Peraturan Presiden No.67/Tahun 2021: Tuberkulosis Bukan Hanya Persoalan Medis

Seorang pasien tuberkulosis (TBC) resisten obat (RO) memulai pengobatan di sebuah Rumah Sakit yang berjarak sekitar empat jam dari tempatnya tinggal. Namun, setelah beberapa bulan pengobatan, ia tidak kembali memeriksakan diri ke Rumah Sakit. Setelah mengalami pemutusan hubungan kerja, pasien hidup sebatang kara—karena ditinggal istri dan anak-anaknya. Ia tinggal di rumah dengan kondisi yang hampir roboh di sebuah desa dimana rata-rata penduduknya berpendapatan rendah. Rasa malu dan dan keengganannya ‘merepotkan’ orang lain. Minatnya tetap surut meskipun ada tawaran rumah singgah—dari patient supporter (PS)—yang berdekatan dengan Rumah Sakit dimana ia memulai pengobatan.

Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, dan relawan kesehatan masyarakat seperti patient supporter dan manajer kasus di kabupaten terdekat berpendapat ada beberapa hambatan bagi pasien tersebut dalam menyelesaikan pengobatan. Beberapa hambatan tersebut adalah kurangnya dukungan keluarga, jarak yang jauh, dan lemahnya kemampuan ekonomi karena berkurangnya pendapatan. Dukungan positif dari keluarga, jaminan pekerjaan, penyediaan rumah singgah, pembiayaan transportasi berobat, mengatasi stigma diri, dan renovasi rumah menjadi tindakan yang melampaui sebuah intervensi medis dan kesehatan masyarakat.

Ilustrasi di atas menggambarkan bagaimana faktor-faktor psikologis, sosial, dan ekonomi turut memperburuk penyebaran dan kekebalan Mycobacterium Tuberculosis terhadap obat di Indonesia. Pada 19 Agustus 2021, Pemerintah Indonesia meluncurkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis (Perpres No. 67/2021) untuk menjawab tantangan multi-dimensi dalam mengatasi permasalahan tuberculosis. Kebijakan ini membuktikan keseriusan Pemerintah Indonesia mencapai salah Tujuan Ke-3 Pembangunan Berkelanjutan 2030 yaitu Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan khususnya dalam Eliminasi TBC. Hal ini  menjadi perwujudan nyata dari ratifikasi Political Declaration on the Fight Against Tuberculosis pada Sidang Umum PBB 2018.

Perpres No.67/2021 yang digagas oleh Kementerian Kesehatan melalui dorongan dari organisasi masyarakat sipil ini terdiri dari 9 bab dan 33 pasal dan menjadi landasan kuat untuk kolaborasi multi-pihak serta lintas sektor. Regulasi ini mengatur pembentukan Tim Percepatan Penanggulangan TBC, yang terdiri dari 18 Kementerian/Lembaga—terdiri dari sektor ekonomi, sosial, infrastruktur dan kesehatan—yang dibentuk untuk menurunkan angka kejadian TBC menjadi 65 per 100.000 penduduk dan angka kematian menjadi 6 per 100.000 penduduk pada 2030.

Pembentukan tim yang serupa juga diatur di tingkat Provinsi yang akan ditetapkan gubernur dan di tingkat Kota/Kabupaten yang akan ditetapkan wali kota/bupati yang perlu didukung RPJMD, RKPD, dan RENSTRA perangkat daerah. Tim di tingkat Pusat maupun Daerah memiliki tugas mengoordinasikan, mensinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan Eliminasi TBC secara efektif, menyeluruh, dan terintegrasi dengan rencana kerja tahunan yang dipantau dan dievaluasi secara berkala.

Dalam mengatasi dampak TBC pada ekonomi rumah tangga terdampak, Perpres No. 67/2021 pasal 12 menguraikan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk memberikan jaminan kesehatan dan perlindungan sosial bagi pasien dan masyarakat terdampak TBC. Hal ini dibutuhkan untuk tersedianya pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJSK) dan dukungan psiko-sosio-ekonomi pada pasien TBC yang berkebutuhan khusus melalui Sanatorium[1] oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial yang ditargetkan pada tahun 2022.

Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat diberi mandat untuk menyediakan kebijakan dan intervensi guna meningkatkan kualitas rumah pasien, perumahan, dan permukiman sebagai upaya pengendalian faktor risiko.

Butir-butir dalam Perpres juga mengatur upaya untuk mengatasi stigma dan diskriminasi yang dihadapi oleh pasien TBC. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia diberi mandat untuk melakukan harmonisasi kebijakan pengurangan stigma dan diskriminasi terkait penyakit ini pada populasi risiko tinggi TBC dan populasi rentan pada tahun 2022 bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Kesehatan.

Untuk mengatasi stigma akibat kurangnya informasi, Kementerian Komunikasi dan Informasi bersama Kementerian Kesehatan bertanggung jawab untuk menyelenggarakan kampanye dan upaya perubahan perilaku untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan akses masyarakat terdampak TBC ke pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Masyarakat memiliki andil besar dalam mendorong kolaborasi lintas sektor pada tingkat pusat hingga daerah guna memastikan pasien mendapatkan dukungan psiko-sosio-ekonomi, dan mengurangi stigma dan diskriminasi. Perpres ini memberikan landasan hukum untuk peran serta masyarakat menanggulangi TBC melalui upaya promosi, penemuan kasus, pendampingan pasien, memberikan masukan terhadap kebijakan, dan memitigasi dampak psikososial dan ekonomi pasien TBC RO. Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI bersama seluruh mitra di provinsi dan daerah—sebagai komponen masyarakat—diharapkan dapat berperan aktif melaksanakan Perpres No. 67/2021.

 

[1] Sanatorium merupakan fasilitas untuk program layanan kuratif dan rehabilitatif medis dan sosial dalam jangka waktu tertentu yang dilaksanakan secara komprehensif bagi pasien TBC yang memenuhi kriteria (a. tidak memiliki tempat tinggal tetap; b. tinggal dengan kelompok populasi berisiko dan tindakan pencegahan transmisi tidak bisa diselenggarakan; c. tidak memiliki keluarga dan memerlukan pendampingan khusus; d. memerlukan pemantauan khusus karena terjadinya efek samping atau adanya penyakit penyerta; e. memiliki riwayat mangkir atau putus berobat secara berulang; dan/atau f. kondisi kronis yang gagal diobati dengan pengobatan paling terkini yang tersedia).

 


Penyunting: Thea Hutanamon
Editor: Dwi Aris Subakti

Kisah Siti Ichsaniah, Kader Inspiratif Yamali TB Sulsel

 

Bagi Sitti Ichsaniah, 48 tahun, memberantas tuberkulosis di Rappokalling adalah cita-citanya. Gerakannya gesit, tapi tuturnya kata lembut, ibu yang tampak jauh lebih muda dari usianya ini seakan tak habis tenaga untuk menemukan suspek di lorong-lorong Rappokalling kota Makassar. Tahun 2021 ini, Sitti Ichsaniah telah merujuk 85 orang terduga dari penyakit nomor ketiga paling mematikan di dunia, setelah penyakit jantung dan pernafasan akut itu.

Ia resmi menjadi kader TBC sejak ikut training TB melalui Community TB Care Aisyiyah pada awal tahun 2014. Dari situ ia memulai mendekati warga melalui ruang-ruang sosial, seperti pengajian, arisan dan penyuluhan. Kegigihannya selama bertahun-tahun sejak saat setelah dilatih, membuat Sitti semakin dikenal masyarakat, yang awalnya dicibir, perlahan tapi pasti ia mampu membalikkan persepsi masyarakat, dirinya pun semakin dekat dengan warga. Setiap ada kegiatan masyarakat, ia selalu gandengkan dengan penyuluhan TBC.  

Mengabdikan diri untuk upaya penanggulangan TBC bagi Sitti adalah sesuatu yang jauh dari benak dan jangkauan pikirannya sebelumnya. Ia tergerak menjadi kader TBC setelah suaminya dinyatakan terdiagnosa TBC. Saat itu ia ikut dilatih sebagai pengawas menelan obat (PMO) bagi suami untuk membantu perawatannya hingga sembuh, dan kemudian beberapa bulan berikutnya dirinya pun menyatakan keinginan menjadi kader untuk membantu masyarakat secara lebih luas.

“Sejak saat suamiku dibilang TBC, saya berusaha agar bagaimana caranya ia bisa sembuh dan alhamdulillah 6 bulan ia sudah sembuh betulan berkat pengobatan yang tertib dari puskesmas dan bantuan kader TBC. Dari situ saya bilang, mau juga jadi kader untuk bantu orang lain yang kena TBC, sampai situ saya ikuti pelatihan,” ujar Ibu yang baru-baru ini meraih penghargaan sebagai kader TBC Komunitas inspiratif tingkat Nasional.

 

“Dalam menjalankan tugas sebagai kader TBC, saya biasa diolok-olok oleh warga sebagai kader pengumpul karra’ (dahak). Pada kesempatan lain saya bahkan pernah diancam parang oleh seorang warga saat hendak melakukan penyuluhan, saya dituding menyebarkan penyakit.”

 

Sepanjang semester 1 tahun 2021 ini, Sitti Ichsaniah telah berhasil melakukan 54 kegiatan investigasi kontak, dan menemukan 85 suspek, dan 37 kasus ternotifikasi. Sitti seakan tak pernah berjeda melakukan kegiatan sebagai kader. Selain IK, ia juga aktif melakukan penyuluhan dan membantu petugas TB Puskesmas dalam menelusuri lorong RW 1, 7, dan 8, Rappokalling sekedar mengecek kondisi terbaru pasien. Sitti juga proaktif dalam menerima laporan warga saat ada warga lainnya yang bergejala TBC, ia akan menyisir pemukiman berdasar dari laporan tersebut. Pernah dalam seminggu, sehari Sitti mendapatkan enam suspek sekaligus untuk dirujuk. “Yang kewalahan menangani suspek justru petugas kesehatan (Puskesmas Rappokalling),” celotehnya.

Dalam melakukan kegiatan penemuan kasus, banyak suka duka yang ia peroleh. Pernah suatu ketika ia mendatangi rumah bapak tua yang sering batuk-batuk. Lama ia berdiri di depan pintu rumah, tapi tak seperti tak terdengar. Ternyata bapak itu seorang tunarungu, sehingga ia kesulitan cara untuk menyampaikan informasi. “Kita menyuruhnya untuk mengeluarkan dahaknya esok pagi, ia malah mengeluarkan dahak saat itu juga,” katanya sembari tertawa.   

Ada juga seorang Bapak warga lain. Ia sangat rewel dan egois. Sitti sering katakan bahwa peralatan makan harus dipisah, karena nanti tertular sama anak dan cucu, tapi ia selalu protes. Kemudian, anaknya kita edukasi untuk menjaga rutinitas pengobatan bapaknya. Sekarang si Bapak dipisah di bawah kolong rumah, pengobatan pun mulai lancar setelah sempat terputus. “Banyak karakter yang kita dapatkan dari para penderita, ada yang suka marah-marah, ada yang pendiam, ada juga yang cepat akrab,” ungkap wanita kelahiran Makassar ini.

 

 

Sejauh ini, ada enam 37 pasien yang Sitti pantau proses penyembuhannya. Sudah empat orang yang sembuh, satu orang pengobatannya terputus lantaran keluar daerah, tapi sekarang memulai pengobatan lagi. “Penderita ini kebanyakan adalah perokok aktif, suka minuman keras, selain itu kebanyakan mereka orang miskin dan tinggal di pemukiman padat penduduk,” lanjutnya.

Tentang pekerjaannya ini, Sitti mengaku mendapatkan support penuh dari keluarga, khususnya anak-anaknya. Dukungan keluarga menjadi pelecut tambahan baginya. Hanya saja, ia juga selalu diingatkan agar harus hati-hati dalam menjalankan tugasnya apalagi di era pandemik Covid-19, seperti jika melakukan kontak dengan penderita, ia harus menjaga jarak dan harus di luar rumah agar terkena sirkulasi udara lancar. Dahak-dahak yang dikumpulkan saat kunjungan lapangan pun tak boleh ia simpan di dalam rumah, tapi harus di berada luar. “Sebagai orang kecil, cuma ini yang bisa saya lakukan buat orang banyak, saya ingin terus berbuat baik,”  tuturnya.

 


Tulisan oleh Kasri Riswadi, Koordinator Program SR Sulawesi Selatan
Sumber foto: Yayasan Masyarakat Peduli Tuberkulosis Sulawesi Selatan (YAMALI TB)

Permintaan Penawaran Lelang Pengadaan Media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)

Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI adalah organisasi non laba penerima hibah dari Global Fund untuk program Eliminasi TB di Indonesia. Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI berkedudukan di Jakarta Selatan dan memiliki wilayah kerja di 30 propinsi dan 190 kabupaten – kota di Indonesia.

Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI mempunyai target dalam pelaksanaan program Eliminasi TB yaitu untuk menurunkan pasien TB di Indonesia. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah :

Memproduksi dan mendistribusi media KIE dalam bentuk Leaflet, Flipchart atau Lembar Balik, Buku Agenda Kader, dan Buku Saku TBC HIV sebagai sarana pendukung program penanggulangan TBC

Tujuan dari Pengadaan Media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) adalah untuk :

  1. Mempertahankan dan meningkatkan informasi TBC yang benar kepada masyarakat, pasien dan keluarga.
  2. Mengajak masyarakat agar sadar dan berperan serta dalam upaya penanggulangan TBC.
  3. Mendidik pasien dan keluarga pasien untuk mampu disiplin dan membantu dalam proses kesembuhan pasien
  4. Memperluas cakupan penyebaran infomasi yang benar terkait TBC di masyarakat dengan media KIE yang beragam.
  5. Mendorong keterlibatan aktif pemangku kepentingan lainnya dalam upaya eliminasi TBC di masyarakat.

Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI dengan ini mengundang anda untuk memberikan penawaran harga Pengadaan Media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE).

RINGKASAN LINGKUP LELANG

Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI mencari penyedia barang / jasa yang berpengalaman dalam penyediaan dan memproduksi Media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE).

Spesifikasi dan standart kualitas:

TEMPAT PENGIRIMAN, SYARAT DAN KETENTUAN

Media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), sesuai uraian diatas harus diselesaikan dalam jangka waktu 22 hari kerja setelah penandatanganan kontrak.

Dengan lokasi distribusi ada di bagian lampiran dokumen ini.

KETENTUAN PELAKSANAN

No Tahapan Tenggat Waktu
1 Pengumuman Lelang 24 Agustus 2021
2 Penjelasan Pekerjaan (Aanwidzing) 2 September 2021
3 Batas akhir penyerahan Surat Penawaran 6 September 2021
4 Pembukaan Penawaran 7 September 2021
5 Evaluasi Penawaran 21 September 2021
6 Menetapkan Pemenang Lelang 24 September 2021
7 Pengumuman Pemenang Hasil Lelang 27 September 2021

KRITERIA PESERTA LELANG

  1. Perusahaan dengan SIUP klasifikasi bidang usaha perindustrian dan perdagangan
  2. Mempunyai pengalaman pengadaan barang / jasa di bidang sejenis
  3. Menyertakan salinan akte pendirian perusahaan dan perubahan terakhirnya, Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), Nomor Induk Berusaha (NIB), Surat Ijin Tempat Usaha (SITU), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan

TATA CARA LELANG

Peminat serius dapat mengirimkan Surat Penawaran dan Legalitas Perusahaan dengan persyaratan sebagai berikut :

  1. Tiap Perusahaan hanya boleh mengirimkan 1 (satu) Surat Penawaran.
  2. Melampirkan Surat Penawaran Harga dan termin pembayaran.
  3. Penawaran dikirim melalui email ke alamat: procurement@penabulu-stpi.id, dengan subject email: Surat Penawaran Lelang Pengadaan Media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
  4. Hard copy penawaran, dikirimkan kepada “Panitia Lelang Pengadaan Media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)”
    Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI
    Jl. H Saidi III No.15, Cipete Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan 12410
    Tel: +62 21 – 765 6888

Persyaratan administratif peminat lelang dapat dilihat pada Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) dan Dokumen Lelang. Silahkan unduh Kerangka Acuan Kegiatan dan Dokumen Lelang dibawah ini :

Web Application Specialist untuk Program Eliminasi TB – Konsorsium Komunitas Penabulu STPI

Latar Belakang

PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI adalah Principal Recipient (PR) Komunitas TBC, berdampingan dengan PR Kementerian Kesehatan dan Program Nasional Penanggulangan TBC yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML). Dalam kerja sama dengan para mitra, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI bertujuan mengakselerasi eliminasi TBC 2030 di 30 provinsi dan 190 kota/kabupaten yang meliputi: 1) Penemuan dan pendampingan pasien TBC sensitif obat, 2) Penemuan dan pendampingan pasien TBC resisten obat, 3) Penguatan sistem komunitas, dan 4) Upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi pasien dalam mengakses pelayanan TBC berkualitas sampai sembuh.

Untuk kebutuhan pengelolaan program sebagaimana disebutkan di atas, PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI mencari Konsultan Web Application Specialist yang akan berkontribusi melalui keahlian teknisnya dan memberikan layanan konsultasi untuk pengoperasian, pemeliharaan dan optimalisasi aplikasi berbasis web untuk manajemen keuangan program. Konsultan akan bertanggung jawab terhadap seluruh hasil kerja kepada Finance & Operations Manager serta berkoordinasi dengan tim Internal Control PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI.

Tugas dan Tanggungjawab Utama :

  1. Memberikan dukungan teknis kepada Tim Finance & Operation (FO) PR Konsorsium Penabulu-STPI dalam pengelolaan aplikasi manajemen keuangan berbasis web.
  2. Melakukan pengembangan terhadap kebutuhan modul-modul baru aplikasi manajemen keuangan berbasis web.
  3. Melakukan optimalisasi terhadap modul-modul aplikasi yang digunakan.
  4. Melakukan pendokumentasian teknis aplikasi.
  5. Melakukan pertemuan konsultansi secara berkala dengan divisi FO – PR Konsorsium Penabulu-STPI untuk menggali masukan atas kebutuhan pengembangan aplikasi.
  6. Memberikan penguatan kapasitas dan pendampingan terhadap staf divisi FO terutama unit Internal Control terkait pemanfaatan aplikasi

Kualifikasi dan Keahlian

  1. Konsultan memiliki latar belakang pendidikan minimal D3 dengan jurusan Teknologi Informasi, Teknik Informatika atau jurusan lain yang relevan.
  2. Memiliki pengalaman mengelola aplikasi keuangan berbasis web.
  3. Menguasai bahasa pemrograman PHP dan Javascript
  4. Berpengalaman dalam penggunaan framework CodeIgniter
  5. Memiliki pengalaman minimal 2 tahun di bidang ICT
  6. Lebih diutamakan yang kandidat yang berpengalaman bekerja sama dengan NGO

Durasi Waktu

Periode Penugasan: 1 September 2021 s/d 31 Desember 2021

Kirimkan CV dan pernyataan minat ke email:
hr@penabulu-stpi.id dengan subject email: Web Application Specialist

Batas Waktu : 27 Agustus 2021 pukul 18.00 WIB