Skip to content

Dihindari hingga Dicari : Perjalanan Pak Sukri Memberdayakan Pasien TBC MDR

unnamed (1)

Kurangnya motivasi, timbulnya efek samping ketika minum obat, lelah akan keadaan membuat sebagian pasien tuberkulosis (TBC) memutuskan tidak melanjutkan pengobatan mereka. Hal ini dapat menyebabkan kondisi pasien memburuk dan mengalami resistensi (kebal) terhadap obat antibiotik. Oleh karena itu, dukungan psikososial diperlukan untuk mendukung pasien selama masa pengobatan. Selain petugas kesehatan, anggota masyarakat yang terlatih dapat berperan sebagai Patient Supporter (PS). Sebagai pendamping pasien minum obat, PS adalah salah satu ujung tombak dalam penyembuhan pasien TBC karena mempunyai andil besar melalui komunikasi yang efektif, edukasi, serta memotivasi pasien agar rutin minum obat. 

Sukri Sikumbang merupakan salah satu PS pasien TBC MDR di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Selain menjadi PS, beliau berwirausaha dengan membuka depot air isi ulang di daerahnya. Lelaki yang akrab dipanggil Pak Sukri ini juga aktif dalam beberapa organisasi masyarakat. Beliau aktif di organisasi Muhammadiyah sebagai Pimpinan Cabang Muhammadiyah Stabat, Kabupaten Langkat dan mempunyai rekam jejak sebagai pengurus Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) di kelurahan yang ia tempati.

Sejak bulan Maret tahun 2017, beliau bergabung dengan TB Care ‘Aisyiyah sebagai Kader TBC. Walaupun bukan berasal dari latar belakang pendidikan kesehatan, hal tersebut tidak mengurungkan niat beliau untuk menjalankan tugas mulia ini. Dedikasi yang tinggi menjadikannya semangat dan senang dalam melaksanakan pendampingan pasien. 

“Tak banyak orang yang mau dan mampu untuk menjadi PS. Prinsip saya, sedikit ilmu yang saya miliki tetapi bisa bermanfaat bagi orang lain,” tuturnya. Pak Sukri yang memulai karir dengan menjadi kader memperoleh ilmu-ilmu tentang pendampingan pasien peroleh melalui pelatihan-pelatihan tentang penanggulangan TBC yang diselenggarakan oleh TB Care ‘Aisyiyah, SSR Kabupaten Langkat, SR Yayasan Mentari Meraki Asa serta belajar secara mandiri.

Semangatnya juga ia teruskan dengan menjadi kader TBC di Yayasan Mentari Meraki Asa selaku mitra dari PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI. Dedikasinya yang kuat serta pengalamannya di masyarakat membuatnya berniat berperan sebagai PS pasien TBC MDR. “Beliau rajin dan semangat dalam melakukan pendampingan. Pengalaman beliau juga menjadi salah satu tolak ukur untuk melibatkan beliau menjadi PS,” tutur Azmil Husairi selaku Manajer Kasus yang bertanggung jawab dengan pelaporan dan wilayah kerja Pak Sukri.

Saat ini, beliau mendampingi 11 pasien yang masih dalam masa pengobatan di kecamatan yang berbeda. Salutnya, beliau bergerak melakukan pendampingan ke pasien bersama dengan istrinya yaitu Ibu Aminah yang merupakan  Koordinator Kader  di Yayasan Mentari Meraki Asa. Bersama dengan istri, beliau bergerak bersama ke lapangan untuk mengetahui  kondisi pasien yang sebenarnya dalam setiap kunjungan. “Keterlibatan istri pada penjangkauan pasien sangat berarti bagi saya. Ia juga sangat berperan sekali dalam menemani berkomunikasi dengan pasien-pasien perempuan. Jika ada pasien perempuan yang sungkan komunikasi sama saya karena saya laki-laki, saya dibantu oleh istri saya,” tambahnya. 

Pekerjaan yang mereka jalani bukan tanpa hambatan. Untuk melakukan pendampingan pasien, Pak Sukri harus melalui jarak tempuh yang jauh dan medan yang sulit. “Jalanan yang berliku serta melewati perkebunan kelapa sawit yang sangat luas, inilah keadaan yang saya jalani mba,” katanya. Jarak tempuh dari rumah Pak Sukri menuju rumah pasien memakan waktu sekitar 2,5 jam perjalan dengan sepeda motor yang ia kendarai. Tapi keadaan tersebut tidak membuat beliau menyerah untuk membantu pasien TBC hingga sembuh. 

Ia menambahkan bahwa ketika awal mula terjun ke lapangan sebagai PS, ada rasa takut yang amat dalam ketika membayangkan jika dirinya tertular TBC dengan tipe yang sama. Namun, pemikiran itu ia patahkan dengan terus meyakinkan diri sendiri dan menguatkan hati agar tidak ragu dan takut. “Saya berpikir bahwa saya akan mendampingi orang orang yang mengalami sakit TBC MDR, takut sih mbak awalnya, tapi saya harus buang pemikiran itu karena siapa lagi yang akan membantu jika bukan kita,” tambahnya. 

Walaupun ada resiko yang dihadapi, Pak Sukri dan istri mengatakan bahwa segala sesuatu yang sedang mereka jalani saat ini merupakan sebuah panggilan hati. Mereka tulus dan ikhlas untuk membantu sesama yang membutuhkan pertolongan. “Saya berpikir, pasien TBC MDR mengalami masa pengobatan yang panjang, minum obat yang banyak dan efek samping yang cukup berat, sehingga pasien tersebut membutuhkan orang tempat ia bertanya, bercerita tentang efek samping selama minum obat, dan saya harus bisa mendampinginya agar ia tidak merasa dikucilkan oleh masyarakat karena sakitnya,” ucap Pak Sukri. 

“Setiap pasien yang saya dampingi mempunyai cerita/momen tersendiri. Tapi yang paling spesial ada satu pasien yang 5 kali saya ke rumahnya, ia tetap tidak mau bicara pada saya”, tuturnya. Beliau adalah Bu Lilis, pasien dengan TBC MDR ini sudah dikunjungi rutin oleh Pak Sukri dan Istri. Saat didatangi, beliau tidak pernah berkenan untuk berkomunikasi secara tatap muka dengan Pak Sukri. Sehingga melalui perantara istrinya, Pak Sukri terus-menerus memberikan pemahaman tentang peran Pasien Supporter

Berbekal pengetahuan dan komunikasi yang Pak Sukri miliki, beliau menjelaskan dengan tulus dari hati dan kelembutan hingga akhirnya pasien tersebut mau dan menerima Pak Sukri dengan tangan terbuka untuk melakukan pendampingan. Pak Sukri juga menambahkan bahwa Bu Lilis selalu cek jadwal pendampingan dan langsung menghubungi dan bertanya kapan Pak Sukri akan datang. Bu Lilis sembuh dari penyakit tuberkulosis setelah 1,5 tahun berjuang dan bisa kembali melakukan aktivitas seperti sedia kala. “Saya sangat bahagia bisa sembuh. Selama pengobatan, saya selalu nurut perkataan Pak Sukri, beliau juga sangat sabar menghadapi saya”, tutur Bu Lilis.

Rutin mengunjungi pasien, menanyakan tentang berapa sekarang jumlah obat yang diminum, menyemangatinya agar tetap semangat  rutin minum obat, dan meyakinkannya bahwa TBC MDR ini bisa sembuh dengan kepatuhan minum obat serta mengikuti anjuran dokter merupakan cara-cara yang Pak Sukri lakukan untuk membangun kepercayaan antara beliau dengan pasien. “Saya melaksanakan benar-benar dari hati yang tulus, bersyukurlah Allah yang memberikan kita kesehatan dan ilmu tentang TBC sehingga kita dapat menyenangkan hati para pasien dengan kehadiran kita,” ucapnya. Ia juga menambahkan bahwa di tengah banyaknya kasus pandemi COVID-19, ketika melakukan pendampingan beliau memberikan pemahaman dan melaksanakan penyuluhan secara detail kepada pasien maupun lingkungan sekitar pasien  agar mereka dapat memahami tentang TBC dan dapat membedakan antara TBC dengan COVID-19. 

Usaha pendampingan pasien yang Pak Sukri jalani pun membuahkan hasil. Sejak 2017 melakukan pendampingan pasien, Pak Sukri telah berhasil mendampingi 10 pasien hingga sembuh. Pengalaman Pak Sukri mengilustrasikan bahwa masyarakat yang sakit TBC resisten obat butuh dukungan sesama anggota masyarakat untuk menyemangati mereka meraih kesembuhan. Saat diwawancarai, Pak Sukri juga ingin memberikan semangat kepada seluruh teman-teman PS yang berjuang di lapangan saat ini. Beliau berpesan, “Laksanakan tugas mulia ini dengan senang hati dan ikhlas. Bersyukur kita yang diberi peran  sebagai patient supporter, karena tugas ini sangat mulia dan bisa menjadi ladang amal untuk kita semua.” 

 


Cerita ini dikembangkan dari SR Sumatera Utara

Ditulis oleh: Winda Eka Pahla Ayuningtyas (Communications Staff)

Editor: Thea Yantra Hutanamon

Bagikan Artikel

Cermati Juga