjang dan Puskesmas Oebobo serta Pemberian Penghargaan Terhadap Pengelola TBC Terbaik di Kota Kupang.

(Staff MEL SR PERDHAKI bersama Penerima Penghargaan Pengelola TB Terbaik Se- Kota Kupang 2021)

Selanjutnya pelaksanaan skrining dilakukan kepada kurang lebih 150 warga binaan Lapas Dewasa Kelas II A Mulai dari Pria Dewasa hingga Pria Lansia. Proses skrining tersebut akan dilakukan secara bertahap bagi warga binaan sesuai dengan blok dari masing-masing warga binaan tersebut. Proses skrining juga dilakukan langsung oleh para petugas puskesmas dan dikoordinir oleh Tim dari SSR PERDHAKI Kota Kupang.

Sepanjang kegiatan, proses skrining berlangsung dengan baik. Semua warga binaan yang menjalankan proses skrining diberikan pertanyaan mengenai gejala-gejala TBC yang mungkin saja pernah dialami oleh warga binaan. Pada akhirnya dari hasil skrining tersebut menemukan beberapa suspek yang dirujuk untuk melakukan pemeriksaan.

Pihak Puskesmas dan SSR PERDHAKI Kota Kupang telah bekerja sama dengan Pihak Lapas mengenai hal ini dan telah meninggalkan beberapa Pot Dahak yang akan digunakan untuk mengambil spesimen dahak warga binaan yang menerima rujukan untuk dibawa ke puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan.

Semoga dengan kegiatan ini bisa menumbuhkan rasa peduli terhadap diri sendiri dan sesama diantara warga binaan agar saling mengingatkan akan kesehatan dan berkenan memeriksakan diri apabila merasakan gejala TBC.

 

Masalah TBC di Sulsel, Seperdua dari Estimasi Jumlah Kasus Belum Diobati

Masalah TBC di Sulsel, Seperdua dari Estimasi Jumlah Kasus Belum Diobati

MAKASSAR– Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan pelibatan semua pihak dalam penanggulangannya, termasuk dalam hal ini  keterlibatan lintas sektor pemerintahan, organisasi profesi, hingga layanan kesehatan swasta baik rumah sakit maupun klinik.

Hal itu diungkapkan Penanggungjawab Program TB Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, Andi Julia Junus, saat memaparkan materi pada kegiatan pertemuan lintas jejaring untuk penguatan peran komunitas dalam strategi Public Privat Mix (PPM)  yang diadakan Yayasan Masyarakat Peduli Tuberkulosis (Yamali TB) Sulsel, di Makassar, Rabu, 30 Maret 2022.

Data laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2021 mencatat erdapat 31.022 estimasi kasus TB di Sulsel, di mana baru sebanyak 14808 kasus atau yang ternotifikasi yang jika dipersentasekan hanya 47,73%. Artinya, masih ada sekitar 53% yang tidak diketahui keberadaaanya di tengah ancaman penularan yang juga besar.

Andi Julia Junus, menjelaskan bahwa untuk melacak kasus TBC di masyarakat, perlu usaha lebih keras dan pelibatan lebih banyak pihak. Ia menyebut, kehadiran Yamali TB dari sisi kominitas merupakan satu yang pasti. Namun, baginya itu juga tak cukup, perlu keterlibatan multisektoral, baik dari sektor pemerintah maupun swasta.

“Starategi yang kita sedang lakukan sekarang adalah implementasi PPM atau pelibatan layanan kesehatan swasta untuk menjangkau kasus TBC, mengingat bahwa banyak masyarakat yang memilih berobat di sektor layanan swasta, sementra yang terlaporkan dari sektor hanya 9 % dari total kasus secara Nasional,” tukasnya.

Sementara itu, Ketua KOPI TB Sulsel, dr. Arief Santoso, Sp.P, Ph.D, menegaskan bahwa selain swktor layanan, juga dibutuhkan peran penting organisasi profesi serta keberpihakan pemerintah untuk membuat suatu payung hukum tentang penanggulangan TBC.

Manager SR Yamali TB Sulsel, Wahriyadi menambahkan bahwa implementasi DPPM ini merupakan strategi penanggulangan Kemenkes tahun 2020-2024.

Kegiatan pertemuan jejaring ini dilaksanakan selama tiga hari, sejak 28-30 Maret 2022, dengan diikuti Dinas Kesehatan Sulsel, Dinkes Makassar, KOPI TB, IDI Sulsel, PPDI Cabang Sulawesi, Asosiasi Rumah Sakit, Asosiasi Klinik, Asosisi Laboratorium, Majelis Kesehatan Aisyiyah dan Muhammadiyah, serta sejumlah peerwakilan Rumah Sakit dan Klinik se-Makassar.